Senin, 03 Juni 2013

SKRIPSI PSIKOTERAPI ISLAM TERHADAP STRES (Studi Kasus Pada Dua Pasien Di Lembaga Pengobatan Alternatif Anugrah Agung Sewon Bantul Yogyakarta)

BAB I

PSIKOTERAPI ISLAM TERHADAP STRES
(Studi Kasus Pada Dua Pasien Di Lembaga Pengobatan Alternatif
Anugrah Agung Sewon Bantul Yogyakarta)

A. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam mengartikan judul skripsi ini, penulis merasa perlu memberikan penjelasan beberapa istilah yang digunakan dalam skripsi ini.
Adapun judul skripsi yang penulis ajukan adalah: "Psikoterapi Islam Terhadap Stres (Studi Kasus Pada Dua Pasien Di Lembaga Pengobatan Alternatif Anugrah Agung Sewon Bantul Yogyakarta".
Untuk lebih jelasnya, akan diuraikan arti dari masing-masing rangkaian kata sebagai berikut:
a.       Psikoterapi Islam
Dalam perspektif bahasa, kata psikoterapi berasal dari kata "psyche" dan "therapy". Psyche mempunyai arti jiwa atau ruh. Secara etimologis psyche adalah bagian dari diri manusia dari aspek yang lebih bersifat rohaniah dan yang paling tidak lebih banyak menyinggung sisi yang dalam dari eksistensi manusia, ketimbang fisik atau jasmaniahnya. Sedangkan kata therapy adalah pengobatan dan penyembuhan.
1
 
Menurut Lewis R. Wolberg dalam bukunya yang berjudul "The Technique Of Psichotherapy", mengatakan bahwa psikoterapi adalah perawatan dengan menggunakan alat-alat psikologis terhadap permasalahan yang berasal dari kehidupan emosional di mana seorang ahli secara sengaja menciptakan hubungan profesional dengan pasien, yang bertujuan: (1) menghilangkan, mengubah atau menemukan gejala-gejala yang ada, (2) memperantai (perbaikan) pola tingkah laku yang rusak, dan (3) meningkatkan pertumbuhan serta perkembangan kepribadian yang positif.[1]
Psikoterapi Islam adalah proses pengobatan dan penyembuhan suatu penyakit, baik itu mental, spiritual, moral maupun fisik dengan menggunakan ajaran-ajaran Islam sebagai dasar dalam proses penyembuhan suatu penyakit fisik maupun psikis yang bersumber pada Al Qur'an dan As Sunnah.
b. Stres
 Kata stres (stress) dalam kehidupan modern merupakan istilah yang sering didengar, namun sampai sekarang belum ada kata sepakat tentang apa yang dimaksud dengan stres tersebut. Hans Selye pencetus istilah stres memberikan batasan:[2]
"Stress is the non-specific response of the body to any demand made upon it to adapt whether that demand produces pain or plessure."

            Dari kutipan definisi Selye di atas dapat disimak tiga hal; pertama Selye berpendapat bahwa respon tubuh terhadap stres adalah reaksi non-spesifik. Kedua, stres bukan respon psikologis, melainkan respons fisiologik. Ketiga, menurut keyakinan Selye, bukan hanya peristiwa kehidupan yang jelek yang dapat menimbulkan stres, tetapi juga hal yang baik. Jadi menurut pendapat Selye, suatu pernikahan (hal yang menyenangkan) dapat menimbulkan respon fisiologik yang sama dengan suatu peristiwa kematian (sedih).
Adapun yang dimaksud stres dalam penelitian ini adalah sesuatu yang menyebabkan ketidakmampuan tubuh dalam memberikan tanggapan atau respon (jawaban) terhadap berbagai tuntutan, yang apabila tidak segera ditangani akan menyebabkan gangguan pada fisik, yaitu munculnya penyakit psikosomatis dan penyakit kejiwaan (rohani).   
c. Studi Kasus Terhadap Dua Pasien
Studi kasus merupakan penyelidikan mendalam mengenai unit sosial sedemikian rupa sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisasikan dengan baik dan lengkap mengenai unit sosial tersebut.[3]
Dalam hal ini penulis ingin mengungkapkan keadaan dua pasien yang menderita stres yang berkaitan dengan terapi yang diberikan oleh LPA Anugrah Agung dalam penyembuhan dari ketegangan jiwa (stres). Untuk itu penulis selanjutnya akan melakukan eksplorasi terhadap dua pasien yang menderita stres, tentang sejauhmana hasil yang dicapai setelah pasien mendapat terapi yang diberikan oleh LPA Anugrah Agung.
d. Lembaga Pengobatan Alternatif Anugrah Agung
Lembaga Pengobatan Alternatif (LPA) Anugrah Agung ini bertempat di Perumahan Puri Sewon Asri E-1, Jl. Parangtritis Km. 6,5 (Barat Kampus ISI)  Sewon, Bantul, Yogyakarta yang merupakan salah satu lembaga layanan kesehatan yang ada di Yogyakarta dengan menggunakan metode terapi alternatif (meditasi, senam pernafasan dan energi prana) dengan memadukan ajaran Islam (dzikir dan doa) dalam pengobatan berbagai penyakit, baik gangguan fisik maupun psikis. Pengasuh dari LPA Anugrah Agung ini adalah Bpk. Sri Haryanto S. Nugroho yang juga sebagai pengasuh rubrik meditasi kesehatan di tabloid "SENIOR".
Dari batasan-batasan istilah tersebut, maka dapat diambil pengertian dari judul skripsi: "Psikoterapi Islam Terhadap Stres, Studi Pada Dua Pasien LPA Anugrah Agung Sewon Bantul Yogyakarta", adalah sebuah penelitian yang membahas tentang pelaksanaan psikoterapi Islam dalam penanggulangan terhadap stres yang dilakukan oleh LPA Anugrah Agung sehingga hasil dari psikoterapi Islam tersebut akan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada pasien dalam memecahkan persoalan hidupnya, dalam upaya meraih kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, dan Islam selalu dijadikan dasar dalam memperoleh hakekat kebenaran.

B. Latar belakang Masalah

Abad  21 adalah suatu abad yang oleh ilmuan disebut sebagai abad kecemasan. Beberapa gejalanya adalah peperangan antar bangsa, antar suku dan antar negara yang tak henti-hentinya, resesi ekonomi yang melanda banyak negara, ledakan penduduk yang tak terkendali lagi oleh upaya perencanaan keluarga, membanjirnya pengungsi dari negara-negara yang dilanda peperangan yang pada gilirannya menimbulkan problem-problem sosial pada negara yang mereka datangi, pencemaran akibat limbah industri, pergantian berbagai tata nilai yang serba cepat, munculnya berbagai krisis dalam kehidupan pribadi-keluarga-masyarakat, melunturnya tradisi-tradisi dan penghayatan agama sebagai akibat samping kemajuan teknologi-industri-modernisasi, munculnya berbagai macam penyakit yang mengerikan dan sulit disembuhkan.
Berdasarkan fenomena yang ada, maka timbul kegelisahan dan ketidaktentraman dalam masyarakat yang mengakibatkan beban psikologis yang nantinya akan terjadi konflik atau pertentangan dalam batin. Hal ini terungkap dalam berbagai keluhan seperti kegelisahan, serba tidak puas, frustasi, stres, depresi, kehilangan semangat hidup, kemudian muncullah berbagai penyakit psikosomatik dan perilaku yang mencerminkan ketidaktenangan dalam jiwanya. Keadaan seperti ini dinilai mengalami kekusutan mental atau gangguan mental yang berbahaya sehingga memerlukan terapi khusus.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa akibat dari abad kecemasan ini yang mengakibatkan orang stres dan depresi karena tidak diimbangi dengan daya tahan mental dan spiritual yang tangguh. Keimanan yang lemah sangat rentan dan mudah tertimpa kedua keadaan itu. Utamanya adalah kekuatan iman dan ketakwaan pasti akan menghasilkan daya tahan mental yang kokoh dan kuat dalam menghadapi berbagai problematika  kehidupan.
Untuk itu dibutuhkan psikoterapi Islam, yang mana pada dasarnya manusia adalah makhluk religius sehingga psikoterapi Islam  ini sangat diperlukan sebagai upaya penyembuhan jiwa atau ketidakseimbangan jiwa. Sebagaimana (Islam) terbukti memiliki asset yang berarti dalam pembentukan kepribadian manusia. Sebagaimana dikatakan oleh William James, bahwa terapi terbaik bagi keresahan jiwa adalah keimanan kepada Tuhan.[4] Menurut psikoterapi, agama mendapat tempat yang paling menentukan dalam memecahkan atau menyembuhkan gangguan jiwa manusia. Islam juga merasa lebih mempunyai konsep psikoterapi yang jelas, maka Utsman Najati, Hamdani Bakran Adz-Dzaky, dkk menggagas psikoterapi Islam sebagai upaya penyembuhan gangguan jiwa atau ketidakseimbangan jiwa yang sedang dialami orang muslim (masyarakat muslim).
Demikian menjadi jelas bahwa psikoterapi bisa dilakukan dengan pendekatan agama atau pendekatan religius. Hal ini bisa dipahami karena masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang religius dalam istilah yang digunakan oleh Dadang Hawari disebut pendekatan “bio-psiko-sosio-spiritual”, artinya aspek spiritual dapat digunakan dalam proses penyembuhan gangguan-gangguan kejiwaan dan penyakit jiwa.
Melihat fenomena seperti ini, maka muncullah lembaga-lembaga kesehatan terapi yang bertujuan untuk membantu pasien dalam mengatasi ketegangan jiwa, yaitu dengan mengkolaborasikan antara pengobatan alternatif dengan ajaran agama Islam, sehingga dari hasil pengkolaborasian kedua aspek ini, yaitu pengobatan alternatif dan ajaran agama Islam dapat membantu pasien dalam mengatasi segala persoalan hidup dan tentunya pasien dapat hidup sehat kembali, baik itu secara fisik maupun mental.
 Diantara sekian banyak lembaga kesehatan yang ada, salah satunya adalah LPA Anugrah Agung yang merupakan tempat dimana pasien memperoleh pertolongan dalam penyembuhan dari gangguan fisik maupun mental, yaitu dengan memadukan antara pengobatan alternatif (meditasi dan energi prana) dengan ajaran agama Islam. Misalnya, dengan mengucapkan dzikir dan doa dalam setiap metode yang digunakan dalam pengobatan LPA Anugrah Agung, yang diharapkan nantinya pasien dapat lebih sabar dan lebih bertawakal dalam menghadapi, mengatasi dan memecahkan setiap persoalan-persoalan kehidupan dalam upaya meraih kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, dan Islam selalu dijadikan dasar dalam memperoleh hakekat kebenaran, mengingat pada dasarnya manusia adalah makhluk religius.
Dasar yang digunakan LPA Anugrah Agung dalam penyembuhan adalah kalam illahi, yaitu "Bismillah ar Rahman ar Rahim". Dengan konsep ar Rahman ar Rahim (kasih sayang) ini dapat memberikan keyakinan dan sugesti kepada pasien bahwa Allah mencintai segala makhluk ciptaan-Nya. Dengan konsep ar Rahman ar Rahim ini pula, Allah akan memberikan pertolongan kepada hamba-hambanya yang taat  dan yang mau berusaha.[5] Itulah sebabnya kenapa di dalam ajaran agama orang selalu disuruh berfikir dan berkata dalam kebaikan, karena hal tersebut mempengaruhi (mensugesti) diri kita,[6] sehingga kita akan lebih optimis dalam menghadapi segala macam persoalan hidup.
Unsur spiritual dalam psikoterapi ini lebih ditekankan dalam upaya untuk meningkatkan semangat hidup pasien agar tidak merasa cemas dalam menghadapi masalah-masalah hidup yang selalu datang. Untuk itu di LPA Anugrah Agung ingin membantu pasien yang mengalami gangguan fisik maupun mental sehingga pasien dapat hidup sehat dan seimbang. Mental atau jiwa yang sehat menentukan dalam kehidupan seseorang. Hanya jiwa yang sehat yang dapat merasakan kebahagiaan hidup dan dapat menggunakan potensi dirinya semaksimal mungkin, karena jiwa yang sehat adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan dirinya, dengan masyarakat dan dengan lingkungan di mana ia hidup serta mendapat ridlo dari Allah SWT dalam segala gerak dan tingkah laku.
Melihat betapa pentingnya  agama dalam diri manusia, maka penulis akan membahas tentang psikoterapi Islam yang merupakan salah satu metode pengobatan kejiwaan terhadap masyarakat muslim dengan berdasar pada Al Qur'an dan Al Hadits. Ini sangat efektif dalam mengatasi ketegangan dan kegoncangan jiwa, hilangnya makna hidup, cemas dan sebagainya dengan mengaplikasikan dan mensistematisasi praktek-praktek tersebut dalam kerangka ilmiah.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pelaksanaan psikoterapi Islam terhadap dua pasien penderita stres yang dilaksanakan pada LPA Anugrah Agung ?
2.      Bagaimana hasil psikoterapi Islam terhadap dua pasien penderita stres yang dilaksanakan pada LPA Anugrah Agung ?


D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan diadakan penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengetahui pelaksanaan psikoterapi Islam terhadap dua pasien penderita stres di LPA Anugrah Agung.
2.      Untuk mengetahui hasil psikoterapi Islam dalam membantu  menetralisir mentalitas dua pasien yang sedang stres.

E. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang penulis harapkan dari hasil penelitian ini adalah:
1.      Kegunaan secara teoritis
   Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai pengembangan studi keilmuan, khususnya dalam bidang psikoterapi Islam dan dapat memperkaya khasanah pengetahuan ilmu dakwah.
2.  Kegunaan secara praktis
                  Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk meningkatkan terapi yang Islami, khususnya di LPA Anugrah Agung.

F. Kerangka Teoritik
1. Tinjauan Psikoterapi Islam
a.       Pengertian Psikoterapi Islam
Secara harfiah psikoterapi adalah penyembuhan atau pengobatan menurut metode ilmu jiwa, maksudnya adalah cara penyembuhan yang di gunakan adalah berdasarkan metode psikologis (psychological methods).[7]
Untuk itu penulis dapat mengambil pengertian psikoterapi Islam, sesuai dengan hasil rumusan seminar nasional psikoterapi Islam di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, bahwa psikoterapi Islam adalah upaya penyembuhan jiwa (nafs) manusia secara rohaniyah yang di dasarkan pada tuntutan Al Qur’an dan Al Hadits, dengan metode analisis esensial empiris serta ma’rifat terhadap gejala yang tampak pada manusia.[8]
Berdasarkan uraian di atas maka yang di maksud dengan psikoterapi Islam dalam skripsi ini adalah suatu teknik pengobatan jiwa baik secara fisik maupun psikis dengan membangun semua unsur jiwa dan perilaku manusia (muslim) sehingga dapat mencerminkan nilai-nilai dan norma-norma agama Islam guna mendapat arti kehidupan atau makna hidup, sehingga mendapatkan ketenangan dan keseimbangan jiwa.
b.      Dasar Dan Tujuan Psikoterapi Islam
1.      Dasar
Yang menjadi dasar psikoterapi Islam adalah Al Qur’an dan Al Hadits. Menurut K.H.S.S. Djam'an dalam bukunya yang berjudul "Islam Dan Psikosomatik (Penyakit Jiwa)", mengatakan bahwa bahan pengobatan dalam lapangan psikosomatik atau penyakit jasmani yang ditimbulkan oleh ketegangan jiwa,  hanya dapat diobati melalui agama (Islam). [9]
Dalam Al Qur’an terdapat banyak petunjuk-petunjuk untuk melakukan psikoterapi Islam terhadap sesama manusia. Ini terdapat dalam surat Fushshilat 44:[10]
قل هُوَ لِلذِيْنَ أمنوا هُدًى وَ شِفاَءٌ
                              Artimya: "Katakanlah : Al Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman".        
Adapun psikoterapi Islam yang bersumber dari Hadits  yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad (dari Jabir bin Abdullah r.a.), sabdanya :
لكل داءٍ دواءٌ فإذا أصيب دواء الداء برأ بإذن الله عزّ و جلّ (أخرجه مسلم)
            Artinya: "Setiap penyakit ada obatnya. Jika obat itu tepat mengenai sasarannya, maka dengan izin Allah penyakit itu akan sembuh".[11]
            Demikianlah Allah menurunkan Al Quran kepada manusia dan mengutus Nabi Muhammad SAW untuk mempercayai dan mengikutinya, karena Al Qur’an didalamnya berisi berbagai persoalan hidup dan sebagai petunjuk. Al Qur’an dan Al Hadits merupakan dasar pegangan bagi umat Islam meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.[12]


2.      Tujuan Psikoterapi Islam
Salah satu tugas Rasulullah SAW adalah membawa amanah suci untuk menyempurnakan akhlak agar manusia mendapat petunjuk dan meraih makna hidup.
Atas dasar itulah psikoterapi Islam mempunyai tujuan. Adapun tujuan dari psikoterapi Islam adalah :
a)      Memberikan pertolongan kepada setiap individu agar sehat jasmaniahnya dan rohaniahnya, atau sehat mental, spiritual dan moral, atau sehat jiwa dan raganya.
b)      Menggali dan mengembangkan potensi esensial sumber daya insani.
c)      Mengantarkan individu kepada perubahan konstruksi dalam kepribadian dan etos kerja.
d)     Meningkatkan kualitas keimanan, keIslaman, keihsanan dan ketauhidan dalam kehidupan sehari-hari dan nyata.
e)      Mengantarkan individu mengenal, mencintai dan berjumpa dengan esensi diri, atau jati diri dan citra diri serta Dzat Yang Maha Suci, yaitu Allah Ta’ala Rabbal ‘Alamin.[13]
Dari tujuan di atas bahwa tujuan psikoterapi Islam adalah untuk mendapatkan keseimbangan jiwa (nafs) agar tidak terjadi mental disorder guna mencapai kebahagiaan hidup.


c.  Bentuk-Bentuk Psikoterapi
Menurut Lewis dan Walberg membagi tiga tipe penyembuhan, yaitu:
1.      Penyembuhan Suppartif (Suppartif Therapy), yang bertujuan untuk:
a.       Memperkuat benteng pertahanan (harga diri atau kepribadian)
b.      Memperluas mekanisme pengarahan dan pengendalian emosi atau kepribadian
c.       Mengembalikan pada penyesuaian diri yang seimbang.
2.      Penyembuhan Reedukatif ,(Reedukatif Therapy), yang bertujuan:
a.       Penyesuaian kembali
b.      Perubahan atau modifikasi sasaran atau tujuan hidup
c.       Menghidupkan potensi kreatif
3.      Penyembuhan Rekonstruktif (Rekonstruktif Therapy), yang bertujuan:
a.       Menimbulkan  insight penahanan terhadap konflik yang tidak disadari agar terjadi perubahan struktur kepribadian.
b.      Perluasan pertumbuhan kepribadian yang mengembangkan potensi penyesuaian yang baru[14]
Sedangkan menurut A. Riyadi warsito, ada beberapa macam terapi yang dapat digunakan sebagai perawatan penderita gangguan psikis, diantaranya:
1)      Terapi rekreasi
Dengan terapi rekreasi ini si penderita akan merasakan kesegaran pikiran, terutama jasmaninya, karena setelah lamanya pasien beraktivitas, tentunya pasien akan mengalami suatu kebosanan dan kepenatan yang akhirnya akan terjadi ketegangan pada otak dan jiwa, sehingga disini dibutuhkan suatu hiburan yang berupa rekreasi untuk menyegarkan otak dan pikiran. 
2)      Hydro therapy
Dengan memandikan si penderita dengan air hangat, akan menghilangkan kelelahan serta kelesuan yang dialami oleh penderita. Ini dimaksudkan agar setelah pasien disibukkan dengan pekerjaan yang melelahkan, pasien dapat menyegarkan badannya kembali dengan mandi air hangat
3)      Terapi kerja
Stres atau ketegangan jiwa terjadi karena adanya tuntutan yang datang dari lingkungan, seperti persoalan rumah tangga, pergaulan, lingkungan kerja dan masyarakat sebagai akibat interaksi antara manusia dan lingkungannya. Intensitas stres bermacam-macam tingkatannya, yang dalam batas kapasitas manusia stres dapat menjadi pemacu untuk berprestasi lebih tinggi, sebaliknya dalam kadar yang melampaui batas dapat menimbulkan gangguan fisik, dalam bentuk yang nyata hal ini dapat dilihat dari penurunan prestasi kerja.[15] Untuk itu, dengan terapi kerja, konsentrasi pasien akan tertuju pada pekerjaan yang sedang dilakukan dan permasalahan pasien yang menyebabkan ia stres sedikit demi sedikit akan terkikis. Dengan memberikan pekerjaan yang sesuai ini pasien akan dapat melupakan penderitaan yang sedang dialaminya pada saat itu.[16]
2. Tinjauan Tentang Stres
a. Pengertian Stres
Dr. Hans Selye, seorang ahli fisiologi dan tokoh di bidang stres yang terkemuka dari Universitas Montreal, merumuskan stres sebagai berikut : stres adalah respon atau tanggapan tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan distres. Tubuh akan berusaha menyelaraskan rangsangan atau stres itu dalam bentuk penyesuaian diri. Dalam banyak hal manusia akan cukup cepat untuk pulih kembali dari pengaruh-pengaruh pengalaman stres. Manusia mempunyai suplai yang baik dari energi penyesuaian diri untuk dipakai dan diisi kembali bilamana perlu.[17]
Selye menyatakan bahwa respon individu terhadap sesuatu disebut Sindroma Adaptasi Menyeluruh (GAS, generalized adaptation syndrome). Sesuatu yang dapat menimbulkan GAS disebut faktor stres (stressor), yang dapat bersumber dari fisik-biologik, seperti: dingin, panas, sinar, suara bising, nyeri, polusi. Stresor psikologik dapat berupa rasa takut, situasi yang berbahaya, kesepian, kecewa, frustasi, lepas kendali dan marah. Stresor sosial budaya dapat berupa pengangguran, kondisi perumahan yang jelek, hutang, lingkungan tempat kerja dan sebagainya. Namun harus diperhatikan bahwa penggolongan tersebut hanyalah bersifat buatan, sekedar untuk memudahkan pengertian saja.[18]
b. Penyebab Stres
Dalam kehidupan sosial, manusia tidak dapat lepas dari permasalahan yang ditimbulkan dari lingkungan sosialnya, sehingga ketika manusia tidak dapat mengadakan adaptasi dan menanggulangi permasalahannya, maka akan terjadilah stresor psikososial, kemudian timbullah keluhan-keluhan kejiwaan.
Penyebab stres itu bermacam-macam, misalnya: masalah perkawinan, problema orang tua, hubungan interpersonal, pekerjaan, lingkungan hidup, keuangan, penyakit fisik, faktor keluarga, kehilangan seseorang yang dicintai dan lain-lain.
Menurut Abraham H. Maslow, apabila manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, maka ia akan mengalami gangguan jiwa atau stres.[19] Adapun penyebab stres yang dikemukakan Maslow diantaranya:
Pertama, kebutuhan fisiologis. Kebutuhan ini adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap manusia untuk hidup, misalnya makan minum dan istirahat. Orang tidak akan memikirkan kebutuhan lainnya sebelum kebutuhan dasar terpenuhi.
Kedua, kebutuhan akan rasa aman (safety). Pada dasarnya orang ingin bebas dari rasa takut dan cemas. Manifestasi dari kebutuhan ini diantaranya adalah perlunya tempat tinggal yang permanen, pekerjaan yang permanen.
Ketiga, kebutuhan akan rasa kasih sayang. Perasaan memiliki dan dimiliki oleh orang lain atau kelompok masyarakat adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Kebutuhan akan terpenuhi bila ada saling perhatian, saling mengunjungi sesama anggota masyarakat. Keintiman di dalam pergaulan hidup sesama anggota masyarakat adalah sesuatu yang menyuburkan terpenuhinya kebutuhan ini.
Keempat, kebutuhan akan harga diri. Bila kebutuhan ditingkat ketiga telah terpenuhi, maka akan muncul kebutuhan akan harga diri. Pada tingkat ini orang ingin dihargai dirinya sebagai manusia, sebagai warga Negara.
Kelima, kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan pada tingkat ini adalah kebutuhan yang paling tinggi, menurut teori Maslow. Pada tingkat ini manusia ingin berbuat sesuatu yang semata-mata karena dia ingin berbuat sesuatu yang merupakan keinginan dari dalam dirinya. Dia tidak ingin menuntut penghargaan orang lain atas apa yang diperbuatnya. Sesuatu yang ingin dia kejar pada tingkat ini adalah keindahan, kesempurnaan, keadilan dan kebermaknaan.[20]
Dari pendapat Maslow tentang penyebab terjadinya gangguan kejiwaan atau stres  yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa gangguan kejiwaan atau stres disebabkan oleh karena ketidakmampuan manusia untuk mengatasi konflik dalam diri, tidak terpenuhinya kebutuhan hidup, perasaan kurang diperhatikan (kurang dicintai), dan perasaan rendah diri.


c.       Tahapan Stres
Stres muncul biasanya secara bertahap. Menurut D. Robert J. Van Amberg (Psikiater) membagi stres dalam enam tahap[21], yaitu:
1)      Stres Tahap I
Tingkat stres paling ringan, dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut:
a.       Semangat besar
b.      Penglihatan tajam
c.       Energi dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya.
Tahapan ini biasanya menyenangkan dan orang lalu bertambah semangat, tanpa disadari bahwa cadangan energinya sedang menipis.
2)      Stres tahap II
Dalam tahap ini dampak stres yang menyenangkan mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan sebagai berikut:
a.       Merasa letih sewaktu bangun pagi
b.      Merasa lelah sesudah bangun tidur
c.       Merasa lelah menjelang sore hari
d.      Terkadang gangguan dalam system pencernaan, kadang-kadang juga jantung berdebar-debar.
e.       Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk
f.       Perasaan tidak bisa santai
3)      Stres Tahap III
Pada tahap ini keluhan keletihan semakin tampak, yang disertai dengan gejala-gejala sebagai berikut:
a.       Gangguan usus lebih terasa (diare)
b.      Otot-otot terasa lebih tegang
c.       Perasaan tegang yang semakin meningkat
d.      Gangguan tidur
e.       Badan lemas, serasa mau pingsan.
Pada tahapan ini para penderita sudah harus berkonsultasi pada dokter kecuali kalau beban stres atau tuntutan-tuntutan dikurangi, dan tubuh mendapat kesempatan untuk beristirahat atau relaksasi, guna memulihkan suplai energi.
4)      Stres Tahap IV
Tahapan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit
b.      Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit
c.       Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi, pergaulan sosial dan kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat
d.      Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan dan seringkali terbangun dini hari
e.       Perasaan negativistik
f.       Kemampuan berkonsentrasi menurun tajam
g.      Perasaan takut yang tidak bisa dijelaskan, tidak mengerti mengapa.
5)      Stres Tahap V
Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan IV:
a.       Keletihan yang mendalam
b.      Untuk pekerjaan sederhana saja terasa kurang mampu
c.       Gangguan situasi pencernaan (sakit maag dan usus) lebih sering. Sukar buang air besar atau sebaliknya, peses encer dan sering ke belakang.
d.      Perasaan takut yang semakin menjadi, mimpi buruk
6)      Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan darurat. Tidak jarang para penderita pada tahapan ini dibawa ke ICCU. Gejala-gejala tahapan ini cukup mengerikan:
a.       Debaran jantung terasa amat keras, hal ini disebabkan zat adrenalin yang dikeluarkan karena stres tersebut cukup tinggi dalam peredaran darah
b.      Nafas sesak, megap-megap
c.       Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran
d.      Tenaga untuk hal-hal ringan sekalipun tidak kuasa lagi, pingsan    (collaps).
Bilamana diperhatikan, maka dalam tahapan stres di atas, menunjukkan manifestasi di bidang fisik dan psikis. Di bidang fisik berupa kelelahan, sedangkan di bidang psikis berupa kecemasan dan depresi. Hal ini dikarenakan penyediaan energi fisik maupun mental yang mengalami defisit terus menerus. Sering buang air kecil dan sukar tidur merupakan pertanda dari depresi.
3. Psikoterapi Islam Terhadap Stres

a. Pengertian Psikoterapi Islam terhadap stres
Seperti yang telah dijelaskan di awal, bahwa psikoterapi Islam adalah proses penyembuhan dan pengobatan suatu penyakit, baik itu mental, spiritual, moral maupun fisik dengan melalui bimbingan Al Qur'an dan As Sunnah. Sebagaimana firman Allah dalam surat Yunus ayat 57:
يايهاالناس قدجاء تكم موعظة من ربكم وشفاء لما فى الصدور وهدى ورحمة للمؤمنين
 Artinya: "Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu suatu pelajaran dari Tuhanmu, dan penyembuh terhadap penyakit yang ada dalam dada, dan petunjuk serta rahmat untuk orang-orang yang beriman".[22]
Bahwasanya di dalam Al Qur'an, konsep penyembuhan, pengobatan atau perawatan dari suatu penyakit mengandung makna untuk:
a.       Menguatkan keimanan dengan Al Qur'an
b.      Membenarkan suatu keyakinan bahwa barang siapa di timpa suatu penyakit, maka sesungguhnya ia mampu mengobati penyakit itu kapan saja ia kehendaki dengan mencari metode penyembuhannya.
c.       Keyakinan orang yang mempercayai (beriman) kepada Rasulullah SAW, bahwa Tuhannya telah memberi petunjuk kepadanya mengenai pelajaran-pelajaran tentang rahasia-rahasia Al Qur'an dan daripadanya terdapat rahasia pengobatan dan penyembuhan yang bermakna.[23]
Stres merupakan tanda ketidaksehatan mental, di mana jika tubuh tidak mampu memberikan respon terhadap berbagai tuntutan yang apabila tidak segera ditangani akan menyebabkan gangguan pada fisik dan kejiwaan, yang oleh ilmu kedokteran ini dinamakan psikosomatik. Penyakit jasmani yang ditimbulkan oleh ketegangan jiwa, hanya dapat diobati dengan melalui agama (Islam).
Dalam psikoterapi Islam, penyembuhan-penyembuhan yang paling utama dan sangat mendasar adalah pada eksistensi dan esensi mental dan spiritual manusia. Oleh karena itu Nabi Muhammad SAW mengajarkan akidah dan ketauhidan. Karena obyek utama dari ilmu itu adalah pendidikan, pengembangan dan pembudayaan eksistensi dan esensi mental dan spiritual. Apabila keduanya telah benar-benar kokoh, sehat dan suci maka dalam kondisi apapun "eksistensi emosional" akan terampil, cerdas, brillian dan bijaksana, sehinggan akan melahirkan moral (akhlak) yang terpuji dan selalu membawa kebaikan bagi dirinya sendiri, orang lain dan dalam lingkungannya.[24]
Untuk itu dalam penyembuhan penyakit stres dapat ditemukan ayat-ayat suci Al Qur'an dan hadits Nabi dan pemikir-pemikir Islam yang mengandung tuntutan bagaimana dalam kehidupan di dunia ini manusia bebas dari rasa cemas, stres, depresi dan lain sebagainya. Demikian pula dapat ditemukan dalam doa-doa yang pada intinya memohon kepada Allah SWT agar dalam kehidupan ini manusia diberi ketenangan, kesejahteraan dan keselamatan baik di dunia maupun kelak di akherat.
b. Teknik-teknik  psikoterapi Islam terhadap stres
Agama dan ilmu pengetahun adalah dua hal yang berjalan seiring dan tidak terpisahkan. Oleh karena itu bagi seorang muslim untuk membuat pemisahan antara pendekatan psikologis (yang bebas agama) sebagai ilmu pengetahuan dan agama sebagai tekhik terapi adalah tidak mungkin. Menurut Pattson, bahwa pemisahan pendekatan agama dan psikoterapi adalah tidak dapat dilakukan menurut pandangan Islam. Adapun yang dianjurkan agama Islam dalam kaitannya dengan terapi tentunya bias diterangkan dari segi ilmu pengetahuan.[25]
Dalam Al Qur'an terdapat beberapa ayat yang memberi petunjuk bahwa agama mempunyai sifat terapeutik bagi gangguan kejiwaan. Namun bagaimanakah proses terapeutik tersebut haruslah dilihat dari ajaran-ajaran agama Islam itu sendiri.
Di sini penulis akan memberikan terapi sebagai praktek ajaran Islam dalam penyembuhan dari penyakit stres, yaitu:
1.      Shalat
Firman Allah dalam surat Al Ankabut ayat 45:
إن الصلاة تنهىعن الفحشاء والمنكرولذكرالله أكبر والله يعلم ما تصنعون
Artinya: "…Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. " ( Q.S. 29:45).[26]
Shalat adalah ibadah yang diawali dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam dan barang siapa yang mengerjakannya akan mendapat pahala. Jika shalat dilakukan dengan ikhlas dan khusyu', artinya menghayati serta mengerti apa yang diucapkan serta ikhlas dalam melakukan shalat, maka akan banyak memperoleh manfaat, antara lain ketenangan hati, perasaan aman dan terlindungi, serta berperilaku sholeh. Pada saat shalat, maka seluruh alam pikiran dan perasaannya terlepas dari semua urusan keduniaan yang membuat dirinya stres. Sesaat jiwanya tenang, ada kedamaian dalam hatinya.
Selain sebagai ibadah, sholat juga mempunyai peranan penting bagi kesehatan jasmani dan rohani. Dari segi jasmani, gerakan dalam sholat mempunyai arti penting untuk kesehatan, karena pada setiap gerakan dalam sholat adalah sesuai dengan tuntunan ilmu kesehatan.
Dari segi rohani, sholat mempunyai arti yang sangat besar jika dilakukan dengan ikhlas dan khusyu’, hati seseorang akan bisa ‘dekat’ dengan Allah. "jika hati manusia mendekat kepada Allah, Sang Penguasa dunia, yang menciptakan penyakit dan obatnya, yang memerintahkan alam dunia sesuai dengan kehendak-Nya”, kata Al Dzahabi, ‘Maka baginya akan tersedia obat-obatan bagi penyakitnya. Hal demikian tidak bisa dialami oleh orang yang tidak beriman dan hatinya buta. Telah terbukti bahwa jika ruh manusia menjadi kuat, maka menguat pulalah jiwa dan tubuhnya. Ketiganya akan saling bekerjasama untuk mengusir dan mengatasi penyakit. Ini tak terbantah, kecuali orang-orang yang bodoh.”[27]
Menurut Djamaludin Ancok, ada empat aspek terapeutik dalam shalat, yaitu:aspek olah raga, aspek meditasi, aspek auto-segesti, dan aspek kebersamaan.[28]
Aspek olah raga. Shalat adalah proses yang menuntut aktivitas fisik, konstraksi otot, tekanan dan 'message' pada bagian otot-otot tertentu dalam pelaksanaan shalat merupakan suatu proses relaksasi. Salah satu teknik yang banyak dipakai dalam proses gangguan jiwa adalah pelatihan relaksasi. Lekrer melaporkan bahwa gerakan-gerakan otot-otot pada training relaksasi tersebut dapat mengurangi kecemasan. Eugene Walker melaporkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa olah raga dapat mengurangi kecemasan jiwa. Kalau dikaitkan dengan shalat yang penuh dengan aktivitas fisik dan rohani, khususnya shalat yang banyak rakaatnya, maka tidak dapat dipungkiri bahwa shalatpun akan dapat menghilangkan kecemasan dan dapat menghasilkan bio-energi, yang dapat membawa si pelaku dalam situasi seimbang antara jiwa dan raga.
Aspek meditasi. Perlu diketahui bahwa shalat adalah proses yang menuntut konsentrasi atau khusyu'. Kekhusyukan dalam shalat inilah bila kita teliti secara lebih mendalam mengandung unsur meditasi. Eugene Walker dalam penelitiannya tentang pengaruh 'transcendental meditation' dan 'zenmeditation' menunjukkan bahwa meditasi dapat menghilangkan kecemasan.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan R. Walsh melaporkan bahwa meditasi berpengaruh untuk meningkatkan rasa percaya diri, kontrol diri, harga diri, empati dan aktualisasi diri. Disamping itu, meditasi juga mampu membawa efek untuk mengurangi rasa cemas yang melanda seseorang stres, depresi, phobia, insomnia dan sebagai terapi untuk menghilangkan ketergantungan terhadap obat dan alkohol.[29]
Aspek auto-sugesti. Bacaan dalam shalat adalah ucapan yang dipanjatkan pada Allah. Di samping berisi pujian pada Allah juga berisikan doa dan permohonan pada Allah agar selamat di dunia dan di akhirat. Ditinjau dari teori hypnosis yang menjadi landasan dari salah satu teknik terapi kejiwaan, ucapan sebagaimana tersebut di atas merupakan ‘auto sugesti’ yang dapat mendorong kepada orang yang mengucapkan untuk berbuat sebagaimana yang dikatakan. Bila doa itu diucapakan dan dipanjatkan dengan sungguh-sungguh, maka pengaruhnya sangat jelas bagi perubahan jiwa maupun badannya. Menurut Robert H. thouless, doa sebagai teknik penyembuhan gangguan mental, dapat dilakukan dalam berbagai kondisi yang terbukti membantu efektivitasnya dalam merubah mental seseorang.
Aspek kebersamaan. Para ahli telah memberikan banyak alternatif mengenai masalah shalat. Salah satunya, bila seseorang tidak ingin dalam jiwanya muncul rasa asing atau kesepian, rasa diperhatikan maupun ingin menghargai orang lain, adalah melalui terapi religius berupa shalat berjamaah. Memang benar, shalat berjamaah merupakan salah satu terapi yang cukup mujarab untuk menghilangkan perasaan asing ataupun kesepian dalam hidup ini. Bahkan melalu shalat berjamaah-lah seseorang akan tentram dalam jiwanya dengan nilai-nilai atau sikap untuk menghargai orang lain. Dalam shalat dianjurkan untuk melakukannya secara berjamaah. Ditinjau dari segi psikologi, kebersamaan itu memberikan aspek terapeutik.[30]
Menurut Djamaludin Ancok dan Utsman Najati, aspek kebersamaan pada shalat berjamaah ini mempunyai nilai terapeutik, dapat menghindarkan seseorang dari rasa terisolosir, terpencil, tidak bergabung dalam kelompok, tidak diterima atau dilupakan. Disamping itu, dari shalat berjamaah ini juga mempunyai efek terapi kelompok (group therapy), sehingga perasaan cemas, terasing, takut menjadi nobody akan hilang.[31]
2.      Puasa
Pada hakekatnya, puasa adalah pengendalian diri (self control). Orang yang sehat jiwanya adalah orang yang mampu menguasai dan mengendalikan diri terhadap dorongan-dorongan yang datang dari dalam dirinya maupun yang datang dari luar. Selain pengendalian diri, puasa juga dapat berfungsi sebagai pengembangan dan peningkatan serta pengarahan diri terhadap hal-hal yang serba baik dan yang diridloi-Nya. Orang yang benar-benar beriman serta menjalankan ibadah puasa dengan sungguh-sungguh akan memperoleh hikmahnya, yaitu kemampuan atau kekuatan untuk menahan dan mengendalikan diri terhadap godaan-godaan. Dari berbagai penelitian ilmiah ternyata puasa meningkatkan kesehatan fisik, psikologik, sosial, dan spiritual.[32]
Nabi Muhammad SAW berpesan kepada umatnya, “berpuasalah kamu, tentu kamu akan menjadi sehat”. Pesan Nabi tersebut mengisyaratkan bahwaa dibalik ibadah puasa tersembunyai mutiara hikmah bagi kesehatan manusia. Tentu saja sehat yang dimaksudkan Nabi SAW adalah sehat jasmani, rohani dan rohani secara keseluruhan. Selain bermanfaat bagi kesehatan jasmani dan mengatasi berbagai penyakit, puasa juga melatih rohani manusia agar menjadi lebih baik. Temuan terakhir dunia kedokteran jiwa membuktikan bahwa puasa dapat meningkatkan derajat perasaan atau Emotional Question (EQ) manusia. Secara psikologis, manusia tidak hanya dinilai dari derajat Intelligence Question (IQ)nya, tetapi juga diukur dari EQ-nya. EQ berpengaruh dalam pembentukan sifat-sifat seseorang, antara lain: sifat dermawan, santun terhadap fakir miskin, sabar rela berkorban, kasih sayang dan rasa kepedulian. Sedangkan IQ berpengaruh pada bertambahnya rasa percaya diri dan meningkatnya daya ingat serta daya nalar seseorang.[33]
Meningkatnya kemampuan mengendalikan diri ketika berpuasa erat kaitannya dengan meningkatnya EQ seseorang karena orang yang berpuasa terlatih untuk sabar, tenang dan tidak cemas. Selain meningkatkan EQ, puasa juga akan meningkatkan iman dan takwa, mengatasi dan mencegah stres, rasa tertekan, frustasi dan depresi. Lebih dari itu, puasa juga akan menghilangkan penyakit-penyakit hati yang dapat mengganggu kesehatan jiwa, seperti: dendam, dengki, riya dan takabur.[34]
Dengan demikian, puasa merupakan cara pengobatan yang bersifat rohani dan alami sekaligus. Jika seseorang yang berpuasa menjalankan ibadahnya secara benar dan baik serta ikhlas karena Allah, kemudian mendalami rahasia dan hikmah yang terkandung di dalam puasa bukan sekedar menahan makan dan minum saja, maka berarti ia telah menciptakan benteng yang kokoh di dalam dirinya dan menolak segala macam penyakit yang mungkin dapat menyakiti jasmani maupun rohaninya.[35]
3.      Dzikir
Menurut pengertian secara umum, dzikrullah adalah perbuatan mengingat Allah dan ke-Agungan-Nya, yang hampir meliputi semua bentuk ibadah perbuatan, baik tasbih, tahmid, takbir, shalat, membaca al Qur’an, berdoa, melakukan perbuatan baik dan menghindarkan diri dari kejahatan. Dalam arti khusus, dzikrullah adalah menyebut nama Allah sebanyak-banyaknya dengan memenuhi tata tertib, metode, rukun dan syaratnya. Dzikrullah adalah benar-benar perintah Allah dan Rasul-Nya dan bukan ciptaan atau diada-adakan oleh manusia.[36]
Dzikrullah dilakukan dalam bentuk renungan sambil duduk dan mengucapkan lafadz-lafadz Allah dengan khusyu’. Dzikir ini sebenarnya merupakan implikasi untuk dapat mengingat, memperhatikan, mengenang dan merasa bahwa dirinya senantiasa diawasi oleh Allah dan dalam hal ini berpengaruh kuat terhadap mental dan kesadarannya yang kemudian diaktualisasikan dalam bentuk pola pemikiran dan tingkah laku. Dengan demikian, dzikrullah bukan hanya semata-mata mengingat Allah saja, akan tetapi mengingat dengan sepenuh hati dan sepenuh keyakinan akan kebesaran Allah dengan segala sifat-Nya serta menyadari bahwa dirinya senantiasa berada dalam pengawasan Allah seraya  menyebut asma Allah dalam hati atau lisan. Sebagaimana firman Allah surat Ar ra'd 28:
الذين امنوا وتطمئن قلوبهم بذكرالله الابذنرالله تطمئن القلوب
            Artinya: "Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram."[37]
Sesungguhnya mengingat Allah serta menyebut nama-Nya, ada mengandung banyak faedah-faedah yang besar, sehingga menurut penelitian Imam Ibnu Qayim Al Jauzi dalam kitabnya "Al-Wa-Bilu-Shaiyib" bahwa faedah berdzikir itu lebih dari seratus faedah, diantaranya :
Pertama: Dengan dzikir, dapat mengusir syaithan setiap saat yang menggoda kita dan menyeret kita ke dalam jahanam.
Kedua: Dzikrul-lah itu membaea kepada keridlaan Allah.
Ketiga: Dzikrul-lah atau mengingat Allah dan menyebut nama-Nya itu menghilangkan rasa susah dan dukacita dari dalam hati.
Keempat: Dzikrul-lah itu menimbulkan ketenangan dan kegembiraan hati serta membawa kelapangan rezeki.
Kelima: Dzikrul-lah itu menguatkan hati dan badan, dan lain-lain.[38]
4.      Doa
Doa merupakan salah satu media untuk berkomunikasi dengan Allah, yaitu berupa ungkapan jiwa seseorang. Jika dipandang dari sudut kesehatan jiwa, doa mengandung unsur psikoterapuetik yang mendalam. Psikoreligius terapi ini tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan psikoterapi psikiatrik, karena ia mengandung kekuatan spiritual atau kerohanian yang membangkitkan rasa percaya diri dan rasa optimisme (harapan kesembuhan). Dua hal ini, yaitu rasa percaya diri (self confident) dan optimisme, merupakan dua hal yang amat esensial bagi penyembuhan suatu penyakit.[39]
Doa adalah satu bentuk ibadah yang paling esensial, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “doa itu merupakan saripatinya ibadah”. (HR. Bukhari dan Muslim).[40] Di dalam berdoa kita harus bersungguh-sungguh, artinya ketika kita berdoa, kita harus dalam keadaan konsentrasi atau khusyu’ dan penuh pengharapan serta yakin bahwa doa kita akan mudah dikabulkan.
Dipandang dari sudut kesehatan jiwa, doa mengandung unsur psikoterapeutik, karena di dalam doa ada unsur psikoreligius artinya bahwa doa tersebut mengandung kekuatan spiritual atau kerohanian yang membangkitkan rasa percaya diri dan rasa optimisme (harapan kesembuhan). Dua hal ini, yaitu rasa percaya diri dan optimisme merupakan dua hal yang sangat esensial bagi penyembuhan suatu penyakit disamping obat-obatan dan tindakan medis yang diberikan.
Dalam ajaran Islam, tuntunan untuk berobat (secara ilmu pengetahuan atau medis) dan berdoa, banyak dijumpai dalam ayat maupun hadits,[41] diantaranya adalah:
تدا ووا فان الله تعالى لم يضع داءالا وضع له دواء غير داء وا حد الهرم
Artinya: “Berobatlah kalian, maka sesungguhnya Allah SWT tidak mendatangkan penyakit kecuali mendatangkan juga obatnya, kecuali penyakit tua”. (H. R. At Tirmidzi)
Sholat, doa dan dzikir merupakan ibadah yang sangat penting untuk terapi bagi orang yang sakit rohaniahnya. Ketiga jenis ibadah ini merupakan metode untuk berhubungan dengan Allah sehingga seseorang yang menjalankannya sama dengan menghadap dan menyerahkan persoalan yang dihadapi kepada-Nya serta memohon petunjuk-Nya. Sikap ini berpengaruh pada kejiwaan seseorang, karena sama seperti konsultasi di mana ia bisa mengungkapkan segala keluhannya kepada konsultan. Dengan keyakinan bahwa Allah akan mendengar, memperhatikan dan menerima segala yang diungkapkan maka akan menjadikan ketenangan batin.[42]
Berdoa dan berdzikir merupakan sarana sekaligus motivasi diri untuk menampakkan wajah seorang yang bertanggung jawab. Dzikir mengingatkan perjalanan untuk pulang dan berjumpa dengan kekasihnya (dengan maksud atau keinginan untuk memberikan orang terbaik saat kembali kelak). Dan dengan berdoa, mereka memiliki sikap optimis, karena doa pada hakikatnya adalah rintihan seorang hamba yang memiliki harapan untuk memperoleh kemuliaan dan pertolongan dari Allah.
Dalam menghadapi penyakit (musibah), ajaran Islam tidak membenarkan putus asa. Manusia diwajibkan berikhtiar (berobat dan berdoa), soal sembuh atau tidaknya Allah-lah yang menentukan. Sebagaiman firman Allah Surat Az Zumar ayat 53:
قل يعبادي الذين اسرفوا على انفسهم لا تقنطوا من رحمة الله ان الله يغفرالذنوب جميعا انه هوالغفورالرحيم
Artinya: " Katakanlah, hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."[43]

G. Metode Penelitian
Metode merupakan suatu cara bertindak menurut sistem aturan yang bertujuan agar kegiatan praktis terlaksana secara rasional dan terarah sehingga tercapai hasil yang optimal.[44] Namun dalam arti yang lebih luas, istilah metodologi menunjuk kepada proses, prinsip serta prosedur yang kita gunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawaban atas masalah tersebut.[45] Maka perlu kiranya penulis kemukakan bagaimana cara kerja penelitian dalam skripsi ini.
Penelitian ini dilaksanakan secara eksploratif dan mendetail. Oleh karenanya penulis menggunakan penelitian kualitatif. Bogna dan Taylor mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.[46] Selain itu metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif juga berarti penelitian yang menggambarkan atau representasi obyektif terhadap fenomena yang ada,[47] dan selanjutnya menganalisanya.
Dari penjelasan di atas, tepatlah kiranya penulis menggunakan jenis penelitian analisis deskriptif kualitatif yang akan mampu mendeskripsikan secara mendalam dan mendetail terhadap sasaran penelitian.
1. Sumber data dan fokus penelitian
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh melalui interview. Interview pada dasarnya merupakan cara untuk memperdalam data yang diperoleh melalui pengamatan.[48]  Di sini interview ditujukan kepada bpk. Sri Haryanto S. Nugroho selaku pimpinan LPA Anugrah Agung, psikoterapis LPA Anugrah Agung dan dua pasien yang menderita stres. Interview ini merupakan sumber informasi primer, di samping sebagai alat pengumpul data juga yang berfungsi sebagai alat ukur untuk menilai kebenaran data (informasi), sehingga mereka dapat disebut informasi pokok atau key informan.[49]
Selain itu interview merupakan keseluruhn dari sumber informasi yang dapat memberikan data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini yang menjadi sumber informasi (informan) diantaranya:
a.       Pimpinan LPA Anugrah Agung, yaitu bpk. Sri Haryanto S Nugroho
b.      Psikoterapis pada LPA Anugrah Agung
c.       Dua pasien yang mendetita stres
Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian di sini adalah psikoterapi Islam terhadap stres pada LPA Anugrah Agung
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang penulis gunakan untuk memenuhi dan memperoleh data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:
a.     Metode Interview
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).[50]
Interview di sini digunakan untuk mengumpulkan  data-data yang berkenaan dengan metode terapi, khususnya psikoterapi Islam dalam menangani penyakit stres, yang digunakan oleh LPA Anugrah Agung. Dengan begitu data-data tersebut nantinya memberikan penjelasan secara komprehensif, kiat-kiat yang selama ini menjadi keunggulan LPA Anugrah Agung. Disisi lain, data-data tersebut juga mampu merepresentasikan relevansi psikoterapi Islam dalam menangani penyakit stres secara efektif.
Adapun interview yang penulis gunakan adalah interview bebas terpimpin, yaitu interview dengan membawa kerangka pertanyaan-pertanyaan yang sudah dipersiapkan untuk diajukan kepada informan yang sudah dipersiapkan secara lengkap.
b.    Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu penelitian yang ditujukan pada penguraian dan penjelasan apa yang telah lalu melalui sumber-sumber dokumentasi.[51] Sumber-sumber dokumentasi dapat berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, notulen, prasasti, rapat, lengger, agenda dan sebagainya.[52] Metode ini penulis gunakan untuk melengkapi data sebelumnya yang didapat melalui interview.
Alasan penggunaan metode ini karena dokumen merupakan catatan atau arsip yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya tidak membutuhkan banyak waktu dan energi serta dapat untuk mengecek kembali informasi yang didapat interview secara langsung.
Adapun dokumen yang penulis perlukan yaitu, gambaran keadaan setempat, seperti keadaan geografis dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

c.       Metode Observasi
Observasi merupakan cara pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap data yang diselidiki.[53] Metode ini digunakan untuk mengamati secara langsung praktek penyembuhan yang dilakukan LPA Anugrah Agung kepada pasien yang mengalami stres.
Adapun jenis observasi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipan, yaitu peneliti turut ambil bagian dalam setiap kegiatan yang diteliti. Metode ini digunakan sebagai kelengkapan dan penguat data yang telah diperoleh melalui metode interview dan dokumentasi.
d.      Analisis Data
Dalam menganalisa data yang telah terkumpul, penulis sajikan secara analisis deskriptif kualitatif, artinya penulis menggambarkan keadaan sasaran penelitian secara apa adanya. Sejauh mana yang penulis peroleh dari interview, dokumentasi dan observasi. Adapun caranya setelah data terkumpul kemudian diklasifikasikan. Klasifikasi data nantinya tidak akan keluar dari 3 hal yaitu, pertama, potret LPA Anugrah Agung, kedua, terapi-terapi yang digunakan, ketiga, pelaksanaan serta hasil psikoterapi Islam terhadap stres. Setelah semua data masuk dalam klasifikasinya masing-masing, dilakukan pendekatan berfikir secara induktif, yaitu cara menarik kesimpulan mulai dari fakta-fakta khusus atau peristiwa kongkrit dan kemudian ditarik suatu generalisasi yang bersifat umum.
Masing-masing terapi Islam dari pembahasan tersebut di atas bertumpu pada psikologis dan religius. Dengan asumsi atau pertimbangan bahwa pengalaman individu itu berada dalam dataran kehidupan psikis. Oleh karena itu lebih mengena bila didekati dengan pendekatan psikologis. Dan individu yang dimaksud adalah seorang yang beragama, maka pendekatan religius dapat digunakan sebagai penguat dan pelengkap.
Namun demikian penafsiran dan interpretasi data tetap didasarkan pada penalaran logis daripada sekedar memaparkan data apa adanya.

H. Sistematika Pembahasan
Supaya penulisan proposal skripsi  atau penelitian ini menjadi lebih baik, runtut, tidak rancu, serta dengan mudah dapat dipahami, tentunya tidak lepas dari adanya sistematika penulisan. Adapun sistematika pembahasannya adalah:
Pertama, BAB I, Pendahuluan: berisikan Penegasan Istilah, Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Teoritik, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.
Kedua, BAB II, Gambaran Umum LPA Anugrah Agung, berisikan:  Sejarah Berdirinya, Struktu Organisasi, Bentuk-bentuk Aktivitas, Kasus Stres yang pernah ditangani, Terapi-terapi yang digunakan
Ketiga, BAB III, Psikoterapi Islam Terhadap Stres Pada Dua Pasien, berisikan: Latar Belakang Stres Pada Dua Pasien, Pelaksanaan Psikoterapi Islam Terhadap Dua Pasien Penderita Stres, Hasil Psikoterapi Islam Terhadap Dua Pasien Penderita Stres
Keempat, BAB IV, Penutup, berisikan: Kesimpulan, Saran-saran, dan Kata Penutup.


[1] Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling & Psikoterapi Islam, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), hal. 228
[2] Ahmad Husain Asdie, Stres, Penyakit Psikosomatis, Dan Aneka Cara Penyembuhannya, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran UGM,(Yogyakarta, 1997), hal. 4
[3] Saifuddin Azwar, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hal. 8
[4] Utsman Najati,. Al Qu’an Dan Ilmu Jiwa.  Terjemahan, (Bandung : Pustaka. 1985), hal. 287
[5] Wawancara dengan Bpk. Sri Haryanto S. Nugroho, tanggal 20 Mei 2004
[6] Makmuri Muchlas, Stres dan Kepuasan Kerja, (Yogyakarta: Dian Nusantara, 1991), hal. 46
[7]  Mar'at, Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukuran, (Bandung: Ghalia Indonesia, 1981), hal. 98.
[8] Fuat Nashori, Psikologi Agenda Menuju Aksi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,1997), hal. 137
[9]  Djam'an, Islam Dan Psikosomatik (Penyakit Jiwa), (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 14
[10]   Depag RI, Al Qur'an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989), hal. 779
[11] Dadang Hawari, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997, hal. 12-13
[12]  Djam'an, Op. Cit, hal. 98
[13] Hamdani Bakran, Op. Cit, hal. 278-279
[14] Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama, ,(Bandung: Sinar Baru, 1991), hal. 157
[15] Sarwono Kusumaatmaja, Stres dan Kepuasan Kerja, (Yogyakarta: Dian Nusantara, 1991), hal. 1
[16] Ariyadi Warsito, Ilmu kesehatan Mental,  (Jakarta: UI Press, 1985), hal. 111
[17] Dadang Hawari, Op. Cit, hal. 45
[18] Ahmad Husain Asdie, Op. Cit,  hal. 5
[19] Djamaludin Ancok Dan Fuat Nashori, Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), hal. 92
[20]  Ibid, hal. 93
[21]  Dadang Hawari, Op. Cit, hal. 51-53
[22] Depag RI, Op. Cit, hal. 315
[23] Dadang Hawari, Op. Cit, hal. 280
[24]  Ibid, hal. 253
[25] Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori, Op. Cit,  hal. 97
[26] Depag RI, Op. Cit, hal. 635
[27] Imam Musbikin, Rahasia Shalat Bagi Penyembuhan Fisik dan Psikis, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), hal. 84
[28] Djamaludin Ancok dan Nashori Suroso, Op. Cit, hal. 98
[29] Imam Musbikin, Op. Cit, hal. 160
[30] Djamaludin Ancok Dan Nashori Suroso, Op. Cit, hal 98-99
[31] Imam Masbukin, Op. Cit, hal. 180
[32] Dadang Hawari, Op. Cit, hal. 448
[33] Hembing Wijayakusuma, Puasa Itu Sehat,  (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hal. 1
[34] Ibid, hal. 7
[35] Ibnul Qayyimal-Jauziyah, Sistem Kedokteran Nabi, Kesehatan Dan Pengobatan Menurut Petunjuk Nabi Muhammad SAW, (Semarang: Dina Utama, 1994), hal. 142
[36] Hanna Jumhana Bastaman, Integrasi Psikologi Dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hal. 158
[37] Depag RI, Op. Cit, hal. 373          
[38]  Djam'an, Op. Cit, hal. 88
[39] Dadang Hawari, Op. Cit, hal. 478
[40] Imam Musbikin, Op. Cit, hal. 167
[41] Dadang Hawari, Op. Cit, hal. 480
[42] Yahya Jaya, Spiritualisasi Islam dalam Menumbuhkembangkan Kepribadian Dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Ruhana, 1994), hal. 95
[43] Depag RI, Op. Cit,  hal. 753
[44] Anton Bakker, Metode-metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), hal. 10
[45] Arif Furchan, Pengantar metode Penelitian Kualitatif,  (Surabaya: Usaha Nasional, cet-1, 1992), hal. 17
[46] Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja rosda Karya, 1998), hal. 3
[47] Winarno Surachmad, Pengantar Penelitian Ilmiah,  (Bandung: Tarsito, 1998), hal. 141
[48] Dudung Abdurrahman, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2003), hal.57
[49] Koentjoroningrat, Metode Penelitian Masyarakat,  (Jakarta: Gramedia, 1997), hal. 167
[50] Ibid, hal. 234
[51] Winarno Surachmad, Op. Cit, hal. 133 
[52] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hal.236
[53] Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid II,  (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), hal. 136

Tidak ada komentar:

Posting Komentar