Sabtu, 15 November 2014

Yusuf al Qaradhawy dan Hasan al Banna tentang konsep daulah

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah

Salah satu bidang kemasyarakatan itu ialah dunia politik yang pada akhirnya bermuara pada model suatu negara, kecenderungan terhadap timbulnya tindak- lanjut keinginan dan kebutuhan manusia yang beranekaragam yang tidak dapat terpenuhi dan terpuaskan oleh kekuatan dan kemampuan diri sendiri merupakan asal mula pemicu berdirinya sebuah negara.[1] Mengenai pengertian Negara tersebut, tidak ada satu definisi yang disepakati tentang negara. Namun, secara umum mungkin dapat dijadikan sekedar  pegangan, sebagaimana lazimnya, dikenal dalam hukum Internasional bahwa suatu negara biasanya memiliki tiga unsur pokok yaitu : (1) Rakyat atau sejumlah orang (2), Wilayah tertentu dan (3) Pemerintahan yang berwibawa dan berdaulat.[2] Negara berdasarkan bentuknya dalam teori politik secara garis besar dibedakan mrnjadi dua. Pertama, Negara teokrasi dan kedua Negara sekuler. Negara teokrasi merupakan perwujudkan tentang adanya kekuasaan Tuhan yang mewakili manusia.sedangkan Negara sekuler adalah Negara yang sama sekali lepas dari ikatan agama.[3]
Secara umum tujuan pokok pemerintahan Islam adalah menciptakan kemaslahatan bagi manusia dan mencegah segala bahaya, menegakkan keadilan dan melarang semua permusuhan antara manusia, tujuan pemerintahan Islam sama dengan tujuan yang hendak dicapai pemerintahan secara umum lainnya.dalam al Qur’an sendiri ada yang relevan dengan masalah ini sperti firman-Nya.[4]   
Mengenai konsep negara, Islam nampaknya lebih cenderung berpendapat bahwa Islam tidak memerintahkan dan juga mengajarkan secara jelas mengenai sistem ketatanegaraan, tetapi mengakui terdapatnya sejumlah tata nilai dan etika dalam al-Qur’an. Islam menegakkan kekuasaan yang memiliki dua aspek: aspek keagamaan dan aspek keduniaan.[5] Sebagaimana Firman-Nya.[6]
Dalam perkembangan selanjutnya perbincangan tersebut mulai memasuki kawasan kajian hukum, beberapa pemikir hukum Islam klasik mulai memperkenalkan istilah- istilah baru dalam teori politik ( Fikih as-Siyasah ), mereka. Seperti Khalifah, Ahl al- Hall wa al Aqd Bay’ah dan beberapa istilah lain yang sejak semula tidak dikenal dalam istilah teologi Islam klasik, dalam kondisi yang tidak jauh berbeda, pada periode selanjutnya pemikir- pemikir politik Islam semakin intensif dikumandangkan oleh sejumlah aktivis kebangkitan Islam, baik di timur tengah maupun di wilayah Islam lainnya yang pada saat itu berada dalam cengkeraman penjajah barat.
Meningkatnya intensitas tersebut secara umum dipengaruhi tiga hal yaitu kerapuhan  dunia Islam oleh faktor- faktor internal yang berakibat munculnya gerakan- gerakan pembaharuan dan pemurnian, adanya rongrongan barat terhadap keutuhan politik dan wilayah Islam dan terakhir akibat keunggulan barat dalam ilmu, teknologi, dan organisasi. Tiga hal tersebut mewarnai orientasi umum para pemikir politik Islam kontemporer.[7]        
Imperialisme yang menguasai masyarakat muslim mampu menanamkan satu pemikiran yang aneh di dalam akal dan jiwa mereka. Bahwa Islam adalah agama dan bukan daulah. agama itu sendiri menurut pengertian Barat, bagaimana ia mengartikan agama. Urusan daulah tidak ada kaitannya dengan agama, hal ini merupakan produk akal manusia semata, sesuai dengan pengalaman dan kondisi di sekitarnya.[8] Diantara fenomena keberhasilan invansi intelektual yang dilancarkan dunia barat bahwa pemikiran sekulerisasi yang menyusup dan menyerukan pemisahan agama dan daulah. Sekulerisasi adalah satu paham yang ingin memisahkan atau menetralisir semua bidang kehidupan, seperti politik dan kenegaraan. Maka dalam Islam tidak dikenal dikotomi antara agama ( Islam ) dan ( Negara ). Dengan istilah sekulerisme dimaksudkan bahwa kehidupan temporal samasekali tidak ada kaitannya dengan kehidupan spiritual.[9]
Islam adalah sistem dan model kehidupan bersifat universal yang mencakup semua aspek. Oleh sebab itu, Islam harus menjadi panduan dalam setiap urusan kehidupan dan menjadi ruhnya jika ingin ummat ini menjadi Islam yang benar, dan apabila mengikuti dalam peribadatan tetapi meniru non muslimin dalam masalah luar Ibadat seperti ini termasuk muslimin yang kurang Islamnya tidak berbeda dengan golongan manusia yang dilukiskan oleh Allah dalam firman-Nya.[10] (al- Baqarah 85 )
Imam Hasan al Banna adalah orang yang paling banyak mengetahui tentang Fiqhul Ikhtilaf dan perlu persatuan kalimat antar jama’ah dan kelembagaan Islam. Di bidang politik, terutama setelah jatuhnya khilafah, muncul beranekaragam “bendera” tidak ada lagi payung yang menghimpun ummat Islam di bawah panji akidah. Usaha- usaha yang dikerahkan untuk membentuk khilafah atau memindahkannya ke negeri lain mengalami kegagalan.[11]
 Pemikiran Yusuf al-Qaradhawy mengenai daulah ialah, daulah Islam merupakan daulah nasional atau lokal ia tidak berdiri atas batasan- batasan tanah dan letak geografi. Pada dasarnya daulah Islam adalah daulah yang terbuka bagi setiap muslimin, bebas tanpa ada paksaan dan tekanan, ia disebut sebagai daulah Internasional karena ia memiliki risalah yang mendunia, daulah yang berisi pemikiran dan akidah. Perbedaan etnik, wilayah, bahasa, warna kulit, melebur yang semuanya rakyatnya dipersatukan oleh iman kepada satu Ilah, satu Rasul, satu kitab, satu kiblat, satu syiar, satu syari’ah, satu adab, sehingga mereka menjadi satu ummat yang satu, berdiri diatas keesaan kalimat yang memancar dari kalimat tauhid. FDY hlm 46 masih menurut Yusuf al Qaradhawy meskipun nash Syari’ah tidak pernah mewajibkan didirikanya suatu sistem politik atau kenegaraan tertentu akan tetapi tabi’at risalah Islam sendiri mengharuskan adanya kekuasaan dan wilayah agar syari’ah- syari’ahnya disana[12] tabiat Islam bersifat Universal dan umum sehingga mampu menyusup keseluruh sisi kehidupan. Islam telah menetapkan hukum bagi masyarakat, mengontrol perilaku manusia sesuai dengan perintah Allah Swt, oleh karena itu fikih Islam tidak hanya mencakup hubungan individu dan negara dan pemerintahan atau hubungan pemimpin dengan rakyat, hubungan hakim dengan terdakwa hubungan kekuasaan dengan masyarakat yang diatur dalam istilah modern sistem ketatanegaraan, pemerintahan, keuangan dan hubungan internasional, fikih inilah yang disebut dengan Siyasah syar’ iyyah[13] memperhatikan gagasan al Qaradhawy memiliki kecenderungan sebagai seorang fudamentalis, akan tetapi dalam perspektif kelenturannya dalam menyikapi gagasan demokrasi dan ide- ide politik modern, dia dianggap sebagi salah seorang perintis[14]  ( Lebih perjelas )
      

B. Pokok Masalah

Dari uraian latar belakang masalah yang tersebut diatas, sebenarnya sudah merupakan gambaran dan motivasi penyusun untuk membahas dan mengkaji serta menganalisa masalah tersebut dalam bentuk skripsi. Akan tetapi untuk lebih jelasnya disini penyusun ungkapkan pokok masalah- masalah yang akan penyusun bahas dalam skripsi ini, yaitu :
1. Bagaimana pendapat Yusuf al Qaradhawy dan Hasan al Banna tentang konsep daulah.
2.  Apakah terdapat persamaan dan perbedaan di dalamnya.      


C.Tujuan dan Kegunaan

 Tujuan yang hendak dicapai dalam penyusunan dan pembahasn skripsi dengan judul sebagaimana tersebut di atas, adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan kejelasan tentang pandangan Hasan al Banna dan Yusuf al Qardhawy tentang konsep daulah.  
2. Untuk mengetahui alasan-alasan yang di gunakan oleh  Hasan al Banna dan Yusuf Qaradhawy dalam menentukan pandangannya.
Adapun kegunaan dari penyusunan skripsi ini, antara lain;
1.      Untuk memperluas cakrawala pandang sekaligus berpartisipasi aktif dalam mengembangkan pemikiran, guna menambah khazanah kepustakaan sesuai dengan disiplin ilmu yang dibidangi penulis.
2.      Untuk sebagai sumbangan alternatif pemikiran dalam mengantisipasi munculnya problematika konsep daulah 
3.      Untuk memenuhi tugas- tugas akademik, dan melengkapi syarat memperoleh gelar sarjana dalam bidang Hukum Islam


D. Telaah Pustaka

Dari sekian skripsi itu, tidak ada skripsi yang secara khusus menelitian pemikiran Hasan al Banna dan Yusuf al Qardhawy yang sama- sam ekstrem mewakili arus pemikiran agama Islam yang legal formal dan etis kontekstual dengan penelitian ini akan lebih tegas menemukan titik konflik kedua arus pemikiran tentang Daulah Islamiyah.
            Skripsi Abdul Amin Fakultas Syari’ah IAIN Su-Ka Yogyakarta (2002) Judul: “Negara Islam studi komparatif atas pemikiran Abul A’la Maududi dan Nurchalis Madjid” Skripsi ini membahas tentang pencetus Negara Islam yang legal- formal yang dipelopori Abul A’la Maududi dengan Nurchalis Madjid mewakili kelompok muslim pembela Negara Islam yang etis dan kontekstual. Skripsi Lalu Rizqan Jaya Fakultas Syari’ah IAIN Su-Ka Yogyakarta (2002) Judul “Masyarakat muslim dalam Konteks Politik Islam Kontemporer: studi Pemikiran Fazlur Rahman dan Hasan al Banna. Skripsi ini hanya menekankan  pada aspek formalistik–legalistik dari Islam dalam konteks Negara bangsa dewasa ini.

E. Kerangka Teoritik

Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan- hubungan manusia dalam masyarakat dan menrtibkan gejala- gejala kekuasaan dalam masyarakat itu. Dengan adanya Negara yang merupakan organisasi dalam sesuatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan dapat menetapkan tujuan- tujuan dari kehidupan bersama.[15]
Ibn Khaldun membuat suatu analogi bahwa kehidupan negara ibarat suatu organisme, ia tumbuh, dan kemudian mencapai pada puncak kejayaannya.setelah itu ia mengalami suatu proses “ketuaan “ atau menurun dan pada akhirnya lenyap. Lebih jauh lagi ia menemukan ada tipologi negara dengan tolok ukur kekuasaan, ia membagi negara menjadi dua kelompok (1) negara dengan ciri kekuasaan alamiah (Mulk Tabi’i ) dan (2) negara dengan ciri kekuasaan politik (Mulk Siyasi ) tipe negara yang pertama ditandai oleh kekuasaan yang sewenang- sewenang ( despotisme ) dan cenderung kepada “hukum rimba” tipe negara yang kedua dibagi menjadi tiga macam yaitu (1) negara hukum atau nomokrasi Islam (siyasah diniyah ), (2) negara hukum yang sekuler (siyasah aqliyah ), dan (3) negara a- la “Republik” Plato” (siyasah madaniyah ).[16]
Mengenai bentuk negara dan sistem pemerintahan menurut Samidjo, yang dimaksud dengan bentuk negara adalah yang menyatakan susunan atau organisasi negara secara menyeluruh, mengenai struktur negara yang meliputi segenap unsur- unsurnya, yaitu daerah, bangsa dan pemerintahan.dengan kata lain bentuk- bentuk  negara melukiskan dasar- dasar negara, susunan tata tertib suatu negara berhubungan dengan organ tinggi dalam negara itu, dan kedudukan organ itu dalam kekuasaan negara.
Sedangkan bentuk pemerintahan khusus menyatakan struktur organisasi dan fungsi pemrintahan saja dengan tidak menyinggung struktur daerah, maupun bangsanya. Dengan kata lain bentuk- bentuk pemerintahan melukiskan bekerjanya organ- organ itu sejauh organ- organ itu mengikuti ketentuan- ketentuan yang  tetap.[17]
           
F. Metode Penelitian

Metode sebagai suatu rumusan atau cara tertentu secara sitematika adalah untuk menanggapi dan mengkaji suatu masalah yang dimaksudkan agar sebuah karya ilmiah ( dari suatu penelitiaan ) dapat mencapai apa yang diharapkan dengan tepat dan terarah dengan menggunakan metode ilmiah[18]
Adapun metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah :
1.      Jenis Penelitiaan
Jenis penilitian  pada skripsi ini bersifat literatur atau penelitiaan kepustakaan, artinya obyek utama yang diteliti adalah buku- buku kepustakaan yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi obyek penelitian.      
2.      Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu  keadaan menurut apa adanya pada saat penelitian ini dilakukan[19] atau menemukan informasi seluas- luasnya tentang keadaan tertentu[20] karena penelitian ini bersifat deskriptif, maka penulis hanya menguraikan apa adanya dari pendapat dan pandangan Hasan al Banna dan Yusuf al Qaradhawy mengenai konsep daulah. 
3.      Pendekatan Masalah.
Pendekatan yang akan digunakan dalam masalah ini adalah pendekatan sosio- histories yaitu suatu proses terus menerus, kritis dan terorganisasi untuk menganalisis dan memberikan interpretasi atas fenomena sosial yang  mempunyai hubungan saling berkaitan. Sedangkan histories yaitu membuat rekontruksi secara sistematis dan obyektif dari kajian atau peristiwa di masa lalu dan cara mengumpulkan, mengevaluasi memverifikasi dan memsitensiskan data menuju fakta dengan kesimpulan yang kuat. 
4.      Teknik Pengumpulan data.
Karena jenis penelitian ini adalah penelitian literal, maka teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah dengan cara menelusuri dan mencari sebanyak mungkin data- data yang dianggap masih relevan dengan masalah yang akan dibahas.  Adapun sumber data yang akan digali dalam penelitiaan ini adalah:
1.  Sumber data Primer: Majmu’ah Rasail al Imam Hasan al- Banna dan Min Fiqhid Daulah Fil- Islam Yusuf al- Qaradhawy.
2.  Sumber data Sekunder yaitu buku- buku yang terkait pada obyek yang akan dibahas.
5.  Metode Analisis Data
Analisis data adalah proses menyusun mengkategorikan data mencari pola tema dengan maksud memahami maknanya.[21] Sedangkan metode analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Metode Deduktif, yaitu dengan cara menganalisis data umum dan kongkrit yang mempunyai kesamaan dan untuk di ambil suatu kesimpulan khusus.[22]
2. Metode Komparatif, metode yang dipakai untuk menganalisis data- data yang berbeda dengan cara membandingkan antara pendapat- pendapat yang yang dijadikan sumber- sumber, untuk demikian dapat diketahui persamaan dan perbedaannya.

G.  Sistematika Pembahasan
            Dalam penulisan ini, penulis akan menggunakan pokok-pokok pembahasan secara sistematis yang terdiri dari lima bab dan pada setiap bab terdiri dari sub-sub bab sebagai perinciannya.
Adapun sistematika pembahasan adalah sebagai berikut:
Bab satu merupakan pendahuluaan yang berisi latar belakang, pokok masalah, tujuan dan kegunaan, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian dan diakhiri dengan sistematika pembahasan.
Bab dua berisi tentang tinjauan umum seputar Daulah yang meliputi pengertian, teori Daulah, dan historisitasnya.
Bab tiga tentang biografi dan pandangan  Hasan al- Banna dan Yusuf Qaradhawy mengenai Daulah Islamiayah. 
Bab empat berisi analisis, komparatif dari pandangan  Hasan Al Banna dan Yusuf al Qaradhawy mengenai Daulah Islamiyah, sehingga dapat diketahui persamaan dan pebedaan dari pandangan kedua tokoh tersebut
Bab lima merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan yang dibahas, dan diakhiri dengan saran-saran.    
 




[1] J.H Rapar, Filsafat Politik Plato, cet. Ke- 1 ( Jakarta : cv. Rajawali, 1991 ), hlm 62
[2] Muh. Tahir Azharry, Negara Hukum: Suatu studi tentang prinsip- prinsipnya dilihat dari segi hokum Islam, implementasinya pada periode Negara Madinah dan masa kini, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm. 11
[3] Affan Gaffar, Politik Indonesia Transisi Meuju Demokrasi, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar 1999 ), hlm. 2
[4] ( Qs al Baqarah 179 )
[5] Gaffar Aziz. A, Berpolitik untuk Agama missi Islam, Kristen, dan Yahudi tentang politik, cet.ket-1 ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000 ), hlm. 10
[6] ( Qs.an Nisa’ 58 )
[7] Munawwir sjadzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran Sejarah, dan Pemikiran cet.ke V ( Jakarta: UI- Press, 1993 ), hlm 115 
[8] Yusuf al- Qardhawy, Fiqih Daulah dalam Perspektif al-Qur’an dan Sunnah, Penerjemah: Kathur Suhardi, cet.ke- 1 ( Jakarta: Pustaka al-Kausar, 1997 ), hlm.9
[9] …..
[10] Qs. al- Baqarah (2): 85
[11] Dr. Yusuf al Qaradhawy, Fiqih Tajdid dan Shahwah Islamiyah, Kajian Kritis Tentang Reaktualisasi dan Kebangkitan Islam, terj: Nabhani Idris, cet.ke- 1 ( Jakarta: Islamuna Press, 1997 ), hlm. 252
[12] Yusuf al Qaradhawy, Pedaoman bernegara dalam perspektif Islam, Alih Bahasa: Kathur Suhardi ( Jakarta: al- Kautsar, 1999 ), hlm.38
[13] Yusuf al Qaradhawy, Pedaman….hlm.23
[14] Bahkan Esposito mengkategorikannya sebagai pemikir kontemporer Mesir yang independent, setara dengan tokoh- tokoh semacam Muhammad Gazali dan Fahmi Huwaydi, ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern, John L Esposito, Alih Bahasa Tim Penerjamah Eksiklopedi, ( Jakarta: Mizan, 2001 ) Jilid. V, hlm. 56
[15] Amiruddin M. Hasbi, Konsep Negara Islam menurut Fazlur Rahman, cet.ke- 1 ( Yogyakarta: UUI Press, 2000 ), hlm.87
[16] Ibid, Azhary, Negara Hukum……..hlm.9-10
[17] Ibid, Hasbi, Konsep Negara……..hlm. 36

[18] Sutrisno Hadi, Metode Research,cet. ke- 28 (Yogyakarta:Andi Offset, 1995), hlm.4

[19] Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, cet. ke- II (Jakarta Rineka Cipta 1993 ), hlm 309

[20] Taliziduhu Ndraha  Desain Riset dan Teknik Penyusunan Karya Tulis Ilmiah, cet. ke- I (Jakarta: Bina Aksara,1987 ), hlm 39
[21] S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (ed). ke-I (Bandung:Tarsito, 1998 ), hlm. 142
[22] Ibid, hlm. 42

Tidak ada komentar:

Posting Komentar