BAB I
PSIKOTERAPI ISLAM TERHADAP STRES
(Studi Kasus Pada Dua Pasien Di Lembaga
Pengobatan Alternatif
Anugrah Agung Sewon Bantul Yogyakarta)
A. Penegasan Istilah
Untuk
menghindari kesalahpahaman dalam mengartikan judul skripsi ini, penulis merasa
perlu memberikan penjelasan beberapa istilah yang digunakan dalam skripsi ini.
Adapun
judul skripsi yang penulis ajukan adalah: "Psikoterapi Islam Terhadap
Stres (Studi Kasus Pada Dua Pasien Di Lembaga Pengobatan Alternatif Anugrah
Agung Sewon Bantul Yogyakarta".
Untuk
lebih jelasnya, akan diuraikan arti dari masing-masing rangkaian kata sebagai
berikut:
a.
Psikoterapi Islam
Dalam
perspektif bahasa, kata psikoterapi berasal dari kata "psyche"
dan "therapy". Psyche mempunyai arti jiwa atau ruh.
Secara etimologis psyche adalah bagian dari diri manusia dari aspek yang
lebih bersifat rohaniah dan yang paling tidak lebih banyak menyinggung sisi
yang dalam dari eksistensi manusia, ketimbang fisik atau jasmaniahnya.
Sedangkan kata therapy adalah pengobatan dan penyembuhan.
|
Psikoterapi
Islam adalah proses pengobatan dan penyembuhan suatu penyakit, baik itu mental,
spiritual, moral maupun fisik dengan menggunakan ajaran-ajaran Islam sebagai
dasar dalam proses penyembuhan suatu penyakit fisik maupun psikis yang
bersumber pada Al Qur'an dan As Sunnah.
b. Stres
Kata stres (stress) dalam kehidupan
modern merupakan istilah yang sering didengar, namun sampai sekarang belum ada
kata sepakat tentang apa yang dimaksud dengan stres tersebut. Hans Selye
pencetus istilah stres memberikan batasan:[2]
"Stress is
the non-specific response of the body to any demand made upon it to adapt
whether that demand produces pain or plessure."
Dari kutipan definisi Selye di atas dapat disimak tiga
hal; pertama Selye berpendapat bahwa respon tubuh terhadap stres adalah reaksi
non-spesifik. Kedua, stres bukan respon psikologis, melainkan respons
fisiologik. Ketiga, menurut keyakinan Selye, bukan hanya peristiwa kehidupan
yang jelek yang dapat menimbulkan stres, tetapi juga hal yang baik. Jadi
menurut pendapat Selye, suatu pernikahan (hal yang menyenangkan) dapat
menimbulkan respon fisiologik yang sama dengan suatu peristiwa kematian
(sedih).
Adapun
yang dimaksud stres dalam penelitian ini adalah sesuatu yang menyebabkan
ketidakmampuan tubuh dalam memberikan tanggapan atau respon (jawaban) terhadap
berbagai tuntutan, yang apabila tidak segera ditangani akan menyebabkan
gangguan pada fisik, yaitu munculnya penyakit psikosomatis dan penyakit
kejiwaan (rohani).
c. Studi
Kasus Terhadap Dua Pasien
Studi
kasus merupakan penyelidikan mendalam mengenai unit sosial sedemikian rupa
sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisasikan dengan baik dan lengkap
mengenai unit sosial tersebut.[3]
Dalam hal
ini penulis ingin mengungkapkan keadaan dua pasien yang menderita stres yang
berkaitan dengan terapi yang diberikan oleh LPA Anugrah Agung dalam penyembuhan
dari ketegangan jiwa (stres). Untuk itu penulis selanjutnya akan melakukan
eksplorasi terhadap dua pasien yang menderita stres, tentang sejauhmana hasil
yang dicapai setelah pasien mendapat terapi yang diberikan oleh LPA Anugrah
Agung.
d. Lembaga Pengobatan Alternatif Anugrah Agung
Lembaga
Pengobatan Alternatif (LPA) Anugrah Agung ini bertempat di Perumahan Puri Sewon
Asri E-1, Jl. Parangtritis Km. 6,5 (Barat Kampus ISI) Sewon, Bantul, Yogyakarta yang merupakan
salah satu lembaga layanan kesehatan yang ada di Yogyakarta dengan menggunakan
metode terapi alternatif (meditasi, senam pernafasan dan energi prana) dengan
memadukan ajaran Islam (dzikir dan doa) dalam pengobatan berbagai penyakit,
baik gangguan fisik maupun psikis. Pengasuh dari LPA Anugrah Agung ini adalah
Bpk. Sri Haryanto S. Nugroho yang juga sebagai pengasuh rubrik meditasi
kesehatan di tabloid "SENIOR".
Dari
batasan-batasan istilah tersebut, maka dapat diambil pengertian dari judul
skripsi: "Psikoterapi Islam Terhadap Stres, Studi Pada Dua Pasien LPA
Anugrah Agung Sewon Bantul Yogyakarta", adalah sebuah penelitian yang
membahas tentang pelaksanaan psikoterapi Islam dalam penanggulangan terhadap
stres yang dilakukan oleh LPA Anugrah Agung sehingga hasil dari psikoterapi
Islam tersebut akan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada pasien dalam
memecahkan persoalan hidupnya, dalam upaya meraih kebahagiaan hidup di dunia
dan di akhirat, dan Islam selalu dijadikan dasar dalam memperoleh hakekat
kebenaran.
B. Latar belakang Masalah
Abad 21 adalah suatu abad yang oleh ilmuan disebut
sebagai abad kecemasan. Beberapa gejalanya adalah peperangan antar bangsa,
antar suku dan antar negara yang tak henti-hentinya, resesi ekonomi yang
melanda banyak negara, ledakan penduduk yang tak terkendali lagi oleh upaya
perencanaan keluarga, membanjirnya pengungsi dari negara-negara yang dilanda
peperangan yang pada gilirannya menimbulkan problem-problem sosial pada negara
yang mereka datangi, pencemaran akibat limbah industri, pergantian berbagai
tata nilai yang serba cepat, munculnya berbagai krisis dalam kehidupan
pribadi-keluarga-masyarakat, melunturnya tradisi-tradisi dan penghayatan agama
sebagai akibat samping kemajuan teknologi-industri-modernisasi, munculnya
berbagai macam penyakit yang mengerikan dan sulit disembuhkan.
Berdasarkan
fenomena yang ada, maka timbul kegelisahan dan ketidaktentraman dalam
masyarakat yang mengakibatkan beban psikologis yang nantinya akan terjadi
konflik atau pertentangan dalam batin. Hal ini terungkap dalam berbagai keluhan
seperti kegelisahan, serba tidak puas, frustasi, stres, depresi, kehilangan
semangat hidup, kemudian muncullah berbagai penyakit psikosomatik dan perilaku
yang mencerminkan ketidaktenangan dalam jiwanya. Keadaan seperti ini dinilai
mengalami kekusutan mental atau gangguan mental yang berbahaya sehingga
memerlukan terapi khusus.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa akibat dari abad kecemasan ini
yang mengakibatkan orang stres dan depresi karena tidak diimbangi dengan daya
tahan mental dan spiritual yang tangguh. Keimanan yang lemah sangat rentan dan
mudah tertimpa kedua keadaan itu. Utamanya adalah kekuatan iman dan ketakwaan
pasti akan menghasilkan daya tahan mental yang kokoh dan kuat dalam menghadapi
berbagai problematika kehidupan.
Untuk itu dibutuhkan psikoterapi Islam, yang mana pada dasarnya manusia
adalah makhluk religius sehingga psikoterapi Islam ini sangat diperlukan sebagai upaya penyembuhan
jiwa atau ketidakseimbangan jiwa. Sebagaimana (Islam) terbukti memiliki asset
yang berarti dalam pembentukan kepribadian manusia. Sebagaimana dikatakan oleh
William James, bahwa terapi terbaik bagi keresahan jiwa adalah keimanan kepada
Tuhan.[4]
Menurut psikoterapi, agama mendapat tempat yang paling menentukan dalam
memecahkan atau menyembuhkan gangguan jiwa manusia. Islam juga merasa lebih
mempunyai konsep psikoterapi yang jelas, maka Utsman Najati, Hamdani Bakran
Adz-Dzaky, dkk menggagas psikoterapi Islam sebagai upaya penyembuhan gangguan
jiwa atau ketidakseimbangan jiwa yang sedang dialami orang muslim (masyarakat
muslim).
Demikian menjadi jelas bahwa psikoterapi bisa dilakukan dengan
pendekatan agama atau pendekatan religius. Hal ini bisa dipahami karena
masyarakat Indonesia
merupakan masyarakat yang religius dalam istilah yang digunakan oleh Dadang
Hawari disebut pendekatan “bio-psiko-sosio-spiritual”, artinya aspek spiritual
dapat digunakan dalam proses penyembuhan gangguan-gangguan kejiwaan dan penyakit
jiwa.
Melihat fenomena seperti ini, maka muncullah lembaga-lembaga kesehatan
terapi yang bertujuan untuk membantu pasien dalam mengatasi ketegangan jiwa,
yaitu dengan mengkolaborasikan antara pengobatan alternatif dengan ajaran agama
Islam, sehingga dari hasil pengkolaborasian kedua aspek ini, yaitu pengobatan
alternatif dan ajaran agama Islam dapat membantu pasien dalam mengatasi segala
persoalan hidup dan tentunya pasien dapat hidup sehat kembali, baik itu secara
fisik maupun mental.
Diantara sekian banyak lembaga
kesehatan yang ada, salah satunya adalah LPA Anugrah Agung yang merupakan
tempat dimana pasien memperoleh pertolongan dalam penyembuhan dari gangguan
fisik maupun mental, yaitu dengan memadukan antara pengobatan alternatif
(meditasi dan energi prana) dengan ajaran agama Islam. Misalnya, dengan
mengucapkan dzikir dan doa dalam setiap metode yang digunakan dalam pengobatan
LPA Anugrah Agung, yang diharapkan nantinya pasien dapat lebih sabar dan lebih
bertawakal dalam menghadapi, mengatasi dan memecahkan setiap
persoalan-persoalan kehidupan dalam upaya meraih kebahagiaan hidup di dunia dan
di akhirat, dan Islam selalu dijadikan dasar dalam memperoleh hakekat
kebenaran, mengingat pada dasarnya manusia adalah makhluk religius.
Dasar yang digunakan LPA Anugrah Agung dalam penyembuhan adalah kalam
illahi, yaitu "Bismillah ar Rahman ar Rahim". Dengan konsep ar
Rahman ar Rahim (kasih sayang) ini dapat memberikan keyakinan dan sugesti
kepada pasien bahwa Allah mencintai segala makhluk ciptaan-Nya. Dengan konsep
ar Rahman ar Rahim ini pula, Allah akan memberikan pertolongan kepada
hamba-hambanya yang taat dan yang mau
berusaha.[5]
Itulah sebabnya kenapa di dalam ajaran agama orang selalu disuruh berfikir dan
berkata dalam kebaikan, karena hal tersebut mempengaruhi (mensugesti) diri
kita,[6]
sehingga kita akan lebih optimis dalam menghadapi segala macam persoalan hidup.
Unsur spiritual dalam psikoterapi ini lebih ditekankan dalam upaya untuk
meningkatkan semangat hidup pasien agar tidak merasa cemas dalam menghadapi
masalah-masalah hidup yang selalu datang. Untuk itu di LPA Anugrah Agung ingin
membantu pasien yang mengalami gangguan fisik maupun mental sehingga pasien
dapat hidup sehat dan seimbang. Mental atau jiwa yang sehat menentukan dalam
kehidupan seseorang. Hanya jiwa yang sehat yang dapat merasakan kebahagiaan
hidup dan dapat menggunakan potensi dirinya semaksimal mungkin, karena jiwa
yang sehat adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan dirinya,
dengan masyarakat dan dengan lingkungan di mana ia hidup serta mendapat ridlo
dari Allah SWT dalam segala gerak dan tingkah laku.
Melihat betapa pentingnya agama
dalam diri manusia, maka penulis akan membahas tentang psikoterapi Islam yang
merupakan salah satu metode pengobatan kejiwaan terhadap masyarakat muslim
dengan berdasar pada Al Qur'an dan Al Hadits. Ini sangat efektif dalam
mengatasi ketegangan dan kegoncangan jiwa, hilangnya makna hidup, cemas dan
sebagainya dengan mengaplikasikan dan mensistematisasi praktek-praktek tersebut
dalam kerangka ilmiah.
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
pada latar belakang masalah di atas, maka dapat di rumuskan masalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimana pelaksanaan psikoterapi Islam terhadap dua
pasien penderita stres yang dilaksanakan pada LPA Anugrah Agung ?
2.
Bagaimana hasil psikoterapi Islam terhadap dua pasien
penderita stres yang dilaksanakan pada LPA Anugrah Agung ?
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan
di atas, maka tujuan diadakan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan psikoterapi
Islam terhadap dua pasien penderita stres di LPA Anugrah Agung.
2. Untuk mengetahui hasil psikoterapi Islam
dalam membantu menetralisir mentalitas
dua pasien yang sedang stres.
E. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang penulis harapkan dari
hasil penelitian ini adalah:
1. Kegunaan secara teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
berguna sebagai pengembangan studi keilmuan, khususnya dalam bidang psikoterapi
Islam dan dapat memperkaya khasanah pengetahuan ilmu dakwah.
2. Kegunaan
secara praktis
Dari hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk meningkatkan terapi yang
Islami, khususnya di LPA Anugrah Agung.
F. Kerangka Teoritik
1. Tinjauan Psikoterapi Islam
a.
Pengertian Psikoterapi Islam
Secara
harfiah psikoterapi adalah penyembuhan atau pengobatan menurut metode ilmu
jiwa, maksudnya adalah cara penyembuhan yang di gunakan adalah berdasarkan
metode psikologis (psychological methods).[7]
Untuk
itu penulis dapat mengambil pengertian psikoterapi Islam, sesuai dengan hasil
rumusan seminar nasional psikoterapi Islam di Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang, bahwa psikoterapi Islam adalah upaya penyembuhan jiwa
(nafs) manusia secara rohaniyah yang di dasarkan pada tuntutan Al Qur’an dan Al
Hadits, dengan metode analisis esensial empiris serta ma’rifat terhadap gejala
yang tampak pada manusia.[8]
Berdasarkan
uraian di atas maka yang di maksud dengan psikoterapi Islam dalam skripsi ini
adalah suatu teknik pengobatan jiwa baik secara fisik maupun psikis dengan membangun
semua unsur jiwa dan perilaku manusia (muslim) sehingga dapat mencerminkan
nilai-nilai dan norma-norma agama Islam guna mendapat arti kehidupan atau makna
hidup, sehingga mendapatkan ketenangan dan keseimbangan jiwa.
b.
Dasar Dan Tujuan Psikoterapi Islam
1.
Dasar
Yang
menjadi dasar psikoterapi Islam adalah Al Qur’an dan Al Hadits. Menurut
K.H.S.S. Djam'an dalam bukunya yang berjudul "Islam Dan Psikosomatik
(Penyakit Jiwa)", mengatakan bahwa bahan pengobatan dalam lapangan
psikosomatik atau penyakit jasmani yang ditimbulkan oleh ketegangan jiwa, hanya dapat diobati melalui agama (Islam). [9]
Dalam Al Qur’an terdapat banyak petunjuk-petunjuk untuk melakukan
psikoterapi Islam terhadap sesama manusia. Ini terdapat dalam surat Fushshilat 44:[10]
قل هُوَ لِلذِيْنَ أمنوا هُدًى وَ
شِفاَءٌ
Artimya:
"Katakanlah : Al Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi
orang-orang yang beriman".
Adapun psikoterapi Islam yang bersumber dari Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad (dari
Jabir bin Abdullah r.a.), sabdanya :
لكل داءٍ دواءٌ فإذا أصيب دواء الداء برأ بإذن الله عزّ و جلّ
(أخرجه مسلم)
Artinya: "Setiap penyakit
ada obatnya. Jika obat itu tepat mengenai sasarannya, maka dengan izin Allah
penyakit itu akan sembuh".[11]
Demikianlah Allah menurunkan Al
Quran kepada manusia dan mengutus Nabi Muhammad SAW untuk mempercayai dan
mengikutinya, karena Al Qur’an didalamnya berisi berbagai persoalan hidup dan
sebagai petunjuk. Al Qur’an dan Al Hadits merupakan dasar pegangan bagi umat
Islam meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.[12]
2.
Tujuan Psikoterapi Islam
Salah
satu tugas Rasulullah SAW adalah membawa amanah suci untuk menyempurnakan
akhlak agar manusia mendapat petunjuk dan meraih makna hidup.
Atas
dasar itulah psikoterapi Islam mempunyai tujuan. Adapun tujuan dari psikoterapi
Islam adalah :
a)
Memberikan pertolongan kepada setiap individu agar
sehat jasmaniahnya dan rohaniahnya, atau sehat mental, spiritual dan moral,
atau sehat jiwa dan raganya.
b)
Menggali dan mengembangkan potensi esensial sumber daya
insani.
c)
Mengantarkan individu kepada perubahan konstruksi dalam
kepribadian dan etos kerja.
d)
Meningkatkan kualitas keimanan, keIslaman, keihsanan
dan ketauhidan dalam kehidupan sehari-hari dan nyata.
e)
Mengantarkan individu mengenal, mencintai dan berjumpa
dengan esensi diri, atau jati diri dan citra diri serta Dzat Yang Maha Suci,
yaitu Allah Ta’ala Rabbal ‘Alamin.[13]
Dari
tujuan di atas bahwa tujuan psikoterapi Islam adalah untuk mendapatkan
keseimbangan jiwa (nafs) agar tidak terjadi mental disorder guna mencapai
kebahagiaan hidup.
c. Bentuk-Bentuk Psikoterapi
Menurut
Lewis dan Walberg membagi tiga tipe penyembuhan, yaitu:
1.
Penyembuhan Suppartif (Suppartif Therapy), yang
bertujuan untuk:
a.
Memperkuat benteng pertahanan (harga diri atau
kepribadian)
b.
Memperluas mekanisme pengarahan dan pengendalian emosi
atau kepribadian
c.
Mengembalikan pada penyesuaian diri yang seimbang.
2.
Penyembuhan Reedukatif ,(Reedukatif Therapy),
yang bertujuan:
a.
Penyesuaian kembali
b.
Perubahan atau modifikasi sasaran atau tujuan hidup
c.
Menghidupkan potensi kreatif
3.
Penyembuhan Rekonstruktif (Rekonstruktif Therapy),
yang bertujuan:
a.
Menimbulkan insight penahanan terhadap konflik yang
tidak disadari agar terjadi perubahan struktur kepribadian.
b.
Perluasan pertumbuhan kepribadian yang mengembangkan
potensi penyesuaian yang baru[14]
Sedangkan
menurut A. Riyadi warsito, ada beberapa macam terapi yang dapat digunakan
sebagai perawatan penderita gangguan psikis, diantaranya:
1)
Terapi rekreasi
Dengan terapi rekreasi ini si penderita akan merasakan
kesegaran pikiran, terutama jasmaninya, karena setelah lamanya pasien
beraktivitas, tentunya pasien akan mengalami suatu kebosanan dan kepenatan yang
akhirnya akan terjadi ketegangan pada otak dan jiwa, sehingga disini dibutuhkan
suatu hiburan yang berupa rekreasi untuk menyegarkan otak dan pikiran.
2)
Hydro therapy
Dengan memandikan si penderita dengan air hangat, akan
menghilangkan kelelahan serta kelesuan yang dialami oleh penderita. Ini
dimaksudkan agar setelah pasien disibukkan dengan pekerjaan yang melelahkan,
pasien dapat menyegarkan badannya kembali dengan mandi air hangat
3)
Terapi kerja
Stres atau ketegangan jiwa terjadi karena adanya tuntutan
yang datang dari lingkungan, seperti persoalan rumah tangga, pergaulan,
lingkungan kerja dan masyarakat sebagai akibat interaksi antara manusia dan
lingkungannya. Intensitas stres bermacam-macam tingkatannya, yang dalam batas
kapasitas manusia stres dapat menjadi pemacu untuk berprestasi lebih tinggi,
sebaliknya dalam kadar yang melampaui batas dapat menimbulkan gangguan fisik, dalam
bentuk yang nyata hal ini dapat dilihat dari penurunan prestasi kerja.[15]
Untuk itu, dengan terapi kerja, konsentrasi pasien akan tertuju pada pekerjaan
yang sedang dilakukan dan permasalahan pasien yang menyebabkan ia stres sedikit
demi sedikit akan terkikis. Dengan memberikan pekerjaan yang sesuai ini pasien
akan dapat melupakan penderitaan yang sedang dialaminya pada saat itu.[16]
2.
Tinjauan Tentang Stres
a.
Pengertian Stres
Dr. Hans
Selye, seorang ahli fisiologi dan tokoh di bidang stres yang terkemuka dari
Universitas Montreal, merumuskan stres sebagai berikut : stres adalah respon
atau tanggapan tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap tuntutan atasnya.
Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan
distres. Tubuh akan berusaha menyelaraskan rangsangan atau stres itu dalam
bentuk penyesuaian diri. Dalam banyak hal manusia akan cukup cepat untuk pulih
kembali dari pengaruh-pengaruh pengalaman stres. Manusia mempunyai suplai yang
baik dari energi penyesuaian diri untuk dipakai dan diisi kembali bilamana
perlu.[17]
Selye
menyatakan bahwa respon individu terhadap sesuatu disebut Sindroma Adaptasi
Menyeluruh (GAS, generalized adaptation syndrome). Sesuatu yang dapat
menimbulkan GAS disebut faktor stres (stressor), yang dapat bersumber
dari fisik-biologik, seperti: dingin, panas, sinar, suara bising, nyeri,
polusi. Stresor psikologik dapat berupa rasa takut, situasi yang berbahaya,
kesepian, kecewa, frustasi, lepas kendali dan marah. Stresor sosial budaya
dapat berupa pengangguran, kondisi perumahan yang jelek, hutang, lingkungan
tempat kerja dan sebagainya. Namun harus diperhatikan bahwa penggolongan
tersebut hanyalah bersifat buatan, sekedar untuk memudahkan pengertian saja.[18]
b.
Penyebab Stres
Dalam kehidupan sosial, manusia tidak dapat
lepas dari permasalahan yang ditimbulkan dari lingkungan sosialnya, sehingga
ketika manusia tidak dapat mengadakan adaptasi dan menanggulangi
permasalahannya, maka akan terjadilah stresor psikososial, kemudian timbullah
keluhan-keluhan kejiwaan.
Penyebab
stres itu bermacam-macam, misalnya: masalah perkawinan, problema orang tua,
hubungan interpersonal, pekerjaan, lingkungan hidup, keuangan, penyakit fisik,
faktor keluarga, kehilangan seseorang yang dicintai dan lain-lain.
Menurut
Abraham H. Maslow, apabila manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya,
maka ia akan mengalami gangguan jiwa atau stres.[19]
Adapun penyebab stres yang dikemukakan Maslow diantaranya:
Pertama,
kebutuhan fisiologis. Kebutuhan ini adalah kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi oleh setiap manusia untuk hidup, misalnya makan minum dan istirahat.
Orang tidak akan memikirkan kebutuhan lainnya sebelum kebutuhan dasar
terpenuhi.
Kedua,
kebutuhan akan rasa aman (safety). Pada dasarnya orang ingin bebas dari rasa
takut dan cemas. Manifestasi dari kebutuhan ini diantaranya adalah perlunya
tempat tinggal yang permanen, pekerjaan yang permanen.
Ketiga,
kebutuhan akan rasa kasih sayang. Perasaan memiliki dan dimiliki oleh
orang lain atau kelompok masyarakat adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh setiap
manusia. Kebutuhan akan terpenuhi bila ada saling perhatian, saling mengunjungi
sesama anggota masyarakat. Keintiman di dalam pergaulan hidup sesama anggota
masyarakat adalah sesuatu yang menyuburkan terpenuhinya kebutuhan ini.
Keempat,
kebutuhan akan harga diri. Bila kebutuhan ditingkat ketiga telah
terpenuhi, maka akan muncul kebutuhan akan harga diri. Pada tingkat ini orang
ingin dihargai dirinya sebagai manusia, sebagai warga Negara.
Kelima,
kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan pada tingkat ini adalah
kebutuhan yang paling tinggi, menurut teori Maslow. Pada tingkat ini manusia
ingin berbuat sesuatu yang semata-mata karena dia ingin berbuat sesuatu yang
merupakan keinginan dari dalam dirinya. Dia tidak ingin menuntut penghargaan
orang lain atas apa yang diperbuatnya. Sesuatu yang ingin dia kejar pada
tingkat ini adalah keindahan, kesempurnaan, keadilan dan kebermaknaan.[20]
Dari
pendapat Maslow tentang penyebab terjadinya gangguan kejiwaan atau stres yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan
bahwa gangguan kejiwaan atau stres disebabkan oleh karena ketidakmampuan
manusia untuk mengatasi konflik dalam diri, tidak terpenuhinya kebutuhan hidup,
perasaan kurang diperhatikan (kurang dicintai), dan perasaan rendah diri.
c.
Tahapan Stres
Stres
muncul biasanya secara bertahap. Menurut D. Robert J. Van Amberg (Psikiater)
membagi stres dalam enam tahap[21],
yaitu:
1)
Stres Tahap I
Tingkat
stres paling ringan, dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai
berikut:
a.
Semangat besar
b.
Penglihatan tajam
c.
Energi dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan
pekerjaan lebih dari biasanya.
Tahapan
ini biasanya menyenangkan dan orang lalu bertambah semangat, tanpa disadari
bahwa cadangan energinya sedang menipis.
2)
Stres tahap II
Dalam
tahap ini dampak stres yang menyenangkan mulai menghilang dan timbul
keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari.
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan sebagai berikut:
a.
Merasa letih sewaktu bangun pagi
b.
Merasa lelah sesudah bangun tidur
c.
Merasa lelah menjelang sore hari
d.
Terkadang gangguan dalam system pencernaan,
kadang-kadang juga jantung berdebar-debar.
e.
Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk
f.
Perasaan tidak bisa santai
3)
Stres Tahap III
Pada
tahap ini keluhan keletihan semakin tampak, yang disertai dengan gejala-gejala
sebagai berikut:
a.
Gangguan usus lebih terasa (diare)
b.
Otot-otot terasa lebih tegang
c.
Perasaan tegang yang semakin meningkat
d.
Gangguan tidur
e.
Badan lemas, serasa mau pingsan.
Pada
tahapan ini para penderita sudah harus berkonsultasi pada dokter kecuali kalau
beban stres atau tuntutan-tuntutan dikurangi, dan tubuh mendapat kesempatan
untuk beristirahat atau relaksasi, guna memulihkan suplai energi.
4)
Stres Tahap IV
Tahapan
ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk yang ditandai dengan ciri-ciri
sebagai berikut :
a.
Untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit
b.
Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa
sulit
c.
Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi,
pergaulan sosial dan kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat
d.
Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan dan
seringkali terbangun dini hari
e.
Perasaan negativistik
f.
Kemampuan berkonsentrasi menurun tajam
g.
Perasaan takut yang tidak bisa dijelaskan, tidak
mengerti mengapa.
5)
Stres Tahap V
Tahapan
ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan IV:
a.
Keletihan yang mendalam
b.
Untuk pekerjaan sederhana saja terasa kurang mampu
c.
Gangguan situasi pencernaan (sakit maag dan usus) lebih
sering. Sukar buang air besar atau sebaliknya, peses encer dan sering ke
belakang.
d.
Perasaan takut yang semakin menjadi, mimpi buruk
6)
Stres Tahap VI
Tahapan
ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan darurat. Tidak jarang para
penderita pada tahapan ini dibawa ke ICCU. Gejala-gejala tahapan ini cukup
mengerikan:
a.
Debaran jantung terasa amat keras, hal ini disebabkan
zat adrenalin yang dikeluarkan karena stres tersebut cukup tinggi dalam
peredaran darah
b.
Nafas sesak, megap-megap
c.
Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran
d.
Tenaga untuk hal-hal ringan sekalipun tidak kuasa lagi,
pingsan (collaps).
Bilamana diperhatikan, maka dalam tahapan stres di atas,
menunjukkan manifestasi di bidang fisik dan psikis. Di bidang fisik berupa
kelelahan, sedangkan di bidang psikis berupa kecemasan dan depresi. Hal ini
dikarenakan penyediaan energi fisik maupun mental yang mengalami defisit terus
menerus. Sering buang air kecil dan sukar tidur merupakan pertanda dari
depresi.
3. Psikoterapi
Islam Terhadap Stres
a.
Pengertian Psikoterapi Islam terhadap stres
Seperti
yang telah dijelaskan di awal, bahwa psikoterapi Islam adalah proses
penyembuhan dan pengobatan suatu penyakit, baik itu mental, spiritual, moral
maupun fisik dengan melalui bimbingan Al Qur'an dan As Sunnah. Sebagaimana
firman Allah dalam surat
Yunus ayat 57:
يايهاالناس قدجاء تكم موعظة من ربكم
وشفاء لما فى الصدور وهدى ورحمة للمؤمنين
Artinya:
"Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu suatu pelajaran dari
Tuhanmu, dan penyembuh terhadap penyakit yang ada dalam dada, dan petunjuk
serta rahmat untuk orang-orang yang beriman".[22]
Bahwasanya
di dalam Al Qur'an, konsep penyembuhan, pengobatan atau perawatan dari suatu
penyakit mengandung makna untuk:
a.
Menguatkan keimanan dengan Al Qur'an
b.
Membenarkan suatu keyakinan bahwa barang siapa di timpa
suatu penyakit, maka sesungguhnya ia mampu mengobati penyakit itu kapan saja ia
kehendaki dengan mencari metode penyembuhannya.
c.
Keyakinan orang yang mempercayai (beriman) kepada
Rasulullah SAW, bahwa Tuhannya telah memberi petunjuk kepadanya mengenai
pelajaran-pelajaran tentang rahasia-rahasia Al Qur'an dan daripadanya terdapat
rahasia pengobatan dan penyembuhan yang bermakna.[23]
Stres
merupakan tanda ketidaksehatan mental, di mana jika tubuh tidak mampu
memberikan respon terhadap berbagai tuntutan yang apabila tidak segera ditangani
akan menyebabkan gangguan pada fisik dan kejiwaan, yang oleh ilmu kedokteran
ini dinamakan psikosomatik. Penyakit jasmani yang ditimbulkan oleh ketegangan
jiwa, hanya dapat diobati dengan melalui agama (Islam).
Dalam
psikoterapi Islam, penyembuhan-penyembuhan yang paling utama dan sangat
mendasar adalah pada eksistensi dan esensi mental dan spiritual manusia. Oleh
karena itu Nabi Muhammad SAW mengajarkan akidah dan ketauhidan. Karena obyek
utama dari ilmu itu adalah pendidikan, pengembangan dan pembudayaan eksistensi
dan esensi mental dan spiritual. Apabila keduanya telah benar-benar kokoh,
sehat dan suci maka dalam kondisi apapun "eksistensi emosional" akan
terampil, cerdas, brillian dan bijaksana, sehinggan akan melahirkan moral
(akhlak) yang terpuji dan selalu membawa kebaikan bagi dirinya sendiri, orang
lain dan dalam lingkungannya.[24]
Untuk
itu dalam penyembuhan penyakit stres dapat ditemukan ayat-ayat suci Al Qur'an
dan hadits Nabi dan pemikir-pemikir Islam yang mengandung tuntutan bagaimana
dalam kehidupan di dunia ini manusia bebas dari rasa cemas, stres, depresi dan
lain sebagainya. Demikian pula dapat ditemukan dalam doa-doa yang pada intinya
memohon kepada Allah SWT agar dalam kehidupan ini manusia diberi ketenangan,
kesejahteraan dan keselamatan baik di dunia maupun kelak di akherat.
b.
Teknik-teknik psikoterapi Islam terhadap
stres
Agama
dan ilmu pengetahun adalah dua hal yang berjalan seiring dan tidak terpisahkan.
Oleh karena itu bagi seorang muslim untuk membuat pemisahan antara pendekatan
psikologis (yang bebas agama) sebagai ilmu pengetahuan dan agama sebagai tekhik
terapi adalah tidak mungkin. Menurut Pattson, bahwa pemisahan pendekatan agama
dan psikoterapi adalah tidak dapat dilakukan menurut pandangan Islam. Adapun
yang dianjurkan agama Islam dalam kaitannya dengan terapi tentunya bias
diterangkan dari segi ilmu pengetahuan.[25]
Dalam Al
Qur'an terdapat beberapa ayat yang memberi petunjuk bahwa agama mempunyai sifat
terapeutik bagi gangguan kejiwaan. Namun bagaimanakah proses terapeutik tersebut
haruslah dilihat dari ajaran-ajaran agama Islam itu sendiri.
Di sini
penulis akan memberikan terapi sebagai praktek ajaran Islam dalam penyembuhan
dari penyakit stres, yaitu:
1.
Shalat
Firman
Allah dalam surat
Al Ankabut ayat 45:
إن الصلاة تنهىعن الفحشاء والمنكرولذكرالله أكبر والله
يعلم ما تصنعون
Artinya:
"…Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan. " ( Q.S. 29:45).[26]
Shalat adalah ibadah yang diawali dengan takbiratul ikhram
dan diakhiri dengan salam dan barang siapa yang mengerjakannya akan mendapat
pahala. Jika shalat dilakukan dengan ikhlas dan khusyu', artinya menghayati
serta mengerti apa yang diucapkan serta ikhlas dalam melakukan shalat, maka
akan banyak memperoleh manfaat, antara lain ketenangan hati, perasaan aman dan
terlindungi, serta berperilaku sholeh. Pada saat shalat, maka seluruh alam pikiran
dan perasaannya terlepas dari semua urusan keduniaan yang membuat dirinya
stres. Sesaat jiwanya tenang, ada kedamaian dalam hatinya.
Selain sebagai ibadah, sholat juga mempunyai peranan
penting bagi kesehatan jasmani dan rohani. Dari segi jasmani, gerakan dalam
sholat mempunyai arti penting untuk kesehatan, karena pada setiap gerakan dalam
sholat adalah sesuai dengan tuntunan ilmu kesehatan.
Dari segi rohani, sholat mempunyai arti yang sangat besar
jika dilakukan dengan ikhlas dan khusyu’, hati seseorang akan bisa ‘dekat’
dengan Allah. "jika hati manusia mendekat kepada Allah, Sang Penguasa
dunia, yang menciptakan penyakit dan obatnya, yang memerintahkan alam dunia
sesuai dengan kehendak-Nya”, kata Al Dzahabi, ‘Maka baginya akan tersedia
obat-obatan bagi penyakitnya. Hal demikian tidak bisa dialami oleh orang yang
tidak beriman dan hatinya buta. Telah terbukti bahwa jika ruh manusia menjadi
kuat, maka menguat pulalah jiwa dan tubuhnya. Ketiganya akan saling bekerjasama
untuk mengusir dan mengatasi penyakit. Ini tak terbantah, kecuali orang-orang
yang bodoh.”[27]
Menurut Djamaludin Ancok, ada empat aspek terapeutik dalam
shalat, yaitu:aspek olah raga, aspek meditasi, aspek auto-segesti, dan aspek
kebersamaan.[28]
Aspek olah raga. Shalat adalah proses yang menuntut
aktivitas fisik, konstraksi otot, tekanan dan 'message' pada bagian otot-otot
tertentu dalam pelaksanaan shalat merupakan suatu proses relaksasi. Salah satu
teknik yang banyak dipakai dalam proses gangguan jiwa adalah pelatihan
relaksasi. Lekrer melaporkan bahwa gerakan-gerakan otot-otot pada training
relaksasi tersebut dapat mengurangi kecemasan. Eugene Walker melaporkan hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa olah raga dapat mengurangi kecemasan jiwa.
Kalau dikaitkan dengan shalat yang penuh dengan aktivitas fisik dan rohani,
khususnya shalat yang banyak rakaatnya, maka tidak dapat dipungkiri bahwa
shalatpun akan dapat menghilangkan kecemasan dan dapat menghasilkan bio-energi,
yang dapat membawa si pelaku dalam situasi seimbang antara jiwa dan raga.
Aspek meditasi. Perlu diketahui bahwa shalat
adalah proses yang menuntut konsentrasi atau khusyu'. Kekhusyukan dalam shalat
inilah bila kita teliti secara lebih mendalam mengandung unsur meditasi. Eugene
Walker dalam penelitiannya tentang pengaruh 'transcendental meditation'
dan 'zenmeditation' menunjukkan bahwa meditasi dapat menghilangkan
kecemasan.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan R. Walsh melaporkan
bahwa meditasi berpengaruh untuk meningkatkan rasa percaya diri, kontrol diri,
harga diri, empati dan aktualisasi diri. Disamping itu, meditasi juga mampu
membawa efek untuk mengurangi rasa cemas yang melanda seseorang stres, depresi,
phobia, insomnia dan sebagai terapi untuk menghilangkan ketergantungan terhadap
obat dan alkohol.[29]
Aspek auto-sugesti. Bacaan dalam shalat
adalah ucapan yang dipanjatkan pada Allah. Di samping berisi pujian pada Allah
juga berisikan doa dan permohonan pada Allah agar selamat di dunia dan di
akhirat. Ditinjau dari teori hypnosis yang menjadi landasan dari salah satu
teknik terapi kejiwaan, ucapan sebagaimana tersebut di atas merupakan ‘auto
sugesti’ yang dapat mendorong kepada orang yang mengucapkan untuk berbuat
sebagaimana yang dikatakan. Bila doa itu diucapakan dan dipanjatkan dengan
sungguh-sungguh, maka pengaruhnya sangat jelas bagi perubahan jiwa maupun
badannya. Menurut Robert H. thouless, doa sebagai teknik penyembuhan gangguan
mental, dapat dilakukan dalam berbagai kondisi yang terbukti membantu
efektivitasnya dalam merubah mental seseorang.
Aspek kebersamaan. Para
ahli telah memberikan banyak alternatif mengenai masalah shalat. Salah satunya,
bila seseorang tidak ingin dalam jiwanya muncul rasa asing atau kesepian, rasa
diperhatikan maupun ingin menghargai orang lain, adalah melalui terapi religius
berupa shalat berjamaah. Memang benar, shalat berjamaah merupakan salah satu
terapi yang cukup mujarab untuk menghilangkan perasaan asing ataupun kesepian
dalam hidup ini. Bahkan melalu shalat berjamaah-lah seseorang akan tentram
dalam jiwanya dengan nilai-nilai atau sikap untuk menghargai orang lain. Dalam
shalat dianjurkan untuk melakukannya secara berjamaah. Ditinjau dari segi
psikologi, kebersamaan itu memberikan aspek terapeutik.[30]
Menurut Djamaludin Ancok dan Utsman Najati, aspek
kebersamaan pada shalat berjamaah ini mempunyai nilai terapeutik, dapat
menghindarkan seseorang dari rasa terisolosir, terpencil, tidak bergabung dalam
kelompok, tidak diterima atau dilupakan. Disamping itu, dari shalat berjamaah
ini juga mempunyai efek terapi kelompok (group therapy), sehingga
perasaan cemas, terasing, takut menjadi nobody akan hilang.[31]
2.
Puasa
Pada hakekatnya, puasa adalah pengendalian diri (self
control). Orang yang sehat jiwanya adalah orang yang mampu menguasai dan
mengendalikan diri terhadap dorongan-dorongan yang datang dari dalam dirinya
maupun yang datang dari luar. Selain pengendalian diri, puasa juga dapat
berfungsi sebagai pengembangan dan peningkatan serta pengarahan diri terhadap
hal-hal yang serba baik dan yang diridloi-Nya. Orang yang benar-benar beriman
serta menjalankan ibadah puasa dengan sungguh-sungguh akan memperoleh
hikmahnya, yaitu kemampuan atau kekuatan untuk menahan dan mengendalikan diri
terhadap godaan-godaan. Dari berbagai penelitian ilmiah ternyata puasa
meningkatkan kesehatan fisik, psikologik, sosial, dan spiritual.[32]
Nabi Muhammad SAW berpesan kepada umatnya, “berpuasalah
kamu, tentu kamu akan menjadi sehat”. Pesan Nabi tersebut mengisyaratkan bahwaa
dibalik ibadah puasa tersembunyai mutiara hikmah bagi kesehatan manusia. Tentu
saja sehat yang dimaksudkan Nabi SAW adalah sehat jasmani, rohani dan rohani
secara keseluruhan. Selain bermanfaat bagi kesehatan jasmani dan mengatasi
berbagai penyakit, puasa juga melatih rohani manusia agar menjadi lebih baik.
Temuan terakhir dunia kedokteran jiwa membuktikan bahwa puasa dapat
meningkatkan derajat perasaan atau Emotional Question (EQ) manusia.
Secara psikologis, manusia tidak hanya dinilai dari derajat Intelligence
Question (IQ)nya, tetapi juga diukur dari EQ-nya. EQ berpengaruh dalam
pembentukan sifat-sifat seseorang, antara lain: sifat dermawan, santun terhadap
fakir miskin, sabar rela berkorban, kasih sayang dan rasa kepedulian. Sedangkan
IQ berpengaruh pada bertambahnya rasa percaya diri dan meningkatnya daya ingat
serta daya nalar seseorang.[33]
Meningkatnya kemampuan mengendalikan diri ketika berpuasa
erat kaitannya dengan meningkatnya EQ seseorang karena orang yang berpuasa
terlatih untuk sabar, tenang dan tidak cemas. Selain meningkatkan EQ, puasa
juga akan meningkatkan iman dan takwa, mengatasi dan mencegah stres, rasa
tertekan, frustasi dan depresi. Lebih dari itu, puasa juga akan menghilangkan
penyakit-penyakit hati yang dapat mengganggu kesehatan jiwa, seperti: dendam,
dengki, riya dan takabur.[34]
Dengan demikian, puasa merupakan cara pengobatan yang bersifat
rohani dan alami sekaligus. Jika seseorang yang berpuasa menjalankan ibadahnya
secara benar dan baik serta ikhlas karena Allah, kemudian mendalami rahasia dan
hikmah yang terkandung di dalam puasa bukan sekedar menahan makan dan minum
saja, maka berarti ia telah menciptakan benteng yang kokoh di dalam dirinya dan
menolak segala macam penyakit yang mungkin dapat menyakiti jasmani maupun
rohaninya.[35]
3.
Dzikir
Menurut pengertian secara umum, dzikrullah adalah perbuatan
mengingat Allah dan ke-Agungan-Nya, yang hampir meliputi semua bentuk ibadah
perbuatan, baik tasbih, tahmid, takbir, shalat, membaca al Qur’an, berdoa,
melakukan perbuatan baik dan menghindarkan diri dari kejahatan. Dalam arti
khusus, dzikrullah adalah menyebut nama Allah sebanyak-banyaknya dengan
memenuhi tata tertib, metode, rukun dan syaratnya. Dzikrullah adalah
benar-benar perintah Allah dan Rasul-Nya dan bukan ciptaan atau diada-adakan
oleh manusia.[36]
Dzikrullah dilakukan dalam bentuk renungan sambil duduk dan
mengucapkan lafadz-lafadz Allah dengan khusyu’. Dzikir ini sebenarnya merupakan
implikasi untuk dapat mengingat, memperhatikan, mengenang dan merasa bahwa
dirinya senantiasa diawasi oleh Allah dan dalam hal ini berpengaruh kuat
terhadap mental dan kesadarannya yang kemudian diaktualisasikan dalam bentuk
pola pemikiran dan tingkah laku. Dengan demikian, dzikrullah bukan hanya
semata-mata mengingat Allah saja, akan tetapi mengingat dengan sepenuh hati dan
sepenuh keyakinan akan kebesaran Allah dengan segala sifat-Nya serta menyadari
bahwa dirinya senantiasa berada dalam pengawasan Allah seraya menyebut asma Allah dalam hati atau lisan.
Sebagaimana firman Allah surat
Ar ra'd 28:
الذين امنوا وتطمئن قلوبهم
بذكرالله الابذنرالله تطمئن القلوب
Artinya: "Yaitu
orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram."[37]
Sesungguhnya mengingat Allah serta menyebut nama-Nya, ada
mengandung banyak faedah-faedah yang besar, sehingga menurut penelitian Imam
Ibnu Qayim Al Jauzi dalam kitabnya "Al-Wa-Bilu-Shaiyib" bahwa
faedah berdzikir itu lebih dari seratus faedah, diantaranya :
Pertama:
Dengan dzikir, dapat mengusir syaithan setiap saat yang menggoda kita dan
menyeret kita ke dalam jahanam.
Kedua:
Dzikrul-lah itu membaea kepada keridlaan Allah.
Ketiga:
Dzikrul-lah atau mengingat Allah dan menyebut nama-Nya itu menghilangkan rasa
susah dan dukacita dari dalam hati.
Keempat:
Dzikrul-lah itu menimbulkan ketenangan dan kegembiraan hati serta membawa
kelapangan rezeki.
Kelima:
Dzikrul-lah itu menguatkan hati dan badan, dan lain-lain.[38]
4.
Doa
Doa merupakan salah satu media untuk berkomunikasi dengan
Allah, yaitu berupa ungkapan jiwa seseorang. Jika dipandang dari sudut
kesehatan jiwa, doa mengandung unsur psikoterapuetik yang mendalam.
Psikoreligius terapi ini tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan psikoterapi
psikiatrik, karena ia mengandung kekuatan spiritual atau kerohanian yang
membangkitkan rasa percaya diri dan rasa optimisme (harapan kesembuhan). Dua
hal ini, yaitu rasa percaya diri (self confident) dan optimisme,
merupakan dua hal yang amat esensial bagi penyembuhan suatu penyakit.[39]
Doa adalah satu bentuk ibadah yang paling esensial,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “doa itu merupakan saripatinya ibadah”. (HR.
Bukhari dan Muslim).[40]
Di dalam berdoa kita harus bersungguh-sungguh, artinya ketika kita berdoa, kita
harus dalam keadaan konsentrasi atau khusyu’ dan penuh pengharapan serta yakin
bahwa doa kita akan mudah dikabulkan.
Dipandang dari sudut kesehatan jiwa, doa mengandung unsur
psikoterapeutik, karena di dalam doa ada unsur psikoreligius artinya bahwa doa
tersebut mengandung kekuatan spiritual atau kerohanian yang membangkitkan rasa
percaya diri dan rasa optimisme (harapan kesembuhan). Dua hal ini, yaitu rasa
percaya diri dan optimisme merupakan dua hal yang sangat esensial bagi
penyembuhan suatu penyakit disamping obat-obatan dan tindakan medis yang diberikan.
Dalam ajaran Islam, tuntunan untuk berobat (secara ilmu
pengetahuan atau medis) dan berdoa, banyak dijumpai dalam ayat maupun hadits,[41]
diantaranya adalah:
تدا ووا فان الله تعالى لم يضع داءالا وضع له دواء غير
داء وا حد الهرم
Artinya:
“Berobatlah kalian, maka sesungguhnya Allah SWT tidak mendatangkan penyakit
kecuali mendatangkan juga obatnya, kecuali penyakit tua”. (H. R. At
Tirmidzi)
Sholat, doa dan dzikir merupakan ibadah yang sangat penting
untuk terapi bagi orang yang sakit rohaniahnya. Ketiga jenis ibadah ini
merupakan metode untuk berhubungan dengan Allah sehingga seseorang yang
menjalankannya sama dengan menghadap dan menyerahkan persoalan yang dihadapi
kepada-Nya serta memohon petunjuk-Nya. Sikap ini berpengaruh pada kejiwaan
seseorang, karena sama seperti konsultasi di mana ia bisa mengungkapkan segala
keluhannya kepada konsultan. Dengan keyakinan bahwa Allah akan mendengar,
memperhatikan dan menerima segala yang diungkapkan maka akan menjadikan
ketenangan batin.[42]
Berdoa dan berdzikir merupakan sarana sekaligus motivasi
diri untuk menampakkan wajah seorang yang bertanggung jawab. Dzikir
mengingatkan perjalanan untuk pulang dan berjumpa dengan kekasihnya (dengan
maksud atau keinginan untuk memberikan orang terbaik saat kembali kelak). Dan
dengan berdoa, mereka memiliki sikap optimis, karena doa pada hakikatnya adalah
rintihan seorang hamba yang memiliki harapan untuk memperoleh kemuliaan dan
pertolongan dari Allah.
Dalam menghadapi penyakit (musibah), ajaran Islam tidak
membenarkan putus asa. Manusia diwajibkan berikhtiar (berobat dan berdoa), soal
sembuh atau tidaknya Allah-lah yang menentukan. Sebagaiman firman Allah Surat
Az Zumar ayat 53:
قل يعبادي الذين اسرفوا على انفسهم لا
تقنطوا من رحمة الله ان الله يغفرالذنوب جميعا انه هوالغفورالرحيم
Artinya: " Katakanlah, hai hamba-hamba-Ku yang
melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah berputus asa dari
rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa. Sesungguhnya Dia Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang."[43]
G. Metode Penelitian
Metode
merupakan suatu cara bertindak menurut sistem aturan yang bertujuan agar
kegiatan praktis terlaksana secara rasional dan terarah sehingga tercapai hasil
yang optimal.[44] Namun
dalam arti yang lebih luas, istilah metodologi menunjuk kepada proses, prinsip
serta prosedur yang kita gunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawaban
atas masalah tersebut.[45]
Maka perlu kiranya penulis kemukakan bagaimana cara kerja penelitian dalam
skripsi ini.
Penelitian
ini dilaksanakan secara eksploratif dan mendetail. Oleh karenanya penulis
menggunakan penelitian kualitatif. Bogna dan Taylor mendefinisikan “metodologi kualitatif”
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.[46]
Selain itu metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif juga berarti penelitian yang menggambarkan atau representasi
obyektif terhadap fenomena yang ada,[47]
dan selanjutnya menganalisanya.
Dari
penjelasan di atas, tepatlah kiranya penulis menggunakan jenis penelitian
analisis deskriptif kualitatif yang akan mampu mendeskripsikan secara mendalam
dan mendetail terhadap sasaran penelitian.
1. Sumber data dan fokus penelitian
Sumber
data dalam penelitian ini diperoleh melalui interview. Interview pada dasarnya
merupakan cara untuk memperdalam data yang diperoleh melalui pengamatan.[48] Di sini interview ditujukan kepada bpk. Sri
Haryanto S. Nugroho selaku pimpinan LPA Anugrah Agung, psikoterapis LPA Anugrah
Agung dan dua pasien yang menderita stres. Interview ini merupakan sumber
informasi primer, di samping sebagai alat pengumpul data juga yang berfungsi
sebagai alat ukur untuk menilai kebenaran data (informasi), sehingga mereka
dapat disebut informasi pokok atau key
informan.[49]
Selain
itu interview merupakan keseluruhn dari sumber informasi yang dapat memberikan
data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini yang
menjadi sumber informasi (informan) diantaranya:
a.
Pimpinan LPA Anugrah Agung, yaitu bpk. Sri Haryanto S
Nugroho
b.
Psikoterapis pada LPA Anugrah Agung
c.
Dua pasien yang mendetita stres
Adapun
yang menjadi fokus dalam penelitian di sini adalah psikoterapi Islam terhadap
stres pada LPA Anugrah Agung
2.
Metode Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data yang penulis gunakan untuk memenuhi dan memperoleh data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:
a.
Metode Interview
Wawancara
adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si
penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).[50]
Interview
di sini digunakan untuk mengumpulkan
data-data yang berkenaan dengan metode terapi, khususnya psikoterapi
Islam dalam menangani penyakit stres, yang digunakan oleh LPA Anugrah Agung.
Dengan begitu data-data tersebut nantinya memberikan penjelasan secara
komprehensif, kiat-kiat yang selama ini menjadi keunggulan LPA Anugrah Agung.
Disisi lain, data-data tersebut juga mampu merepresentasikan relevansi
psikoterapi Islam dalam menangani penyakit stres secara efektif.
Adapun
interview yang penulis gunakan adalah interview bebas terpimpin, yaitu
interview dengan membawa kerangka pertanyaan-pertanyaan yang sudah dipersiapkan
untuk diajukan kepada informan yang sudah dipersiapkan secara lengkap.
b.
Metode Dokumentasi
Metode
dokumentasi adalah suatu penelitian yang ditujukan pada penguraian dan
penjelasan apa yang telah lalu melalui sumber-sumber dokumentasi.[51]
Sumber-sumber dokumentasi dapat berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
notulen, prasasti, rapat, lengger, agenda dan sebagainya.[52]
Metode ini penulis gunakan untuk melengkapi data sebelumnya yang didapat
melalui interview.
Alasan
penggunaan metode ini karena dokumen merupakan catatan atau arsip yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya tidak membutuhkan banyak waktu dan energi
serta dapat untuk mengecek kembali informasi yang didapat interview secara
langsung.
Adapun
dokumen yang penulis perlukan yaitu, gambaran keadaan setempat, seperti keadaan
geografis dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
c.
Metode Observasi
Observasi
merupakan cara pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan dengan
sistematis terhadap data yang diselidiki.[53]
Metode ini digunakan untuk mengamati secara langsung praktek penyembuhan yang
dilakukan LPA Anugrah Agung kepada pasien yang mengalami stres.
Adapun
jenis observasi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah observasi
partisipan, yaitu peneliti turut ambil bagian dalam setiap kegiatan yang
diteliti. Metode ini digunakan sebagai kelengkapan dan penguat data yang telah
diperoleh melalui metode interview dan dokumentasi.
d.
Analisis Data
Dalam
menganalisa data yang telah terkumpul, penulis sajikan secara analisis
deskriptif kualitatif, artinya penulis menggambarkan keadaan sasaran penelitian
secara apa adanya. Sejauh mana yang penulis peroleh dari interview, dokumentasi
dan observasi. Adapun caranya setelah data terkumpul kemudian diklasifikasikan.
Klasifikasi data nantinya tidak akan keluar dari 3 hal yaitu, pertama,
potret LPA Anugrah Agung, kedua, terapi-terapi yang digunakan, ketiga,
pelaksanaan serta hasil psikoterapi Islam terhadap stres. Setelah semua data
masuk dalam klasifikasinya masing-masing, dilakukan pendekatan berfikir secara induktif,
yaitu cara menarik kesimpulan mulai dari fakta-fakta khusus atau peristiwa
kongkrit dan kemudian ditarik suatu generalisasi yang bersifat umum.
Masing-masing
terapi Islam dari pembahasan tersebut di atas bertumpu pada psikologis dan
religius. Dengan asumsi atau pertimbangan bahwa pengalaman individu itu berada
dalam dataran kehidupan psikis. Oleh karena itu lebih mengena bila didekati
dengan pendekatan psikologis. Dan individu yang dimaksud adalah seorang yang
beragama, maka pendekatan religius dapat digunakan sebagai penguat dan
pelengkap.
Namun
demikian penafsiran dan interpretasi data tetap didasarkan pada penalaran logis
daripada sekedar memaparkan data apa adanya.
H. Sistematika
Pembahasan
Supaya
penulisan proposal skripsi atau
penelitian ini menjadi lebih baik, runtut, tidak rancu, serta dengan mudah
dapat dipahami, tentunya tidak lepas dari adanya sistematika penulisan. Adapun
sistematika pembahasannya adalah:
Pertama,
BAB I, Pendahuluan: berisikan Penegasan Istilah, Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Teoritik, Metode
Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.
Kedua,
BAB II, Gambaran Umum LPA Anugrah Agung, berisikan: Sejarah Berdirinya, Struktu Organisasi,
Bentuk-bentuk Aktivitas, Kasus Stres yang pernah ditangani, Terapi-terapi yang
digunakan
Ketiga,
BAB III, Psikoterapi Islam Terhadap Stres Pada Dua Pasien, berisikan:
Latar Belakang Stres Pada Dua Pasien, Pelaksanaan Psikoterapi Islam Terhadap
Dua Pasien Penderita Stres, Hasil Psikoterapi Islam Terhadap Dua Pasien
Penderita Stres
Keempat,
BAB IV, Penutup, berisikan: Kesimpulan, Saran-saran, dan Kata Penutup.
[1] Hamdani Bakran
Adz-Dzaky, Konseling & Psikoterapi Islam, (Yogyakarta:
Fajar Pustaka Baru, 2002), hal. 228
[2]
Ahmad Husain Asdie, Stres, Penyakit Psikosomatis, Dan Aneka
Cara Penyembuhannya, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas
Kedokteran UGM,(Yogyakarta, 1997), hal. 4
[3]
Saifuddin Azwar, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1995), hal. 8
[4]
Utsman Najati,. Al Qu’an Dan Ilmu Jiwa. Terjemahan, (Bandung : Pustaka. 1985),
hal. 287
[5]
Wawancara dengan Bpk. Sri Haryanto S. Nugroho, tanggal 20 Mei 2004
[6]
Makmuri Muchlas, Stres dan Kepuasan Kerja, (Yogyakarta: Dian Nusantara,
1991), hal. 46
[8]
Fuat Nashori, Psikologi Agenda Menuju
Aksi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,1997), hal. 137
[10] Depag
RI, Al Qur'an dan Terjemahnya,
(Semarang: CV. Toha Putra, 1989), hal. 779
[11]
Dadang Hawari, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997, hal. 12-13
[13]
Hamdani Bakran, Op. Cit, hal. 278-279
[14] Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi
Agama, ,(Bandung: Sinar Baru, 1991), hal. 157
[15]
Sarwono Kusumaatmaja, Stres dan Kepuasan Kerja, (Yogyakarta: Dian
Nusantara, 1991), hal. 1
[17] Dadang Hawari, Op.
Cit, hal. 45
[18]
Ahmad Husain Asdie, Op. Cit, hal.
5
[19]
Djamaludin Ancok Dan Fuat Nashori, Psikologi Islami
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), hal. 92
[22] Depag RI,
Op. Cit, hal. 315
[23] Dadang Hawari, Op.
Cit, hal. 280
[25]
Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori, Op. Cit, hal. 97
[26] Depag RI, Op.
Cit, hal. 635
[27]
Imam Musbikin, Rahasia Shalat Bagi Penyembuhan Fisik dan Psikis, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), hal. 84
[28] Djamaludin Ancok dan
Nashori Suroso, Op. Cit, hal. 98
[29]
Imam Musbikin, Op. Cit, hal. 160
[30] Djamaludin Ancok Dan
Nashori Suroso, Op. Cit, hal 98-99
[31]
Imam Masbukin, Op. Cit, hal. 180
[32] Dadang Hawari, Op.
Cit, hal. 448
[33]
Hembing Wijayakusuma, Puasa Itu Sehat,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hal. 1
[34]
Ibid, hal. 7
[35]
Ibnul Qayyimal-Jauziyah, Sistem Kedokteran Nabi, Kesehatan Dan Pengobatan
Menurut Petunjuk Nabi Muhammad SAW, (Semarang: Dina Utama, 1994), hal. 142
[36]
Hanna Jumhana Bastaman, Integrasi Psikologi Dalam Islam, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1995), hal. 158
[37] Depag RI,
Op. Cit, hal. 373
[39] Dadang Hawari, Op.
Cit, hal. 478
[40]
Imam Musbikin, Op. Cit, hal. 167
[41]
Dadang Hawari, Op. Cit, hal. 480
[42] Yahya Jaya, Spiritualisasi
Islam dalam Menumbuhkembangkan Kepribadian Dan Kesehatan Mental, (Jakarta:
Ruhana, 1994), hal. 95
[43] Depag RI,
Op. Cit, hal. 753
[44]
Anton Bakker, Metode-metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1986), hal. 10
[45]
Arif Furchan, Pengantar metode Penelitian Kualitatif, (Surabaya: Usaha
Nasional, cet-1, 1992), hal. 17
[46]
Lexy J. Moleong, Metodologi
Penelitian Kualitatif, (Bandung:
Remaja rosda Karya, 1998), hal. 3
[48]
Dudung Abdurrahman, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta:
Kurnia Kalam Semesta, 2003), hal.57
[50] Ibid, hal. 234
[52]
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
(Jakarta:
Rineka Cipta, 1993), hal.236
Tidak ada komentar:
Posting Komentar