PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN PADA ANAK USIA PRA
SEKOLAH DI TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH GLESUNGREJO-BATURETNO-WONOGIRI
A. Penegasan Judul
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menghindari
salah pengertian dari maksud judul
di atas, maka perlu penegasan istilah-istilah yang terdapat di dalam judul
tersebut yaitu sebagai berikut:
1.
Pengembangan Nilai-Nilai Keagamaan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengembangan secara
etimologi berasal dari kata kembang yang berarti menjadi tambah sempurna (tentang
pribadi, fikiran, pengetahuan, dan sebagainya). Pengembangan berarti proses,
cara, perbuatan.1 berasal dari kata kerja
“menanam”, berarti menaburkan faham,ajaran,dan sebagainya1,
kemudian mendapat tambahan pe-an sehingga berarti perihal, cara-cara ataupun
upaya menanamkan (menaburkan) suatu paham atau ajaran kepada obyek-obyek
tertentu2,dalam hal ini adalah anak.
Penanaman nilai-nilai keagamaan yang dimaksud disini adalah
proses menanamkan nilai-nilai agama Islam yang meliputi keimanan, ibadah dan
akhlak pada anak yang dilakukan dengan sadar, terencana dan tanggung jawab.
2.
Anak Usia Pra Sekolah
Anak usia pra sekolah merupakan fase perkembangan individu
sekitar usia 2-6 tahun, ketika anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya
dan mengenal beberapa hal yang berbahaya5.
Adapun yang dimaksud penulis disini adalah anak-anak yang berusia 5-6 tahun
dengan asumsi nahwa pada usia tersebut anak sudah mampu diberi pengetahuan dan
latihan-latihan keagamaan.
3.
Taman Kanak-Kanak Aisyiyah
Glesungrejo-Baturetno-Wonogiri
Taman Kanak-Kanak adalah sebuah lembaga sekolah formal yang
berada di bawah Sekolah Dasar, atau isebut juga lembaga formal pra sekolah
dasar6. Pada lembaga pendidikan TK ini anak
dibina dan dididik untuk menumbuhkan dasar-dasar pendidikan pada tahap
pengenalan alam kepribadian anak dan terbentuknya pengenalan dalam kepribadian
anak dan terbentuknya nilai pendidikan yang baik, serta mulai terbina sikap
positif terhaap agama. Anak pada usia TK menyerap nilai-nilai materi pelajaran
melalui pengalaman yang dilalui, baik melalui penglihatan, pendengaran,
perlakuan yang diterimanya maupun latihan yang diberikan kepada anak7.
Sedangkan Taman Kanak-Kanak Aisyiyah adalah lembaga
pendidikan Taman Kanak-Kanak yang terletak di komplek Masjid Al-Muayyad dan
Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) yang berada di desa glesungrejo kecamatan
Baturetno kabupaten Wonogiri.
TK Aisyiyah ini menggunakan metode penekatan bermain dan
pembiasaan islami. Pendekatan bermain dan pembiasaan Islami yang dimaksud
disini adalah menanamkan dan memasukkan nilai-nilai ajaran islam kedalam sebuah
permainan, sehingga anak akan terbiasa melakukan ajaran islam dengan
sendirinya, seperti membaca do’a sehari-hari dalam setiap melakukan sesuatu,
lari syahadat, tepuk Islam, tepuk Anak Sholeh, dan sebagainya. Adapun yang
dijadikan obyek penelitian adalah anak usia pra sekolah pada tahun ajaran
2004/2005.
Adapun yang dimaksud dengan judul skripsi ini adalah suatu
penelitian yang ingin mengetahui proses dari penanaman nilai-nilai ajaran Islam
yang meliputi keimanan, ibadah dan akhlak yang dilakukan dengan sadar,
terencana dan bertanggung jawab dalam rangka membimbing dan melatih anak-anak
usia 5-6 tahun pada kehidupan beragama dengan pendekatan bermain dan pembiasaan
Islami yang dilakukan oleh Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Glesungrejo kecamatan
Baturetno Kabupaten Wonogiri tahun ajaran 2004/2005.
B. Latar Belakang Masalah.
Anak merupakan amanat Allah pada orang tua yang pada
akhirnya nanti akan dimintai pertanggung jawaban. Anak merupakan bagian dari
keluarga, maka secara kodrati orang tuanyalah yang bertanggung jawab terhadap
kelangsungan hidup anak lahir batin, mental maupun spiritual. Oleh karena itu
anak sebagai amanat Allah perlu mendapat perhatian dalam segala bidang
kehidupan, salah satunya yaitu agama.
Anak dilahirkan ke dunia dalam keadaan putih bersih
tanpa coretan sedikitpun. Sejak lahir, anak telah membawa potensi dasar yaitu
keadaan fitrah, jadi orang tuanyalah yang akan menentukan apakah anaknya
Yahudi, Nasrani, atau Majusi (HR. Bukhari Muslim). Jadi anak merupakan makhluk
lemah yang selalu bergantung pada manusia sekelilingnya. Seorang anak secara
psikis merupakan cikal bakal yang bisa dicetak dengan berbagai bentuk. Oleh
karena itu anak memerlukan perhatian khusus, sebab ia akan menyerap apa saja
yang dilihat, diberikan maupun didengarnya, karena ia belum mempunyai konsep
untuk menolaknya. Maka sudah menjadi kewajiban orang tua atau orang
disekelilingnya untuk memberikan perhatian masalah agama yang meliputi
keimanan, ibadah dan akhlak. Hal ini disebabkan karena agama adalah pedoman
hidup manusia di dunia dan akhirat, juga sangat mempengaruhi seluruh aspek
kehidupan manusia baik lahir maupun batin. Anak yang telah mempunyai
potensi sejak lahir sangat memungkinkan untuk ditumbuh kembangkan dan dipupuk
dengan nilai-nilai keagamaan sejak dini. Rasa ketuhanan itu akan mendapat
dorongan untuk berkembang secara optimal dengan penanaman nilai keagamaan sejak
dini. Apabila tidak dibina secara baik masa perkembangan terbesar psikis dan
indra ini akan terlewatkan begitu saja. Hal ini akan sangat merugikan bagi
anak, sebab jika pada masa ini perkembangan jiwa keagamaannya baik, maka ia
akan menginternalisasikan dalam hatinya dan akan mendapat kemanfaatan di masa
selanjutnya. Dalam al-Qur’an disebutkan
bahwasannya pendidikan merupakan upaya membimbing umat manusia ke jalan Allah
dengan cara bijaksana, nasehat yang baik serta berdebat dengan cara yang baik
pula. Pendidikan merupakan suatu usaha atau proses yang diselenggarakan dengan
sadar, terencana, dan bertanggung jawab untuk itu diperlukan metode yang sesuai
dengan sasaran atau anak didik untuk mencapai tujuan yang akan dicapai. Hakekat dari pendidikan agama
adalah peneneman moral beragama pada anak, sedangkan pengajaran adalah
memberikan pengetahuan agama pada anak didik8
. Pendidikan agama pada dasarnya adalah membina (melestarikan) fitrah agama pada
anak yang dibawa sejak lahir, agar tidak luntur menjadi atheis atau bahkan
menganut agama selain agama islam. Oleh karena itu yang harus diperhatikan
adalah membiasakan anak untuk melaksanakan syari’at agama dan menjauhkan
larangan-Nya. Proses pendidikan tidak
selamanya bisa dipegang orang tua, untuk itu diperlukan bantuan orang lain atau
suatu lembaga untuk mrnangani masalah pendidikan, misalnya sekolah, pesantren,
TPA dan jenis pendidikan lainnya untuk mengajarkan ilmu dan mengembangkan
potensi yang dimiliki oleh setiap individu. Taman Kanak-Kanak Aisyiyah
merupakan salah satu dari sekian banyak Taman Kanak-Kanak di wilayah kecamatan
Baturetno yang mempunyai tujuan membentuk anak didik agar berkepribadian muslim
dan mengupayakan anak didik agar lebih berani tampil, mandiri serta mampu
bersosialisasi dengan lingkungan pergaulan.
Adapun sebagai peserta didik pada Taman Kanak-Kanak Aisyiyah adalah anak-anak usia 5-6 tahun yang dididik oleh tenaga pengajar yang terdidik dan berpengalaman. Sedangkan materi yang diberikan terhadap peserta didik pada Taman Kanak-Kanak Aisyiyah ini disesuaikan dengan pertumbuhan usia anak. Dalam hal ini materi yang diberikan meliputi:
Adapun sebagai peserta didik pada Taman Kanak-Kanak Aisyiyah adalah anak-anak usia 5-6 tahun yang dididik oleh tenaga pengajar yang terdidik dan berpengalaman. Sedangkan materi yang diberikan terhadap peserta didik pada Taman Kanak-Kanak Aisyiyah ini disesuaikan dengan pertumbuhan usia anak. Dalam hal ini materi yang diberikan meliputi:
- Pengembangan pembentukan sikap dasar Islami.
- Kemampuan dasar.
- Kegiatan-kagiatan pendukung.
Materi pengembangan pembentukan sikap dasar Islami
meliputi salam, do'a sehari-hari, pengenalan surat-surat pendek, bimbingan
sholat dan pengenalan huruf hijaiyah.
Adapun materi kemampuan dasar meliputi bahasa, daya
pikir, daya cipta dan keterampilan. Kemampuan bahasa ini dilaksanakan dengan
cara melatih bernyanyi, bicara, mengenal huruf hidup, menjawab pertanyaan dari
cerita pendek dan sebagainya. Kemampuan daya pikir disampaikan dengan melatih
mengenal angka, bentuk, gejala alam, nama-nama hari, macam-macam rasa dan
warna. Untuk kemampuan daya cipta meliputi menggambar bebas, bercerita tentang
gambar yang dibuat sendiri, berkreasi dan sebagainya.
Sedangkan materi keterampilan diberikan dengan melatih
cara mewarnai, melipat, meronce, menyusun balok-balok , menempel dan lain
sebagainya. Disamping itu juga disampaikan materi kemampuan jasmani yaitu
dengan cara melatuh senam dan latihan olah gerak dan tari.
Materi-materi yang telah ditetapkan ini disampaikan
kepada anak didik melalui sistem klasikal, yaitu pengajaran di dalam kelas
dalam suasana bermain. Artinya anak secara tidak langsung mempelajari sesuatu
hal melalui permainan-permainan yang mereka lakukan.
Kehadiran Taman Kanak-Kanak Aisyiyah sebagai salah satu
lembaga pendidikan bagi anak mendapat sambutan yang positif dari bnerbagai
pihak terutama orang tua. Hal ini terbukti dengan banyaknya orang tua yang
mendaftarkan anaknya pada Taman Kanak-Kanak Aisyiyah.
Selanjutnya, melihat keberadaan Taman Kanak-Kanak
Aisyiyah sebagai mana tersebut di atas maka penulis ingin meneliti lebih lanjut
tentang pendidikan agama Islam yang dilaksanakan didalamnya dalam hal ini
mengenai penanaman nilai-nilai keagamaan dimana penulis melakukan penelitian di
Taman Kanak-Kanak Aisyiyah desa Glesungrejo kecamatan Baturetno kabupaten Wonogiri.
C. Rumusan Masalah.
Mengacu pada persoalan di atas maka penulis dapat
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah proses penanaman nilai-nilai keimanan,
ibadah, dan akhlak terhadap anak usia pra sekolah yang dilaksanakan di Taman
Kanak-Kanak Aisyiyah
2.
Apakah yang menjadi faktor pendukung dan penghambat
dari pelaksanaan penanaman nilai keimanan, ibadah dan akhlak yang dilaksanakan
di Taman Kanak-Kanak Aisyiyah
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui dan mendeskripsikan tentang proses
penanaman nilai-nilai keimanan, ibadah dan akhlak yang dilaksanakan oleh Taman
Kanak-Kanak Aisyiyah
2.
Untuk mengetahui dan mendeskripsikan faktor penukung
dan penghambat dari pelaksanaan penanaman nilai keimanan, ibadah dan akhlak
yang dilakukan oleh Taman Kanak-Kanak Aisyiyah
E. Kegunan Penelitian
1. Kegunaan
Praktis
a.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh TK
Aisyiyah Glesungrejo sebagai bahan pertimbangan dalam rangka meningkatkan
kualitas penanaman ajaran Islam pada anak usia pra sekolah.
b.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
bahan informasi, dan bahan pertimbangan bagi orang tua, pengasuh (pembimbing)
dan pendidik dalam rangka menambah wawasan dalam mrndidik anak secara islami.
2. Kegunaan
Teoritis
a.
Untuk menambah khazanah keilmuan dalam bidang
pendidikan khususnya pada lembaga pendidikan islam
b.
Sebagai pengembangan dari ilmu pendidikan yang
menyangkut pendidikan dalam keluarga dan masyarakat.
F. Telaah Pustaka
Pembahsan mengenai pendidikan agama Islam bagi anak
telah banyak dibahas baik oleh para ahli pendidikan maupun dijadikan tema bagi
penulisan skripsi oleh mahasiswa jurusan kependidikan. Buku-buku yang
bertemakan pendidikan agama islam bagi anak dapat dengan mudah didapatkan,
seperti karyaUmar Hasyim dalam bukunya “Cara Mendidik Anak Dalam Islam”,
Ali Fikri dengan bukunya “Kepada Putri-Putriku” dan masih banyak lagi.
Pada umumnya pembahasan yang mereka kemukakan bersifat sangat global, yaitu
mencermati kehidupan anak sejak bayi hingga terlepasnya tanggung jawab orang
tua terhadap anak.
Selain keterangan-keterangan yang telah kita dapati
tadi, banyak pula dijumpai tulisan-tulisan mahasiswa dalam bentuk skripsi yang
bertemakan pendidikan agama islam bagi anak. Kebanyakan tulisan-tulisan
tersebut menitik beratkan pada pendidikan anak oleh orang tua atau pendidikan
anak pada taman pendidikan al- Qur’an yang tumbuh subur diberbagai daerah.
Ada pula skripsi yang telah menyoroti pendidikan agama
islam bagi anak usia pra sekolah, salah satunya skripsi yang disusun oleh
Faiqoh yang mengemukakan judul “Pendidikan Agama Islam bagi Anak Usia Pra
Sekolah (Tinjauan dari segi materi pelajaran dan metode mengajar)”. Dalam
pembahasannya, skripsi ini mencermati secara mendalam mengenai materi yang
layak diberikan bagi anak-anak usia pra sekolah dan metode yang digunakan dalam
menyampaikan materi itu agar anak dapat mengerti dan memahaminya secara
mendalam. Namun demikian skripsi ini lebih bersifat teori-teori umum karena
keterangan-keterangan yang terdapat di dalamnya merupakan telaah terhadap
kepustakaan yang ada.
Lebih lanjut Mahbub Zamroni mencoba memberikan
pembahasan serupa dengan judul “Pendidikan dan Pengajaran Agama Islam bagi
Anak Usia 2-4 tahun (Pra TK) Pada Play Group Taman Qur’ani Bina Anak Sholeh di
Karangkajen Yogyakarta”. Di dalamnya dikemukakan secara panjang lebar
mengenai pelaksanaan pendidikan dan pengajaran agama islam yang dilaksanakan
secara full day school.
Adapun dalam skripsi ini penulis mencoba mengemukakan
tentang proses penanaman nilai-nilai keagamaan pada anak usia pra sekolah
dengan mengambil lokasi penelitiannya di Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Glesungrejo
Baturetno Wonogiri. Lembaga pendidikan ini menyelenggarakan kegiatannya dari
pukul 08.00-10.00 WIB. Dengan keterbatasan waktu yang disediakan tersebut,
penulis mencoba mengorek lebih dalam bagaimana pelaksanaan pendidikan agama
Islam dalam hal ini mengenai penanaman nilai-nilai keagamaan dan apa faktor
yang menghambat dan faktor yang mendukung dari proses penanaman nilai-nilai
keagamaan tersebut.
G. Kerangka Teoretik
1.
Tinjauan Tentang Penanaman Nilai-Nilai Keagaman
A.
Hakekat dan Makna Nilai
Nilai (Value/Qimah) dalam pandangan Brubacher tak terbatas
ruang lingkupnya. Nilai tersebut sangat berkaitan erat dengan pengertian dan
aktivitas manusia yang kompleks, sehingga sulit ditentukan batasannya9.
Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia
dan melembaga secara obyektif di dalam masyarakat. Nilai ini merupakan unsur
realitas yang sah sebagai satu cita-cita yang benar dan berlawanan dengan cita-cita
palsu atau bersifat khayali10.
Misalnya nilai keagamaan, maksudnya adalah konsep mengenai
penghargaan yang diberikan oleh masyarakat kepada beberapa masalah yang pokok
dalam kehidupan beragama yang bersifat suci sehingga menjadi pedoman bagi
tingkah laku keagamaan warga masyarakat yang bersangkutan.[11]
Adapun sumber nilai yang berlaku dalam kehidupan manusia
dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu:
1). Nilai Ilahi
Nilai yang dititahkan Tuhan melalui para rasul-Nya yang
berbentuk taqwa, iman, adil yang diabadikan alam wahyu Ilahi. Religi merupakan
sumber yang pertama dan utama bagi para penganutnya. Dari religi, mereka
menyebarkan nilai-nilai untuk diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari,
nilai ini bersifat statis dan kebenarannya mutlak.[12]
Adapun tugas manusia yaitu menginterpretasikan nilai-nilai itu agar mampu
menghadapi dan menjalani agama yang dianut.[13]
2). Nilai Insani
Nilai insani timbul atas kesepakatan manusia serta hidup
dan berkembang dari peradaban manusia. Nilai ini bersifat dinamis sedang
keberlakuan dan kebenarannya bersifat relatif (nisbi) yang dibatasi ruang dan
waktu.[14]
Sedangkan dilihat dari orientasinya, sistem nilai dapat
dikategorikan dalam empat bentuk:
1)
Nilai etis, yang mendasari orientasinya pada ukuran
baik dan buruk
2)
Nilai pragmatis, yang mendasari orientasinya pada
berhasil atau gagalnya
3)
Nilai affek sensorik, mendasari orientasinya pada
menyenangkan atau menyedihkan
4)
Nilai religius, yang mendasari orientasinya pada dosa
dan pahala.[15]
Istilah nilai dalam pendidikan agama Islam dalam hal ini
penanaman nilai-nilai keagamaan, dapat dipahami sebagai sesuatu yang disetujui
dalam pendidikan Islam. Dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam, banyak materi
yang dianggap mempunyai nilai, baik formal maupun nilai materiil. Para ahli
pendidikan pada umumnya menentukan bahwa yang harus dinilai dalam sebuah proses
itu meliputi:
1)
Aspek Kognitif
Merupakan penguasaan pengetahuan yang menekankan pada
mengenal dan mengingat kembali bahan yang diajarkan dan dapat dipandang sebagai
suatu dasar atau landasan untuk membangun yang lebih kompleks dan abstrak.
2)
Aspek Afektif
Aspek ini bersangkutan dengan sikap mental, perasaan dan
kesadaran siswa. Hasil belajar akan diperoleh melalui internalisasi yaitu suatu
proses kearah pertumbuhan batiniyah/rohani siswa.
3)
Aspek Psikomotorik
Aspek psikomotorik ini berlangsung dengan keterampilan
yang lebih bersifat faaliyah dan konkret. Hasil belajar aspek ini merupakan
tingkah laku nyata yang dapat diamati.[16]
B.
Konsep Islam tentang Penanaman Nilai-Nilai Keagamaan
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa penanaman
nilai keagamaan adalah upaya menanamkan nilai keimanan, ibadah dan akhlak yang
dilakukan secara sadar, terencana dan bertanggung jawab dalam rangka membimbing
anak menuju kehidupan beragama.
Agama melindungi nilai-nilai spiritual yang mendalam dimana
terdapat iman terhadap-Nya, terhadap ajaran-Nya juga terhadap makhluk-Nya. Hal
ini merupakan sumber kekuatan bagi kehidupan manusia dalam manjalankan
kehidupan agar tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Ini berarti bahwa nilai
keagamaan dapat dijadikan sebagai pedoman dan landasan pembinaan kepribadian.
Sedangkan sidi Gizalba berpendapat bahwa nilai-nilai
keagamaan itu menyangkut nilai ketuhanan, kepercayaan, ibadat, ajaran,
pandangan dan sikap hidup serta amal yang terbagi dalam baik dan buruk.[17]
Adapun yang dimaksud penulis disini adalah bahwa nilai-nilai
ajaran Islam yang perlu ditanamkan pada anak adalah nilai keimanan, ibadah dan
akhlak.
Dalam melaksanakan pendidikan agama Islam melalui penanaman
nilai keagamaan pada anak yang menjadi dasar pokok adalah al-Qur’an dan
al-Hadits. Disini penulis mengutip beberapa ayat al-Qur’an dan al-Hadits yang
memberikan perlunya pendidikan agama Islam sehingga manusia akan menyadari
bahwa dirinya adalah hamba Allah yang memiliki tugas dan kewajiban untuk
menyembah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Adapun dasar dari pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dibagi
menjadi dua, yaitu:
1)
Dasar Religius
Adapun ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi dasar
pelaksanaan pendidikan Agama Islam dalam hal ini penanaman nilai keagamaan
adalah sebagai berikut:
a.
Al-Qur’an surat Fushilat ayat 33
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَآ إِلَى اللهِ
Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kejalan Allah”[18]
Maksud dari “menyeru kejalan Allah” adalah menyaru kepada manusia untuk
mengesakan Allah dan mematuhi Allah.
b.
Al-Qur’an surat at-Tahrim ayat 6
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka”[19]
Ayat tersebut mengandung perintah agar menggunakan
metode yang terbaik dalam membimbing dan mendidik anak. Dalam kitab al- Maraghi
(terjemah) dijelaskan bahwa “al-hikmah” adalah perkataan yang kuat yang
disertai dengan dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan
kesalahpahaman. Sedang mau’idhah hasanah adalah dalil-dalil yang bersifat
dhanni yang dapat memberi kepahaman pada orang-orang awam. Dan mujadalah adalah
percakapan dan perdebatan untuk memuaskan penentang-penentang.[20]
Jadi dalam mengadakan pendidikan Agama Islam melalui penanaman nilai keagamaan,
seorang pembimbing ataupun pendidik harus menggunakan cara atau metode yang
terbaik.
Sedangkan Al-Hadits yang menjadi dasar pelaksanaan
pendidikan Agama Islam dalam hal ini penanaman nilai keagamaan, adalah:
a.
Hadits Riwayat Abu Hurairah dan Muslim
من راى منكم منكرا فليغيره
بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الا يمان
Artinya: “Barang
siapa diantara kamu melihat suatu kemungkaran maka hendaklah ia merubahnya
dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan lisannya, jika itupun tidak
mampu maka dengan hatinya dan itulah selemah-lemahnya iman”[21]
b.
Hadits Riwayat Tabrani
اد
بوا اولا دكم على ثلاث حصال حب نبيكم وحب الى بيته وتلا وة القران
Artinya: “Didiklah anak-anakmu dengan tiga perkara yaitu mencintai
nabimu, mencintai keluarga nabi dan membaca al-Qur’an”[22]
Adapun tujuan diadakannya pendidikan agama Islam dalam
hal ini penanaman nilai-nilai keagamaan adalah menanamkan taqwa kepada Tuhan
dan akhlak serta menegakkan kebenaran untuk membentuk manusia yang berpribadi
yang berbudi luhur sesuai dengan ajaran Islam.[23]
2)
Dasar Yuridis / Hukum
Dasar pelaksanaan Pendidikan Agama Islam yang bersumber
dari perundang-undangan secara langsung dapat digunakan sebagai pegangan dalam
pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah maupun lembaga-lembaga
pendidikan. Adapun dari segi yuridis atau hukum ada 3 macam, yaitu:
a.
Dasar Idiil
Merupakan dasar dari falsafah negara yaitu Pancasila
sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa). Dengan Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa
indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
sesuai dengan ajaran agama.[24]
b.
Dasar Struktural
Merupakan dasar dari UUD 1945 dalam Bab XI pasal 29 ayat
1&2 yang berbunyi:
(1)
Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
(2)
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk
memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya.[25]
Dari bunyi pasal 29 tersebut mengandung pengertian bahwa
bangsa Indonesia nharus beragama karena negara telah melindungi dan menjamin
umat beragama untuk menunaikan ajaran agamanya masing-masing.
c.
Dasar Operasional
Dasar operasional tentang pelaksanaan pendidikan
agama di Indonesia tercantum dalam Tap
MPR No.II/MPR/1983 yang menyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan Agama
dimasukkan kedalam kurikulum di sekolah-sekolah mulai dari SD hingga Universitas[26]
C.
Proses Penanaman Nilai-Nilai Keagamaan
Proses penanaman nilai keagamaan merupakan proses edukatif
berupa rangkaian kegiatan atau usaha sadar untuk memberikan suatu bimbungan dan
pengarahan keagamaan yang diberikan pada pertumbuhannya. Oleh karena itu usaha
penanaman nilai-nilai keagamaan yang dilakukan dengan intensif dan dapat
dipertanggung jawabkan harus dilakukan sesuai dengan tingkat perkembangannya
supaya menghasilkan produk atau tujuan yang dikehendaki.
Dalam aktifitas penanaman nilai keagamaan ada beberapa faktor
yang dapat membentuk pola interaksi atau saling mempengaruhi namun (faktor
Integrasinya) terutama terlihat pada pendidik dengan segala kemampuan dan
keterbatasannya. Adapun faktor-faktor tersebut, para ahli pendidikan membagi
menjadi lima faktor, yaitu: tujuan, pendidik, anak didik, metode dan faktor
alam sekitar.[27] Ada
pula ahli pendidikan yang membagi menjai empat faktor, yaitu faktor tujuan,
pendidik, anak didik, dan alat-alat.[28]
Untuk lebih jelasnya faktor-faktor penanaman nilai-nilai keagamaan
pada anak akan penulis jelaskan sebagai berikut:
1)
Tujuan
Tujuan merupakan target utama yang harus dicapai dalam
sebuah proses. Keberhasilan dari sebuah proses dapat dilihat dari tercapai atau
tidaknya tujuan yang digariskan.
Tujuan pendidikan melalui penanaman nilai keagamaan
disini adalah agar siswa dapat mengembangkan seluruh potensi yang ada padanya
serta meningkatkan motivasi dan kreativitas siswa dalam belajar. Dalam hal ini
pendidik atau pembimbing memberikan kesempatan, dorongan dan penghargaan pada
siswa untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya.
Dari proses pencapaian tujuan tersebut akan diperoleh
suatu hasil. Dengan demikian untuk memperoleh hasil yang optimal, sebuah proses
harus dilakukan secara sadar, terorganisir dengan baik, terencana dan dapat
dipertanggung jawabkan.
2)
Faktor Pendidik (pengasuh)
Pendidik atau pengasuh dapat kita bedakan menjadi dua
yaitu:
a). Pendidikan menurut kodrati
b). Pendidikan menurut jabatan yaitu guru,
pembimbing dan pengasuh.[29]
Orang tua sebagai pendidik secara kodrati
merupakan pendidik utama oleh karena itu hanya dengan pertolongan dan
layanannya anak akan berkembang lebih dewasa sedang pembimbing atau pengasuh
sebagai pendidik mempunyai tanggung jawab yaitu kepada orang tua, masyarakat
dan negara. Tanggung jawab dari orang tua diterima guru atas dasar kepercayaan
bahwa guru, pembimbing mampu memberikan pendidikan dan lembaga sesuai dengan
perkembangan peserta didik, diharapkan pula dari pribadi seorang guru
pembimbing dapat memancar sikap dan sifat yang normatif baik sehingga dapat
ditauladani oleh peserta didik.
Sutari Imam Barnadib menguraikan tentang
sifat-sifat ideal seorang pendidik yaitu sebagai berikut:
a)
Berbakat
b)
Sopan
c)
Kepribadiannya harus kuat dan baik
d)
Harus disenangi dan disegani oleh anak didik
e)
Emosinya stabil
f)
Pandai menyesuaikan diri
g)
Tidak boleh sensitif
h)
Harus tenang obyektif dan bijaksana
i)
Jujur dan adil
j)
Susila dalam tingkah lakunya[30]
3)
Anak Didik
Anak didik yang dimaksud dalam hal ini adalah anak usia
pra sekolah, dimana keberadaannya merupakan suatu keharusan bagi berlangsungnya
penanaman nilai-nilai keagamaan. Oleh karena itu seorang guru harus
memperhatikan mengenai tingkat perkembangan anak. Adapun beberapa ciri
perkembangan pada anak usia pra sekolah yaitu:
a). Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya,
yang ditandai denga berkembangnya kemampuan dan keterampilan motorik seperti
naik turun, loncat dan lari maupun gerakan yang halis seperti meniru gaya orang
lain dan menggunakan benda atau alat.
b). Perkembangan
Intelektual
Perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode preoperasional,
dimana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Perlu ditandai
dengan kemampuan menggunakan sesuatu atau mewakili sesuatu yang lain dengan
simbol (kata-kata, bahasa gerak dan benda)
c). Perkembangan
Emosional
Pada usia ini anak mulai menyadari ke-Aku-annya, bahwa dirinya berbeda
dengan yang lain. Adapun emosi yang berkembang antara lain takut, cemas,
cemburu, marah, senang, kasih sayang, phobia dan rasa ingin tahu.
d). Perkembangan Bahasa
Adapun
perkembangan bahasa pada masa ini ditandai dengan:
Ø
Anak mulai bisa menyusun kalimat dengan sempurna
Ø
Anak sudah memahami tentang perbandingan
Ø
Anak banyak menanyakan tentang nama dan tempat
Ø
Anak banyak menggunakan kata-kata yang berawalan
dan berakhiran
e). Perkembangan sosial
Perkembangan sosial anak mulai tampak jelas, karena mereka mulai aktif
berhubungan dengan teman sebayanya. Hal ini ditandai dengan:
Ø
Anak mulai mengetahui aturan
Ø
Anak mulai tunduk pada aturan
Ø
Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang
lain
Ø
Anak dapat bermain bersama yang lain
f). Perkembangan
Bermain
Usia pra sekolah dapat dikatakan sebagai usia bermain, dimana mereka
melakukan kegiatan dengan kebebasan batin intuk memperoleh kesenangan.
g). Perkembangan
Kepribadian
Masa ini disebut dengan masa trotzalter, peroode perlawanan atau
masa kritis pertama. Pada masa ini berkembang kesadaran dan kemampuan untuk
memenuhi tuntutan dan tanggung jawab.
h). Perkembangan Moral
Pada masa ini anak sudah memiliki dasar tentang sikap moral terhadap
kelompok sosialnya (orang tua, saudara dan teman sebaya), melalui pengalaman
berinteraksi dengan orang lain, anak belajar memahami tentang kegiatan atau
perilaku mana yang boleh atau tidak boleh dan baik atau tidak baik.
i). Perkembangan
kesadaran beragama
Kesadaran beragama pada usia ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
Ø
Sikap keagamaannya bersikap reseptif atau
menerima meskipun banyak bertanya
Ø
Pandangan ketuhanan yang bersifat Anthropormorf
(dipersonifikasikan)
Ø
Penghayatan belum mendalam
Ø
Hal mengenai ketuhanan bersifat egosentris[31]
Dengan mempelajari ciri perkembangan anak
usia pra sekolah, maka orang tua, pendidik maupun pengasuh (pembimbing)
mempunyai gambaran sebenarnya yang menjadi kebutuhan jasmani maupun rohani
anak, sehingga bimbingan yang diberikan akan lebih mencapai sasaran sasuai
dengan tingkat perkembangannya.
4)
Materi
Materi merupakan segala sesuatu yang diberikan pendidik
kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sesuai
dengan tingkat perkembangan anak didiknya. Adapun materi yang perlu diberikan
dalam penanaman nilai keagamaan, secara garis besar meliputi tiga materi yaitu:
a)
Keimanan
Keimanan merupakan hal yang paling pokok dan mendasar
dalam islam, karena menyangkut seluruh aspek kehidupan menusia lahir dan batin.
Iman merupakan keyakinan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan dilakukan
dengan perbuatan. Hanya dengan iman yang kuat seseorang dapat melakukan ibadah
dengan baik dan dapat menghias diri dengan akhlakul karimah.
Sejak dilahirkan anak sudah dibekali dengan benih akidah
yang benar, ia dilahirkan berdasarkan kesuciannya. Oleh karena itu pembinaan
terhadap benih yang telah ada harus benar-benar diperhatikan. Dengan pembinaan
dan pendidikan yang tepat benih keimanan akan tumbuh dengan subur dan mengakar
kuat pada diri seorang anak. Hal ini akan berpengaruh besar pada perkambangan
masa berikutnya. Akidah Islam perlu dijabarkan dalam rukun iman dan barbagai
cabangnya serta menjauhkan diri dari syirik, dan ini menjadi tonggak islam
dalam membentuk nilai-nilai yang baik. Maka sejak kecil anak harus sudah mulai
diperkenalkan dengan rukun iman serta dibimbing dan diajarkan bagaimana cara
beriman pada masing-masing rukun iman tersebut. Adapun materi yang diajarkan
adalah pengenalan terhadap ciptaan Allah yang meliputi manusia, nama-nama Nabi
dan Rosul, Kitab Allah dan alam sekitar, pengenalan terhadap sifat ghaib Allah,
dan makhluk ghaib Allah seperti malaikat-malaikat Allah.
b)
Ibadah
setiap keyakinan akan dianggap lengkap jika hal itu
direalisasikan dalam perbuatan yang nyata dan itulah yang dianggap sebagai iman
sejati. Ibadah salah satu sendi agama islam yang harus ditegakkan, karena
sesungguhnya Allah menciptakan jin dan manusia hanya untuk beribadah kepada-Nya.[32]
Orang tua, pendidik, dan pengasuh hendaklah
pandai-pandai dalam menanamkan kebiasaan-kebiasaan beribadah pada anak, agar
setelah mereka tumbuh dewasa akan menjadi hamba yang taat beribadah pada Allah
dan menganggap ibadah sebagai kewajiban sekaligus kebutuhan bagi mereka.
Setelah anak mengenal rukun iman, kemudian anak mulai diperkenalkan dengan
rukun Islam, karena didalamnya memuat ibadah yang dilakukan manusia kepada
Allah.
Adapun ibadah yang perlu diperkenalkan pada anak
semenjak kecil yaitu shalat lima waktu, puasa ramadhan, zakat dan haji,adapun
ibadah yang perlu dibiasakan adalah shalat lima waktu dan membaca do’a
sehari-hari.
c)
Akhlak
Nabi Muhammad sebagai rasul terakhir Beliau diutus oleh
Allah ke dunia untuk menyempurnakan akhlak manusia. Hal ini disebabkan karena
akhlak merupakan perbuatan yang mencerminkan jiwa seseorang dan akhlak
merupakan salah satu sendi dalam Islam yang tidak boleh diabaikan. Islam
mengajarkan pada manusia bagaimana berakhlak pada Allah, sesama manusia dan
sesama makhluk ciptaan-Nya. Hal ini akan terpelihara dengan baik bila
masing-masing telah menghiasi dirinya dengan akhlakul karimah, karena hanya
dengan akhlakul karimah inilah akan tumbuh manusia-manusia mulia yang sehat
jasmani rohani dan siap menjadi kader bangsa yang kuat dan kokoh.
Oleh karena itu, orang tua dan pembimbing berkewajiban
untuk mendidik akhlak anak sejak kecil,dan membiasakan anak dengan perbuatan
dan perkataan yang baik pada Allah, sesama manusia maupun sesama makhluk-Nya.
Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan anak sedini mungkin agar berakhlakul
karimah, mencintai Allah dan menjadikan rasul sebagai teladan sehingga anak
termotivasi untuk melakukan hal-hal yang baik dan disukai Allah dan dalam
perkembangan selanjutnya anak akan memotivasi orang lain untuk berbuat baik
dalam segala ucapan dan tingkah laku. Adapun akhlak yang diperkenalkan adalah
akhlak pada Nabi dan rasul serta para pejuang Islam dan yang dibiasakan adalah
akhlak pada Allah, orang tua, guru dan sesama manusia.
5)
Metode
Proses edukatif dapat berlangsung secara efektif dan
efisien dalam mencapai tujuan disamping dibutuhkan materi yang tepat, juga
dibutuhkan metode yang tepat pula. Dalam melaksanakan pendidikan agama
Islam,dalam hal ini penanaman nilai-nilai keagamaan pada anak, metode merupakan
faktor yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena metode sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan proses penanaman nilai, disamping itu metode juga
merupakan jalan bagi pembimbing untuk menyampaikan materi yang ada.
Menurut Nasikh Ulwan, ada beberapa metode yang dapat
digunakan dalam penanaman nilai-nilai keagamaan pada anak yaitu:
a)
Metode Keteladanan
b)
Metode Adat Kebiasaan
c)
Metode Nasihat
d) Metode
Pengawasan
e)
Metode Hukuman[33]
Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh metode-metode di
atas maka penulis akan menjelaskan, sebagai berikut:
a)
Metode Keteladanan
Menurut Nasikh Ulwan, keteladanan adalah metode yang
influentif dan metode yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam
mempersiapkan dan membentuk anak dalam moral, spiritual dan sosial. Hal ini
disebabkan karena keteladanan merupakan contoh konkrit yang terbaik dalam
pandangan anak yang akan ditiru dalam tindak tanduknya dan tata santunnya
disadari atau tidak bahkan akan tercetak dalam jiwa dan perasaannya suatu
gambar pendidikan tersebut baik ucapan maupun perbuatan, materi maupun
spiritualnya, diketahui maupun tidak diketahui[34]
Sedangkan menurut K.H. Abdurrahman Wahid, keteladanan
merupakan katakunci dari kerja mengembangkan keagamaan dalam dirianak. Keimanan
anak merupakan sesuatu yang tumbuh nyata, walaupun dalam bentuk dan cakupan
yang sederhana dari apa yang diajarkan.[35]
b)
Metode Adat Kebiasaan
Metode ini merupakan metode yang digunakan pendidik
dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan pada anak untuk melakukan pembiasaan
Islami dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Ihya Ulumuddin, al-Ghazali
berpendapat bahwa, pembiasaan anak dengan sifat baik atau buruk serta kaitannya
dengan fitrah (kesucian) sebagai berikut: “Bayi itu merupakan amanat disisi
kedua orang tuanya, hati dan jiwanya suci,jika ia dibiasakan dengan kejahatan
atau dibiarkan seperti hewan liar, maka ia akan celaka. Memeliharanya ialah
dengan jalan mendidiknya dan mengajarkannya adanya akhlak yang baik.[36]
Dalam hal ini , Ibnu Sina juga berpesan: “Carikanlah tempat belajar anak yang
berperilaku cakap dan sopan,serta mempunyai kesamaan akan lebih mudah meniru
dan mengambil contoh.[37]
Berdasarkan hal di atas, maka hendaknya setiap pendidik
menyadari bahwa dalam pembinaan pribadi anak sangat diperlukan pembiasaan dan
latihan yang cocok dengan perkembangan jiwanya. Karena dengan demikian akan
membentuk sikap tertentu pada anak yang lambat laun sikap itu akan nampak jelas
dan kuat menjadi sebagian dari kepribadiannya.
c)
Metode Nasihat
Metode nasihat merupakan metode yang efektif dalam
menanamkan nilai-nilai keagamaan pada anak tentang konsep Tuhan, membimbingnya
untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT. Dalam al-Qur’an banyak ditemukan
ayat-ayat yang menggunakan metode ini untuk menenemkan nilai-nilai agama
seperti pada surat Luqman ayat 13 di bawah ini:
وَإِذْقَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ
يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لاَتُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya: “Dan
ingatlah ketika Luqman berkata pada anaknya diwaktu ia memberi pelajaran
kepadanya. “hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.[38]
Dengan demikian pendidik hendaklah lebih
memahami hakekat dan metode al-Qur’an dalam upaya memberi nasehat, petunjuk
dalam menanamkan nilai-nilai agama pada anak-anak sehingga mereka menjadi
anak-anak yang baik, berakidah, berakhlak, berpikir dan berwawasan matang.
d)
Metode Pengawasan
Pengawasan anak dilakukan dengan cara memperhatikan
terus menerus perkembangan mereka mengenai aspek-aspek pengetahuan dan sikap
(tindak tanduk dan perbuatan). Menurut Nasikh Ulwan maksud pendidikan yang
disertai pengawasan yaitu mendampingi anak dalam upaya membentuk akidah, moral
dan mengawasinya secara psikis dan sosialnya serta menanyakan secara terus
menerus tentang keadaannya baik dalam hal jasmani maupun dalam hal belajarnya.[39]
Faktor lingkungan atau situasi lingkungan akan
mempengaruhi proses hasil pendidikan. Beberapa ahli pendidikan membagi mileu
(lingkungan) menjadi 3 bagian, yaitu:
a). Lingkungan keluarga
b). Lingkungan sekolah
c). Lingkungan masyarakat.[40]
Situasi lingkungan ini meliputi lingkungan fisik,
lingkungan teknis dan lingkungan sosiokultural.[41]
Oleh karena itu dalam proses menanamkan nilai-nilai keagamaan pada anak
dibutuhkan lingkungan fisik yang sehat, dinamis dan suasana ceria sehingga anak
selalu mempunyai semangat yang tinggi dalam belajar.
D.
Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat
Dalam proses interaksi edukatif melalui penanaman nilai
keagamaan pada anak, untuk mencapai tujuan secara optimal dan menghasilkan
produk yang diharapkan memerlukan faktor-faktor pendukung yang apabila faktor
tersebut tidak tersedia maka akan menghambat proses tersebut. Hal ini
dikarenakan manusia dalam proses kehidupannya selalu terpengaruh dengan
berbagai macam sarana pendidikan,seperti rumah tangga, sekolah, pergaulan,
lembaga sosial, agama dan sebagainya. Hal itu meliputi teladan yang baik,
nasihat atau pengajaran yang baik, atau peniruan adat kebiasaan yang berlaku
dalam masyarakat. Adapun faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan
penanaman nilai-nilai keagamaan adalah:
1)
Anak
Anak merupakan peserta didik dalam penbinaan kehidupan
beragama melalui penanaman nilai-nilai keagamaan. Adapun yang mempengaruhi
perkembangan jiwa pada anak yaitu:
a). Faktor intern
Terdiri dari faktor rohaniah meliputi pikiran kehendak,
perasaan fantasi dan sebagainya, dan faktor jasmaniah yang meliputi nagian luar
seperti bentuk kepala, leher, kaki dan bagian dalam seperti jantung, paru-paru
dan sebagainya.
b). Faktor Ekstern
Faktor ini dibedakan atas faktor sosial yang meliputi
keluarga dan sekolah dan faktor non sosial yang meliputi organis dan non
organis.[42]
2)
Guru
Seorang guru harus mempunyai kecakapan serta pengetahuan
dasar sedikitnya pada bidang utama:
a)
guru mengenal murid yang telah dipercayakan meliputi
sifat, kebutuhan, minat dan kemampuan
b)
guru harus memiliki kecakapan memberikan bimbingan
c)
guru memiliki dasar pengetahuan yang luas sesuai dengan
perkembangan anak
d)
guru mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan.[43]
Faktor penghambatnya adalah:
a)
kesulitan melayani setiap perbedaan individual dari
murid
b)
kesulitan menentukan metode mengajar yang tepat
c)
kesulitan untukmenanamkan motivasi pada anak
d)
kesulitan membimbing kegiatan belajar anak
e)
kesulitan menentukan materi yang cocok
f)
kesulitan memperoleh bahan, materi dan alat pengajaran
g)
kesulitan mengadakan evaluasi
h)
kesulitan mengatur waktu untuk melaksanakan kegiatan
yang direncanakan.[44]
3)
Rumah Tangga
Rumah tangga adalah sarana pendidikan yang pertama bagi
anak. Disana anak belajar mempergunakan semua anggota badannya, melakukan
gerakan jasmani dan mendapatkan banyak kebiasaan dan pembiasaan. Di sana pula
anak belajar berbicara, memahami cara bersikap, memahami kalimat dan bertingkah
laku antar anggota keluarga.
a)
Di antara anggota keluarga hubungan sosial antar
masing-masing individu dengan segala hak dan kewajibannya. Bila anak belajar
dalam rumah tangga yang baik maka akan semakin baik di sekolah, sebaliknya jika
anak belajar dalam rumah tangga yang tidak baik maka akan mengganggu yang
lainnya, karena sekolah hanyalah sarana pelengkap bagi pendidikan di rumah
tangga.[45]
4)
Alat-alat Pendidikan
Alat pendidikan meliputi 3 tingkat, yaitu:
a)
Tingkat pengalaman riil yaitu segenap media yang ada di
dalam dunia kehidupan sehari-hari
b)
Tingkat pengalaman buatan yaitu segenap media yang
sengaja diciptakan untuk mendekatkan pada pengalaman riil
c)
Tingkat pengalaman verbal, dimana bahasa sebagai alat
utama baik tertulis maupun lisan.[46]
2.
Tinjauan Tentang Anak Usia Pra Sekolah
a. Pengertian
anak usia pra sekolah
Dalam hal ini, penulis memberi batasan pengertian anak
usia pra sekolah yaitu anak usia 5 sampai 6 tahun. Tetapi untuk lebih jelasnya
dalam memahami maksud penulis maka ada baiknya kita tinjau pengertian ini
secara umum.
Perkembangan anak sejak lahir sampai usia lanjut
mengalami beberapa fase. Ada beberapa metode yang digunakan oleh para ahli
untuk menentukan fase-fase perkembangan, seperti Ki Hajar Dewantoro yang
membagi perkembangan usia berdasarkan hitungan Jawa yaitu: 0,0-8,0 disebut
wiraga, usia 8,0-16,0 disebut wicipta dan usia 16-24disebut wirawa.[47]
Dari pendapat
ahli di atas dapat di simpulkan bahwa para ahli berbeda pendapat dalam memberi
batasan usia anak. Namun demikian dapat diambil kesimpulan juga bahwa anak usia
pra sekolah adalah anak yang belum memasuki usia sekolah.
b.
Perkembangan Agama Pada Anak
Perkmbangan agama pada anak sangat ditentukan oleh
pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya terutama pada masa pertumbuhannya
yang pertama dari umur 0-12 tahun.[48]
Perkembangan keagamaan mempunyai arti penting dalam kehidupan keagamaan pada
anak baik pada masanya maupun masa selanjutnya. Seseorang yang pada masa
anaknya tidak mendapat bimbingan agama dan tidak mempunyai pengalaman keagamaan
maka setelah dewasa ia mempunyai kecenderungan sikap yang negatif terhadap
agama.
Oleh karena itu diperlukan penanaman nilai keagamaan
yang meliputi keimanan, ibadah dan akhlak yang berlangsung sejak dini supaya
terbentuk pribadi yang kuat berpegang teguh pada nilai-nilai keagamaan dan
mengakar kuat sepanjang hidupnya.hal ini terjadi karena pada masa tersebut anak
akan menerima apa saja yang dilakukan, dikatakan dan diperdengarkan pada mereka
oleh orang tua dan orang di sekelilingnya sebab ia belum mempunyai konsep untuk
menolaknya.
Untuk membuat anak-anak mengerti tentang agama, konsep
keagamaan harus diajarkan dengan bahasa sehari-hari sehingga akan menjadi
konkret dan realistis. Sepanjang masa anak-anak kepercayaan dan pemahaman
masing-masing anak berbeda dan sangat berfariasi, karena dibangun atas dasar
konsep pendidikan dan pengalaman yang berbeda pula.[49]
Pada masa selanjutnya nilai-nilai tersebut akan
terbentuk menjadi kata hati yang pada usia selanjutnya akan menjadi dasar dan
pegangan terhadap nilai-nilai dan pengaruh yang datang padanya.
Selain hal tersebut, informasi keagamaan yang tererap
melalui cerita-cerita atau nyanyian-nyanyian yang didengarnya akan menambah
kekayaan pengalaman keagamaan anak. Fase ini adalah fase berkembangnya daya
fantasi secara luar biasa. Teladan dalam bentuk cerita atau cerita-cerita nabi
akan bermain bebas dalam fantasi anak dan memberikan bekas yang sangat berperan
dalam perkembangan religiusitas selanjutnya.
H. Metode Penelitian
Adapun
metode penelitian yang penulis gunakan ini adalah sebagai berikut:
1. Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek penelitian adalah orang yang dapat memberikan
informasi atau sering disebut dengan key person yang berarti sumber
informasi.[50] Subyek
penelitian dalam hal ini adalah ustadzah, pengurus, dan anak-anak usia pra
sekolah Taman Kanak-Kanak Aisyiyah. Adapun obyek penelitiannya yaitu Penanaman
Nilai-Nilai Keagamaan yang meliputi: keimanan, ibadah dan akhlak yang
dilaksanakan oleh Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Glesungrejo Baturetno Wonogiri.
Metode penelitian ini termasuk dalam penelitian kasus yang penelitiannya sempit[51]
yaitu penanaman nilai keagamaan pada anak usia pra sekolah.
2. Metode Pengumpulan Data
a.
Interview
Metode interview merupakan metode pengumpulan data
dengan tatap muka secara langsung antara penulis dengan subyek penelitian,
Sudijono berpendapat bahwa wawancara merupakan cara menghimpun bahan keterangan
yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab secara langsung sepihak,
berhadapan muka dan dengan arah dan tujuan yang telah ditentukan.[52]
Dalam hal ini penulis menggunakan metode wawancara bebas
terpimpin[53] artinya
memberi pertanyaan menurut keinginan peneliti tetapi masih berpedoman pada
ketentuan atau garis-garis yang menjadi pengontrol relevan atau tidaknya isi
interview tersebut. Metode ini digunakan untuk memperjelas data tertulis
tentang obyek penelitian yaitu penanaman nilai keagamaan pada anak usia pra
sekolah.
b.
Metode observasi
Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan
cara melakukan pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena
yang diselidiki.[54] Dalam
hal ini penulis tidak ambil bagian dalam proses penanaman nilai keagamaan
tetapi mengamati dan menyaksikan kegiatan para pengasuh/pembimbing dan
anak-anak Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Glesungrejo Baturetno Wonogiri.
c.
Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode yang penyelidikannya
ditujukan padapenjelasan apa yang telah lalu melalui sumber dokumentasi. Dalam
penelitian ini metode dokumentasi dipergunakan untuk memperoleh dan mencatat
data secara langsung tertang letak geografis, keadaan pengasuh, struktur
organisasi, buku induk dan data administrasi lainnya.
3. Metode Analisa Data
Setelah data terkumpul selanjutnya penulis mengadakan analisa
terhadap data tersebut. Dalam menganalisa data tersebut penulis menggunakan
analisa deskriptif kualitatif yaitu sebuah analisa dengan memberikan predikat
pada variabel yang diteliti sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.[55]
Hasil dari pengolahan dan analisa data, kemudian digunakan
oleh penulis sebagai dasar untuk menarik kesimpulan terhadap masalah yang
diteliti. Dalam menarik kesimpulan, penulis menggunakan cara berpikir induktif
yaitu cara berfikir seseorang berdasarkan fakta-fakta yang khusus, peristiwa
yang konkrit menuju pada kesimpulan yang bersifat umum.
I. Sistematika Pembahasan
Dalam penyusunan skripsi ini terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu: bagian awal, bagian utama dan bagian akhir yang secara ringkas
dapat diuraikan sebagai berikut
Bagian awal, memuat tentang bab satu yaitu pendahuluan
yang berisi penegasan istilah judul, latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan dan kegunaan penelitian,telaah pustaka, kerangka teoretik, metode
penelitian dan sistematika pembahasan.
Bagian utama meliputi bab kedua yaitu memuat tentang gambaran umum tentang Taman Kanak-Kanak Aisyiyah yang terdiri dari: letak geografis, sejarah dan tujuan berdirinya, struktur organisasi, keadaan anak, keadaan pengasuh, serta sarana dan prasarana. Bab ketiga menguraikan dan membahas proses penanaman nilai-nilai keagamaan pada anak usia pra sekolah di Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Glesungrejo Baturetno Wonogiri yang meliputi penanaman nilai keimanan, penanaman nilai ibadah, penanaman nilai akhlak, teknik evaluasi hasil belajar, faktor pendukung dan penghambat, serta upaya pemecahannya.
Bagian utama meliputi bab kedua yaitu memuat tentang gambaran umum tentang Taman Kanak-Kanak Aisyiyah yang terdiri dari: letak geografis, sejarah dan tujuan berdirinya, struktur organisasi, keadaan anak, keadaan pengasuh, serta sarana dan prasarana. Bab ketiga menguraikan dan membahas proses penanaman nilai-nilai keagamaan pada anak usia pra sekolah di Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Glesungrejo Baturetno Wonogiri yang meliputi penanaman nilai keimanan, penanaman nilai ibadah, penanaman nilai akhlak, teknik evaluasi hasil belajar, faktor pendukung dan penghambat, serta upaya pemecahannya.
Bagian akhir meliputi bab keempat yang memuat tentang kesimpulan, saran-saran dan diakhiri penutp.
1
Tim Penyusun Kamus Ps
1 Pusat pembinaan Bahasa
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1990),
hlm. 895.
2 Ibid, hlm. 69.
3 Ibid, hlm. 10.
4 Mursal, Kamus Jiwa
dan Pendidikan, (Bandung: Al-Ma’arif,1976), hlm.92.
5 Syamsu Ma’arif, Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Rosda,2000), hlm. 162.
6 Direktorat Jendral
kelembagaan Agama Islam, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2002), hlm. 7.
7 Anisa Hidayati, Anak
Saleh ( Tanamkan Iman Sejak Dini), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,1990),
hlm.v
8 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar
Stategi Dakwah Islam, (Surabaya; Al-Ikhlas,t.t.), hlm.157.
9 Muhammad
Nur Syams, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila,
(Surabaya: Usaha Nasional,1986), hlm.133.
10 Ibid,
hlm.133
[11]
Pusat Pembinaan Bahasa Debdikbud, Op.Cit., hlm. 615.
[12]
Sulaiman MI, Manusia Religi dan Pendidikan, (Jakarta: Dirjen PT PPLTP,
1988), hlm. 161.
[13]
Noeng Muhajir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial; Suatu Teori Pendidikan,
(Yogyakarta: Rake Sarasih, 1987), hlm.144.
[14]
Muhaimin, Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan
Kerangka Dasar Operasional, (Bandung: PT Tri Genda Karya, 1993), hlm.111.
[15]
Muhammad Tolhah Hasan, Prospek Islam dalam Menghadapi Tantangan Zaman,
(Jakarta: Bangun Prakarya, 1986), hlm.57.
[16]
Muhammad Zein, Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: AK Group dan
Indra Buana, 1990), hlm. 186.
[17]
Sidi Gizalba, Masyarakat Islam, Pengantar Sosiologi dan Sosiografi I,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1976),hlm. 254.
[18]
Depag RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Semarang: PT Tanjung Masyarakat
Inti, 1992), hlm. 778.
[19] Ibid,
hlm. 950.
[20]
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tarjamah Tafsir al-Maraghi, Drs. Herry Nur
Aly, K. Anshori Umar Sitanggal dan Bahron LC. Pent., (Semarang: CV Toha Putera,
1989), hlm. 283.
[21]
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid
II, (Surabaya: Bina Ilmu, t.t.), hlm. 159.
[22]
Moh. Rifa'Islam, 300 Hadits Bekal Dakwah dan Pembinaan Pribadi Muslim,
(Semarang: Wicaksono, 1980), hlm. 123.
[23]
Abdullah Nasikh Ulwan, Pedoman Mendidik Anak dalam Islam, (Semarang:
Asyifa, 1991),hlm. 320.
[24]
UUD 1945, P4, GBHN, (Tap MPR No.2/MPR/1993), hlm. 30.
[25] Ibid,
hlm. 37.
[26]
Ketetapan MPR RI tgl 1-3-1988.
[27]
Muh. Zein, Op.Cit., hlm.32.
[28]
Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997),
hlm. 5.
[29]
Sutari Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan Islam dan Metode, (Yogyakarta:
Andi Offset, 1998), hlm. 73.
[30]
Fuad Ihsan, Op.Cit., hlm. 8.
[31]
Asmuni Syukir, Op.Cit., hlm.47.
[32]
Depag RI, Op.Cit., hlm.645.
[33]
Abdullah Nasikh Ulwan, Op.Cit., hlm. 197.
[34]
EB Hurlock, Psikologi Perkembangan Anak, terjemah oleh Met Meita Sari,
(Jakarta: Erlangga, 1995), hlm. 320.
[35]
YBU Mangun Wijaya, Menumbuhkan Sikap Religius Pada Anak, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama,1991), hlm.xi.
[36]
Abdullah Nasikh Ulwan, Op.Cit., hlm.53.
[37] Ibid,
hlm.49.
[38]
Depag RI, Op.Cit., hlm.645.
[39]
Abdullah Nasikh Ulwan, Op.Cit., hlm.126.
[40]
Fuad Ihsan, Op.Cit., hlm. 10.
[41]
Sutari Imam Barnadib, Op.Cit., hlm. 118.
[42]
Abu Bakar Muhammad, Pedoman Pendidikan dan Pengajaran, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1991), hlm. 47.
[43]
Winarno Surahmat, Metodologi Pengajaran Nasional, (Jakarta: Jemmars,
1979), hlm.47.
[44] Ibid,
hlm. 48.
[45]
Winarno Surahmat, Op.Cit., hlm. 60.
[46] Ibid,
hlm. 64.
[47]
Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, Psikologi Perkembangan, (Semarang:
IKIP Semarang Press, t.t.), hlm. 37.
[48]
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997),
hlm.72.
[49]
Zakiah Daradjat, Op.Cit., hlm. 75.
[50]
Tatang M Amirin, Menyusun rencana Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada,2000), hlm. 183.
[51]
Mawardi Bahtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta:Logos,
1997),hlm. 82.
[52]
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1996), hlm. 183.
[53]
Suharsimi Ari Kunto, Prosedur Penelitian; Suatu Praktek, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1990), hlm. 127.
[54]
Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid II, (Yogyakarta: Andi Offset,
1994), hlm. 136.
[55]
Suharsimi Ari Kunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta,
1990),hlm. 353.