Senin, 03 Juni 2013
SKRIPSI LENGKAP FULL UPAH PEKERJA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia perlu memenuhi kebutuhan hidup untuk kelangsungan hidupnya di dunia. Untuk itu manusia perlu bekerja, sebab dengan bekerja manusia akan memanusiakan dirinya sebagai makhluk Allah yang paling sempurna dari seluruh ciptaanNya.
صلى
Di antara ayat al-Qur’an yang memberi implikasi perlunya sikap dan etos kerja yang dinamis aktif mencari peluang turunnya rizqi adalah :
هو الذى جعل لكم الارض ذلولا فامشوا فى مناكبها وكلوا من رزقه وإليه النشور[1]
Ayat tersebut berimplikasi bahwa rizqi yang disediakan oleh Allah harus dicari oleh manusia secara aktif dengan jalan bertebaran kesana-sini di segala penjuru. Ayat tersebut juga memberi makna secara tidak langsung bahwa prinsip hidup yang sifatnya status quo, “makan tidak makan asalkan kumpul” tidak sejalan dengan ajaran Islam.[2]
1
Apabila bekerja itu adalah fitrah manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang enggan bekerja, malas dan tidak mau mendayagunakan seluruh potensi diri untuk menyatakan keimanan dalam bentuk amal kreatif, sesungguhnya dia itu melawan fitrah dirinya sendiri, menurunkan derajat identitas dirinya sebagai manusia, untuk kemudian runtuh dalam kedudukan yang lebih hina dari binatang.[3]
Salah satu bentuk muamalat yang terjadi adalah kerjasama antara manusia, di satu pihak sebagai penyedia jasa manfaat/tenaga yang disebut buruh atau dalam hal ini kuli bangunan, dengan manusia di pihak lain yang menyediakan pekerjaan disebut majikan, untuk melaksanakan satu kegiatan produksi dengan ketentuan pihak pekerja akan mendapatkan kompensasi berupa balasan atau upah. Kerjasama ini dalam literatur fiqh disebut dengan akad ijarah al-a’mal yaitu sewa menyewa jasa tenaga manusia.[4]
Sebenarnya istilah buruh atau pekerja dan perusahaan atau majikan yang berkonotasi pada perbedaan kelas tidak dikenal dalam istilah Islam, karena pekerja dan majikan sama-sama mempunyai hak dan kewajiban yang harus mereka terima dan mereka penuhi. Salah satu contohnya adalah ketika sebuah keluarga memerlukan tempat tinggal untuk berlindung dari hujan dan sengatan sinar matahari. Untuk membangun sebuah tempat tinggal, dibutuhkan kuli bangunan untuk membangun rumah tersebut. Para kuli tersebut ada yang bekerja dengan upah harian dan ada juga dengan upah borongan, tergantung pada orang yang mempekerjakan mereka. Kualitas pekerjaan para kuli bangunan dalam suatu proyek sangat mempengaruhi hasil akhirnya. Oleh karena itu semangat dan kualitas kerja kuli bangunan sangat dibutuhkan. Berdasarkan observasi langsung yang pernah saya lakukan, ada kalanya saat diberi upah harian, beberapa kuli bangunan bekerja dengan sangat teliti dan rapi, tetapi juga memanfaatkannya dengan memperlambat pekerjaan sehingga menghabiskan banyak waktu yang tidak efektif dan boros biaya bagi orang yang mempekerjakannya. Jika ini yang terjadi maka akan terasa tidak adil bagi orang yang mempekerjakannya.
Pada upah borongan, beberapa kuli bangunan bekerja cenderung lebih cepat karena upah yang diberikan berdasar ukuran luas bangunan yang dikerjakan sehingga ada beberapa kuli yang hanya mementingkan kecepatan kerja dan tidak memperhatikan kualitas hasil pekerjaannya dengan tujuan mendapatkan upah dalam waktu sesingkat mungkin sehingga hasilnya benar-benar tidak memuaskan bagi pihak yang mempekerjakannya.
Penyusun memilih Desa Bendungan sebagai wilayah penelitian karena cukup banyak masyarakat yang berprofesi sebagai kuli bangunan. Dalam bekerja dengan upah harian, di Desa Bendungan upahnya berkisar antara Rp. 15.000,00-Rp. 25.000,00 dari pukul 08.00-16.00. Sesampai di tempat kerja, seorang kuli tidak langsung bekerja akan tetapi minum kopi dan makan cemilan terlebih dahulu sambil merokok yang waktunya tidak ada patokannya, lalu adzan Dzuhur berhenti untuk makan siang dan solat yang kadang dilakukan di rumah sendiri sehingga ada beberapa kuli yang datangnya kembali agak lambat. Pukul 4 sore makan lagi lalu pulang. Pada upah borongan upahnya sekitar Rp.30.000,00 dengan jam kerja sama pada upah harian tetapi tidak diberi makan, sedangkan jika bekerja dalam proyek upahnya Rp.15.000,00-Rp.18.000,00 untuk laden[5] dan Rp.20.000,00-25.000 untuk tukang.[6] Melihat kenyataan tersebut sepertinya banyak waktu yang tersita untuk makan dan beristirahat. Disini penyusun hanya akan meneliti upah harian dan upah borongan kuli bangunan yang bekerja di rumahan, bukan di suatu proyek yang tentunya akan semakin banyak karakteristik kuli bangunan dan tingkatan-tingkatan upahnya. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti seperti apa nilai keadilan terhadap upah harian dan upah borongan kuli bangunan di Desa Bendungan Kecamatan Wates Kabupaten Kulon Progo.
B. Pokok Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mencoba memberikan pokok-pokok masalah sebagai berikut :
Bagaimana pelaksanaan pemberian upah harian dan upah borongan kuli bangunan di Desa Bendungan Kecamatan Wates Kabupaten Kulon Progo?
Apakah nilai keadilan sudah tercapai dalam sistem pengupahan dan kerjasama antara kuli bangunan dengan orang yang mempekerjakannya?
C. Tujuan dan Kegunaan
Dengan melihat pokok permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
Mendeskripsikan bagaimana upah harian dan upah borongan kerja kuli bangunan di Desa Bendungan Kecamatan Wates Kabupaten Kulon Progo.
Memberikan preskripsi dan analisis tentang ketentuan-ketentuan hukum Islam mengenai nilai keadilan terhadap upah harian dan borongan serta dalam kerjasama antara kuli bangunan dengan orang yang mempekerjakannya di Desa Bendungan Kecamatan Wates Kabupaten Kulon Progo.
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
Secara ilmiah penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu syari’ah pada umumnya serta menjadi rujukan penelitian berikutnya tentang nilai keadilan terhadap upah harian dan upah borongan kuli bangunan.
Sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat Desa Bendungan untuk menentukan kebijakan dalam pemberian upah kepada kuli bangunan ketika mempekerjakan kuli bangunan tersebut.
D. Telaah Pustaka
Pembahasan tentang upah kerja sudah cukup banyak dibicarakan ataupun dibahas, baik berupa skripsi ataupun buku-buku umum. Disini penyusun berusaha melakukan penelitian ini dengan mengacu pada hasil penelitian sebelumnya yang sedikit banyak memberikan masukan meskipun objek penelitiannya berbeda.
Penelitian dalam bentuk skripsi yang pernah penyusun jumpai yang berkaitan dengan upah adalah “ Sistem Pemberian Upah Pegawai PT. Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera “Bringin Life” Dalam Tinjauan Hukum Islam” oleh Agus Tri Hendra Jatmika pada tahun 1998. Dalam skripsinya Agus mengatakan bahwa ada beberapa karyawan yang mempunyai tanggung jawab atau jabatan yang sama dan mempunyai tingkat pendidikan yang sama pula, tetapi jumlah upah yang diterima tidak sama. Begitu pula pada karyawan organik dan non organik (mitra kerja) jumlah upahnya tidak sama.[7]
Skripsi lain yang berjudul “ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Upah Pekerja Borongan di PT. Gudang Garam Kediri “ oleh Asrori di tahun 1997 meneliti tentang upah pekerja borongan berdasarkan UMR Tahun 1997 dan syari’at hukum Islam serta apakah upah yang diberikan sudah mampu mensejahterakan pekerjanya dan meningkatkan produktivitas kerja mereka.[8]
Skripsi yang berjudul “ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Pembayaran Upah Bagi Pengrajin Tas Anyam Di Desa Sukoreno Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo “ oleh Muhammad Latief Fakhruddin tahun 1998 menemukan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam hubungan antara pengusaha dan pengrajin yaitu tidak adanya akad tertulis yang dapat membawa keuntungan kepada kedua belah pihak, karena dengan adanya akad tertulis akan membawa kepastian dan posisi yang jelas tentang hubungan antara pengusaha dan pengrajin.[9]
Skripsi yang ditulis oleh Muh. Nadzief pada tahun 1999 dengan judul “ Penerapan Keadilan Islam Terhadap Sistem Upah di Desa Pekajangan Kabupaten Pekalongan ( Studi Kasus Pada Rumah Industri Tenun Palekat ) “ menyimpulkan bahwa upah bagi pekerja borongan telah memenuhi kriteria keadilan Islam dan sesuai dengan UMR Kabupaten Pekalongan Tahun 1999.[10] Ada lagi yang berjudul “ Campur Tangan Negara Dalam Menentukan Upah Kerja ( Studi Atas Pandangan Ahmad Azhar Basyir) “ oleh M. Abdurochman pada tahun 2002, Ahmad Azhar Basyir mengatakan bahwa pengaturan hukum Allah SWT yang berkaitan dengan upah kerja hanya bersifat implisit atau tersirat saja dalam nash, maka perlu adanya penjelasan lebih spesifik yang sesuai dengan syari’at Islam tentang upah kerja dimana campur tangan Negara menjadi sesuatu yang tidak bisa dilepaskan di dalamnya.[11]
Dari karya-karya tulis skripsi yang ada, setelah penyusun mengamati dan menelusurinya, rata-rata meneliti tentang sistem pemberian upahnya ditinjau dari hukum Islam, sedangkan skripsi yang penyusun tulis merupakan studi nilai keadilan terhadap upah harian dan upah borongan kuli bangunan yang dilihat dari berbagai aspek. Oleh karena itu riset ini bukan merupakan duplikasi (penjiplakan) ataupun repetisi (pengulangan) dari riset-riset sebelumnya.
E. Kerangka Teoretik
Pada masa sekarang ini, sesuatu yang tidak mungkin hidup tanpa bekerja, saling membantu dan bekerja sama. Islam memperbolehkan seseorang untuk mengontrak tenaga para pekerja atau buruh, agar mereka bekerja untuk orang tersebut.
Untuk mengontrak tenaga seseorang (ajir) terlebih dahulu harus ditentukan mengenai bentuk kerjanya, waktu, upah serta tenaganya. Oleh karena itu, jenis usahanya harus dijelaskan sehingga tidak kabur, waktu pembayaran upahnya juga harus ditentukan, semisal harian, bulanan atau tahunan, dan juga mengenai jenis upah kerjanya harus ditetapkan.[12] Hal tersebut dilakukan agar tercipta nilai keadilan bagi kedua belah pihak.
Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia yang umumnya diakui di semua tempat di dunia ini. Apabila keadilan itu kemudian dikukuhkan ke dalam institusi yang namanya hukum maka institusi hukum itu harus mampu untuk menjadi saluran agar keadilan itu dapat diselenggarakan secara seksama dalam masyarakat.[13] Keadilan terkait dengan banyak aspek kehidupan, diantaranya aspek ekonomi, politik, moral dan hukum. Dalam Islam, prinsip keadilan dapat ditinjau dari dua sisi yaitu bagaimana al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam memberi penjelasan tentang keadilan, dan bagaimana keadilan tersebut muncul sebagai suatu refleksi pemahaman terhadap ajaran Islam, khususnya pada awal pertumbuhan Islam. Adil secara bahasa mempunyai dua arti, yaitu tidak berat sebelah (memihak) dan sepatutnya; tidak sewenang-wenang.[14]
Keadilan dalam komunisme adalah persamaan imbalan tanpa ada perbedaan sedikitpun dalam segi-segi ekonomis, sekalipun ia harus berbenturan dengan kemampuan kerja yang dimiliki individu. Sedangkan menurut pandangan Islam, keadilan adalah persamaan kemanusiaan yang memperhatikan pula keadilan pada semua nilai yang mencakup segi-segi ekonomi yang luas. Dalam pengertian yang lebih dalam berarti pemberian kesempatan sepenuhnya kepada individu, lalu membiarkan mereka melakukan pekerjaan dan memperoleh imbalan dalam batas-batas yang tidak bertentangan dengan tujuan hidup yang mulia.[15]
ج
Di antara nilai-nilai kemanusiaan yang asasi yang dibawa oleh Islam dan dijadikan sebagai pilar kehidupan pribadi, rumah tangga dan masyarakat adalah "Keadilan." Sehingga Al Qur'an menjadikan keadilan di antara manusia itu sebagai hadaf (tuluan) risalah langit, sebagaimana firman Allah s.w.t.:
لقد أرسلنا رسلنا بالبينت وأنزلنا معهم الكتب والميزان ليقوم الناس بالقسط [16]
Tiada penekanan akan nilai keadilan yang lebih besar dari pada perkara ini (bahwa Allah mengutus para rasul-Nya dan menurunkan Kitab-Nya) untuk mewujudkan keadilan. Maka dengan atas nama keadilan kitab-kitab diturunkan dan para Rasul diutus. Dengan keadilan ini pula tegaklah kehidupan langit dan bumi. Dan yang dimaksud dengan keadilan adalah hendaknya kita memberikan kepada segala yang berhak akan haknya, baik secara pribadi atau secara berjamaah, atau secara nilai apapun, tanpa melebihi atau mengurangi, sehingga tidak sampai mengurangi haknya dan tidak pula menyelewengkan hak orang lain. Allah SWT berfirman: "Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu."[17]
والسماء رفعها ووضع الميزان. ألا تطغوا فى الميزان. وأقيموا الوزن بالقسط ولا تخسروا الميزان[18]
Keadilan dalam Islam bukanlah prinsip nomor dua, melainkan asas prinsip. Keadilan diterapkan pada semua ajaran Islam dan peraturan-peraturan, baik aqidah, syari’ah atau etika.[19]
Ketika Allah mewajibkan tiga perkara, maka yang pertama adalah keadilan. Adil menurut bahasa berarti tidak berat sebelah, tidak memihak, keadilan sifat (perbuatan, kelakuan yang adil).[20]
Di antara jelasnya bentuk keadilan adalah sebagaimana yang ditegaskan Islam yang dalam istilah sekarang disebut "Keadilan Sosial" yang berarti keadilan dalam membagi kekayaan (negara) dan membuka berbagai kesempatan yang memadai untuk anak-anak umat Islam, umat yang satu, dan memberi kepada orang-orang yang bekerja buah amalnya (upahnya) dari jerih payah mereka, tanpa dicuri oleh orang-orang yang berkemampuan dan orang-orang yang mempunyai pengaruh. Mendekatkan sisi-sisi perbedaan yang nampak antara individu dan golongan, antara golongan yang satu dengan yang lain, dengan memberikan batas dari monopoli orang-orang kaya di satu sisi dan berusaha untuk meningkatkan pendapatan orang-orang fakir di sisi lain.[21]
صلى
Allah berfirman :
قلى
22
صلى
ج
ياأيها الذين ءامنوا كونوا قوامين لله شهداء بالقسط ولا يجرمنّكم شنئان قوم على الا تعدلوا اعدلوا هو اقرب للتقوى واتقوا الله إن الله خبير بما تعملون
[22] Adil memiliki beberapa makna diantaranya :
1. Adil bermakna jelas dan transparan
Allah berfirman :
يأيها الذين امنوا إذا تداينتم بدين إلى اجل مسمى فاكتبوه[23]
قلى
24
يأيها الذين أمنوا أوفوا بالعقود أحلت لكم بهيمة الانعام إلا ما يتلى عليكم غير محلى الصيد وأنتم حرم قلى إن الله يحكم ما يريد
[24]
Dari dua ayat Al-Qur’an di atas, dapat diketahui bahwa prinsip utama keadilan terletak pada kejelasan aqad (transaksi) dan komitmen melakukannya. Aqad dalam perburuhan adalah aqad yang terjadi antara pekerja dengan pengusaha. Artinya, sebelum pekerja dipekerjakan, harus jelas dahulu bagaimana upah yang akan diterima oleh pekerja. Upah tersebut meliputi besarnya upah dan tata cara pembayaran upah.
2. Adil bermakna proporsional
Allah berfirman dalam beberapa ayat-Nya :
ج
ولكل درجت مما عملوا وليفيهم أعمالهم وهم لا يظلمون[25]
فاليوم لا تظلم نفس شيئا ولا تجزون إلا ماكنتم تعملون[26]
Ayat-ayat ini menegaskan bahwa pekerjaan seseorang akan dibalas menurut berat pekerjaannya itu. Konteks ini yang oleh pakar manajemen Barat diterjemahkan menjadi equal pay for equal job, yang artinya, upah yang sama untuk jenis pekerjaan yang sama. Jika ada dua orang atau lebih mengerjakan pekerjaan yang sama, maka upah mereka mesti sama. Prinsip ini telah menjadi hasil konvensi International Labour Organization (ILO) nomor 100.15. Sistem manajemen penggajian HAY atau yang sering disebut dengan Hay Sistem, telah menerapkan konsep ini. Siapapun pekerja atau karyawannya, apakah tua atau muda, berpendidikan atau tidak, selagi mereka mengerjakan pekerjaan yang sama, maka mereka akan dibayar dengan upah yang sama. Berbicara tentang keadilan seringkali tidak dapat terlepas dari kelayakan, sehingga penulis merasa perlu untuk menjelaskan arti layak dibawah ini.
1. Layak bermakna cukup pangan, sandang, dan papan
Jika adil berbicara tentang kejelasan, transparansi serta proporsionalitas ditinjau dari berat pekerjaannya, maka layak berhubungan dengan besaran yang
diterima. Layak bermakna cukup pangan, sandang, papan.
2. Layak bermakna sesuai dengan pasaran
Layak juga dapat bermakna sesuai dengan pasaran. Allah berfirman :
ولا تبخسوا النّاس أشياءهم ولا تعثوا فى الارض مفسدين [27]
Ayat di atas bermakna bahwa janganlah seseorang merugikan orang lain, dengan cara mengurangi hak-hak yang seharusnya diperolehnya. Dalam pengertian yang lebih jauh, hak-hak dalam upah bermakna bahwa janganlah mempekerjakan upah seseorang, jauh dibawah upah yang biasanya diberikan. Misalnya saja untuk seorang staf administrasi, yang upah perbulannya menurut pasaran adalah Rp 900.000,-. Tetapi di perusahaan tertentu diberi upah Rp 500.000,-. Hal ini berarti mengurangi hak-hak pekerja tersebut. Dengan kata lain, perusahaan tersebut telah memotong hak pegawai tersebut sebanyak Rp 400.000,- perbulan. Jika ini dibiarkan terjadi, maka pengusaha sudah tidak berbuat layak bagi si pekerja tersebut.[28]
ج
Berkaitan dengan upah, belum ada nash yang menjelaskannya. Oleh sebab itu masalah tersebut dikategorikan dalam masalah ijtihad. Firman Allah SWT :
إنّآ أنزلنا إليك الكتب بالحق لتحكم بين الناس بما أراك الله [29]
Jadi parameter yang akan digunakan untuk mengukur nilai keadilan dari pelaksanaan pengupahan dan pelaksanaan kerja kuli bangunan di Desa Bendungan Kecamatan Wates adalah berupa pokok-pokok dari beberapa pengertian keadilan yang telah diuraikan diatas, yaitu :
1. Keseimbangan dan kesesuaian.
2. Persamaan kepada orang-orang yang memiliki hak sama ( kemampuan, tugas dan fungsi sama) dan perbedaan terhadap orang-orang yang memiliki hak berbeda.
3. Pemenuhan hak kepada tiap orang yang berhak dan pemenuhan kewajiban bagi tiap orang yang memiliki kewajiban.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dari peristiwa nyata di masyarakat dengan objek utama upah harian dan upah borongan kuli bangunan di Desa Bendungan Kecamatan Wates Kabupaten Kulon Progo studi atas nilai keadilan.
2. Penentuan Populasi dan Sampel
Dalam pengambilan sampel tentunya tidak dapat terlepas dari populasi. Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu objek yang merupakan perhatian peneliti. Populasi penelitian penyusun adalah warga Desa Bendungan yang berprofesi sebagai kuli bangunan. Populasinya saat ini berjumlah 129 orang kuli bangunan yang tersebar di 12 dusun.[30] Penyusun akan mengambil acak sampel 2 orang kuli bangunan dan 1 orang yang pernah mempekerjakan mereka di setiap dusunnya. Teknik yang dipakai dalam pengambilan sampel adalah Teknik Cluster Sampling yaitu teknik sampling yang menghendaki adanya kelompok-kelompok dalam pengambilan sampel berdasarkan atas kelompok-kelompok yang ada pada populasi.[31]
3. Pendekatan Penelitian
Dalam menyusun skripsi ini penulis menggunakan pendekatan normatif. Pendekatan normatif adalah meneliti norma yang berlaku dengan mengangkat suatu kasus yaitu mengenai upah harian dan upah borongan kuli bangunan di Desa Bendungan Kecamatan Wates Kulon Progo dan ijtihad hukumnya berdasarkan pada teks al-Qur’an, Hadits dan karya ilmiah para ulama.
4. Teknik Pengambilan Data
a. Observasi langsung
Secara umum pengertian observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang diadakan dengan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan sasaran penelitian. Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang situasi dan kondisi di lingkungan kerja kuli bangunan. Penyusun menggunakan metode observasi non partisipan dimana penyusun tidak terlibat di dalamnya. Dalam hal ini menggunakan alat bantu berupa pencatatan secara ringkas terhadap situasi dan kondisi yang dianggap penting dan relevan dengan pokok-pokok penelitian.
b. Angket
Penyusun juga menggunakan metode angket yaitu suatu daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan mengenai profil responden, sikap atau tanggapan kuli bangunan terhadap upah yang diberikan dan tanggapan orang yang pernah mempekerjakan kuli bangunan tersebut mengenai sikap kerja dan hasil pekerjaan kuli bangunan dan hal lain yang berkaitan dengan pekerjaan kuli bangunan. Adapun angket yang digunakan adalah angket terbuka, yaitu item pada angket tidak disertai pilihan jawaban, sehingga responden bebas memberikan jawaban yang dinilai paling sesuai. Angket ini akan diberikan langsung kepada responden, apabila responden buta huruf maka teknik pengambilan data yang dipakai adalah wawancara.
c. Interview
Interview atau wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka, mendengarkan secara langsung informasi-informasi yang akan digali. Metode ini digunakan dalam rangka memperoleh informasi yang berkaitan dengan pokok penelitian yakni tentang upah harian dan upah borongan kuli bangunan, juga data lain yang berhubungan dengan masalah penelitian. Teknik wawancara yang akan dipakai adalah wawancara terpimpin (guided interview), yaitu bentuk wawancara yang berpijak pada pedoman wawancara terstruktur dan hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Pihak yang akan diwawancarai meliputi beberapa kuli bangunan dan pihak-pihak yang pernah mempekerjakan mereka yakni penduduk yang bukan kontraktor di Desa Bendungan Kecamatan Wates Kabupaten Kulon Progo untuk menggali informasi mengenai upah kerja kuli bangunan.
d. Dokumen
Teknik dokumentasi ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil, hukum-hukum dan lainnya yang berhubungan dengan masalah upah kuli bangunan dan nilai-nilai keadilan dalam Islam.
5. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik yaitu menggambarkan pelaksanaan kerja dan nilai keadilan upah harian dan borongan kuli bangunan. Penelitian ini menggambarkan secara jelas dan cermat hal-hal yang dipersoalkan. Analitik adalah kegiatan untuk selalu menimbang-nimbang permasalahan yang dihadapi.
6. Analisis Data
Untuk menganalisis data, penyusun menggunakan metode kualitatif dengan teknik deduktif. Deduktif yaitu ketika pembahasan konsep keadilan yang berlaku secara umum dari perspektif fiqih muamalat kemudian dikhususkan dalam upah harian dan upah borongan kuli bangunan.
G. Sistematika Pembahasan
Agar diperoleh bentuk tulisan yang baik, mudah dipahami dan dimengerti, maka secara kronologis pembahasannya dibagi dalam bab-bab dan tiap bab terbagi dalam sub bab. Adapun sistematika pembahasannya adalah pendahuluan, pembahasan, dan penutup.
Bab pertama menguraikan tentang pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, pokok masalah, tujuan dan kegunaan, telaah pustaka, kerangka teoretik, metode penelitian dan sistematika pembahasan untuk mengarahkan para pembaca kepada substansi penelitian ini.
Pembahasan meliputi bab 1, bab 2 dan bab 3. Bab kedua akan membahas tentang gambaran umum mengenai upah dan keadilan yang meliputi upah dalam pandangan fuqaha dan Undang-Undang, dan gambaran umum keadilan yang nantinya akan digunakan sebagai bahan untuk menganalisis permasalahan di bab empat.
Dilanjutkan dengan bab ketiga yang meliputi gambaran sekilas Desa Bendungan dan pelaksanaan upah harian dan upah borongan di Desa Bendungan, Kecamatan Wates yang merupakan hasil pengumpulan data untuk dibandingkan dengan hukum Islam dan nilai keadilan yang diuraikan di bab dua tadi
Kemudian bab keempat merupakan pokok tulisan ini yaitu studi nilai keadilan terhadap upah harian dan upah borongan kuli bangunan di Desa Bendungan Kecamatan Wates Kabupaten Kulon Progo yang meliputi keadilan dari segi pengupahan dan keadilan dari segi pelaksanaan kerja.
Bab kelima merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari bab sebelumnya dan akan diberikan saran-saran .
[1] Al-Mulk (67) : 15
[2] Azhar Arsyad, Teologi Manajemen, Disertasi tidak diterbitkan, (Jakarta: Program Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, 1999), hlm. 10.
[3] Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim ( Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf, 1994), hlm. 25.
[4] ‘Abd ar-Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala Mazahib al-Arba’ah, (Mesir, Maktabah Tijariyah Kubra, t.t.), III : 96.
[5] Laden adalah orang yang tugasnya hanya membantu mencampur semen dengan pasir atau di Desa Bendungan disebut ngaduk semen yang tidak memiliki keahlian khusus dalam hal pertukangan.
[6] Wawancara dengan ibu Haryati (istri kuli bangunan) pada tanggal 13 Mei 2006.
[7] Agus Tri Hendra Jatmika, Sistem Pemberian Upah Pegawai PT. Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera “Bringin Life” Dalam Tinjauan Hukum Islam, Skripsi tidak diterbitkan, Yogyakarta: Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1998.
[8] Asrori, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Upah Pekerja Borongan di PT. Gudang Garam Kediri, Skripsi tidak diterbitkan, Yogyakarta: Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1997.
[9] Muhammad Latief Fakhruddin, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Pembayaran Upah Bagi Pengrajin Tas Anyam Di Desa Sukoreno Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo, Skripsi tidak diterbitkan, Yogyakarta: Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1998.
[10] Muh. Nadzief, Penerapan Keadilan Islam Terhadap Sistem Upah di Desa Pekajangan Kabupaten Pekalongan ( Studi Kasus Pada Rumah Industri Tenun Palekat ), Skripsi tidak diterbitkan, Yogyakarta: Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1999.
[11] M. Abdurochman, Campur Tangan Negara Dalam Menentukan Upah Kerja ( Studi Atas Pandangan Ahmad Azhar Basyir), Skripsi tidak diterbitkan, Yogyakarta: Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2002.
[12] Taqyuddin An-Nabhani, Membangun Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, diterjemahkan dari judul asli : An-Nidam al-Iqtisadi fi al-Islam oleh Magfur Wachid, cet. ke-4 (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hlm. 84.
[13] Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, cet. ke-4 (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 118.
[14] W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet. ke-6 (Jakarta : Balai Pustaka, 1997), hlm. 16.
[15] Sayyid Qutb, Keadilan Sosial Dalam Islam, alih bahasa Alif Mohammad, cet ke-1 (t.t.p.: Pustaka, 1984), hlm. 37.
[16] Al-Hadid (57) : 25
[17] Chamzawi, Adil (Keadilan) dalam Pandangan Yusuf Qardhawi, WWW.GOOGLE.C0.. ID, akses tanggal 18 Juli 2006.
[18] Ar-Rahman (55) : 7-9
[19] Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta : Gema Insani Press, 1997), hlm. 222.
[20] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta :: Balai Pustaka, 1998), hlm. 7.
[21] Chamzawi, Adil (Keadilan) dalam Pandangan Yusuf Qardhawi, WWW.GOOGLE.C0. ID, akses tanggal 18 Juli 2006.
[22] Al-Maidah (5) : 8
[23] Al-Baqarah (2) : 282
[24] Al-Maidah (5) : 1
[25] Al-Ahqaf (46) : 19
[26] Yasin (36) : 54
[27] Asy-Syu’ara (26) : 183
[28] Hendri Tanjung, Konsep Manajemen Syariah dalam Pengupahan Karyawan Perusahaan, http://www.uika-bogor.ac.id/jur03.htm, akses tanggal 18 Juli 2006.
[29] An-Nisa (4) : 105
[30] Data diperoleh dari kelurahan Desa Bendungan pada tanggal 29 April 2006.
[31] Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm. 117.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar