BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Salah satu bidang kemasyarakatan itu ialah dunia politik
yang pada akhirnya bermuara pada model suatu negara, kecenderungan terhadap
timbulnya tindak- lanjut keinginan dan kebutuhan manusia yang beranekaragam
yang tidak dapat terpenuhi dan terpuaskan oleh kekuatan dan kemampuan diri
sendiri merupakan asal mula pemicu berdirinya sebuah negara.[1]
Mengenai pengertian Negara tersebut, tidak ada satu definisi yang disepakati
tentang negara. Namun, secara umum mungkin dapat dijadikan sekedar pegangan, sebagaimana lazimnya, dikenal dalam
hukum Internasional bahwa suatu negara biasanya memiliki tiga unsur pokok yaitu
: (1) Rakyat atau sejumlah orang (2), Wilayah tertentu dan (3) Pemerintahan
yang berwibawa dan berdaulat.[2]
Negara berdasarkan bentuknya dalam teori politik secara garis besar dibedakan
mrnjadi dua. Pertama, Negara teokrasi dan kedua Negara sekuler. Negara teokrasi
merupakan perwujudkan tentang adanya kekuasaan Tuhan yang mewakili
manusia.sedangkan Negara sekuler adalah Negara yang sama sekali lepas dari
ikatan agama.[3]
Secara umum tujuan pokok pemerintahan Islam adalah
menciptakan kemaslahatan bagi manusia dan mencegah segala bahaya, menegakkan
keadilan dan melarang semua permusuhan antara manusia, tujuan pemerintahan
Islam sama dengan tujuan yang hendak dicapai pemerintahan secara umum
lainnya.dalam al Qur’an sendiri ada yang relevan dengan masalah ini sperti
firman-Nya.[4]
Mengenai konsep negara, Islam nampaknya lebih cenderung
berpendapat bahwa Islam tidak memerintahkan dan juga mengajarkan secara jelas
mengenai sistem ketatanegaraan, tetapi mengakui terdapatnya sejumlah tata nilai
dan etika dalam al-Qur’an. Islam menegakkan kekuasaan yang memiliki dua aspek:
aspek keagamaan dan aspek keduniaan.[5]
Sebagaimana Firman-Nya.[6]
Dalam perkembangan selanjutnya perbincangan tersebut
mulai memasuki kawasan kajian hukum, beberapa pemikir hukum Islam klasik mulai
memperkenalkan istilah- istilah baru dalam teori politik ( Fikih as-Siyasah ), mereka. Seperti Khalifah, Ahl al- Hall wa al Aqd Bay’ah dan beberapa istilah lain
yang sejak semula tidak dikenal dalam istilah teologi Islam klasik, dalam
kondisi yang tidak jauh berbeda, pada periode selanjutnya pemikir- pemikir
politik Islam semakin intensif dikumandangkan oleh sejumlah aktivis kebangkitan
Islam, baik di timur tengah maupun di wilayah Islam lainnya yang pada saat itu
berada dalam cengkeraman penjajah barat.
Meningkatnya intensitas tersebut secara umum dipengaruhi
tiga hal yaitu kerapuhan dunia Islam oleh faktor- faktor internal yang
berakibat munculnya gerakan- gerakan pembaharuan dan pemurnian, adanya
rongrongan barat terhadap keutuhan politik dan wilayah Islam dan terakhir
akibat keunggulan barat dalam ilmu, teknologi,
dan organisasi. Tiga hal tersebut mewarnai orientasi umum para pemikir
politik Islam kontemporer.[7]
Imperialisme yang
menguasai masyarakat muslim mampu menanamkan satu pemikiran yang aneh di dalam
akal dan jiwa mereka. Bahwa Islam adalah agama dan bukan daulah. agama itu
sendiri menurut pengertian Barat, bagaimana ia mengartikan agama. Urusan daulah
tidak ada kaitannya dengan agama, hal ini merupakan produk akal manusia semata,
sesuai dengan pengalaman dan kondisi di sekitarnya.[8]
Diantara fenomena keberhasilan invansi intelektual yang dilancarkan dunia barat
bahwa pemikiran sekulerisasi yang
menyusup dan menyerukan pemisahan agama dan daulah. Sekulerisasi adalah satu paham yang ingin memisahkan atau
menetralisir semua bidang kehidupan, seperti politik dan kenegaraan. Maka dalam
Islam tidak dikenal dikotomi antara agama ( Islam ) dan ( Negara ). Dengan
istilah sekulerisme dimaksudkan bahwa
kehidupan temporal samasekali tidak ada kaitannya dengan kehidupan spiritual.[9]
Islam adalah sistem dan model kehidupan bersifat
universal yang mencakup semua aspek. Oleh sebab itu, Islam harus menjadi
panduan dalam setiap urusan kehidupan dan menjadi ruhnya jika ingin ummat ini
menjadi Islam yang benar, dan apabila mengikuti dalam peribadatan tetapi meniru
non muslimin dalam masalah luar Ibadat seperti ini termasuk muslimin yang
kurang Islamnya tidak berbeda dengan golongan manusia yang dilukiskan oleh
Allah dalam firman-Nya.[10]
(al- Baqarah 85 )
Imam Hasan al Banna adalah orang yang paling banyak
mengetahui tentang Fiqhul Ikhtilaf dan perlu persatuan kalimat antar jama’ah
dan kelembagaan Islam. Di bidang politik, terutama setelah jatuhnya khilafah,
muncul beranekaragam “bendera” tidak ada lagi payung yang menghimpun ummat
Islam di bawah panji akidah. Usaha- usaha yang dikerahkan untuk membentuk
khilafah atau memindahkannya ke negeri lain mengalami kegagalan.[11]
Pemikiran Yusuf
al-Qaradhawy mengenai daulah ialah, daulah Islam merupakan daulah nasional atau
lokal ia tidak berdiri atas batasan- batasan tanah dan letak geografi. Pada
dasarnya daulah Islam adalah daulah yang terbuka bagi setiap muslimin, bebas
tanpa ada paksaan dan tekanan, ia disebut sebagai daulah Internasional karena
ia memiliki risalah yang mendunia, daulah yang berisi pemikiran dan akidah.
Perbedaan etnik, wilayah, bahasa, warna kulit, melebur yang semuanya rakyatnya
dipersatukan oleh iman kepada satu Ilah, satu Rasul, satu kitab, satu kiblat,
satu syiar, satu syari’ah, satu adab, sehingga mereka menjadi satu ummat yang
satu, berdiri diatas keesaan kalimat yang memancar dari kalimat tauhid. FDY hlm
46 masih menurut Yusuf al Qaradhawy meskipun nash Syari’ah tidak pernah
mewajibkan didirikanya suatu sistem politik atau kenegaraan tertentu akan
tetapi tabi’at risalah Islam sendiri mengharuskan adanya kekuasaan dan wilayah
agar syari’ah- syari’ahnya disana[12]
tabiat Islam bersifat Universal dan umum sehingga mampu menyusup keseluruh sisi
kehidupan. Islam telah menetapkan hukum bagi masyarakat, mengontrol perilaku
manusia sesuai dengan perintah Allah Swt, oleh karena itu fikih Islam tidak
hanya mencakup hubungan individu dan negara dan pemerintahan atau hubungan
pemimpin dengan rakyat, hubungan hakim dengan terdakwa hubungan kekuasaan
dengan masyarakat yang diatur dalam istilah modern sistem ketatanegaraan,
pemerintahan, keuangan dan hubungan internasional, fikih inilah yang disebut
dengan Siyasah syar’ iyyah[13]
memperhatikan gagasan al Qaradhawy memiliki kecenderungan sebagai seorang
fudamentalis, akan tetapi dalam perspektif kelenturannya dalam menyikapi
gagasan demokrasi dan ide- ide politik modern, dia dianggap sebagi salah
seorang perintis[14] ( Lebih perjelas )
B. Pokok Masalah
Dari uraian latar belakang masalah yang tersebut diatas,
sebenarnya sudah merupakan gambaran dan motivasi penyusun untuk membahas dan
mengkaji serta menganalisa masalah tersebut dalam bentuk skripsi. Akan tetapi
untuk lebih jelasnya disini penyusun ungkapkan pokok masalah- masalah yang akan
penyusun bahas dalam skripsi ini, yaitu :
1. Bagaimana
pendapat Yusuf al Qaradhawy dan Hasan al Banna tentang konsep daulah.
2. Apakah terdapat persamaan
dan perbedaan di dalamnya.
C.Tujuan dan
Kegunaan
Tujuan yang
hendak dicapai dalam penyusunan dan pembahasn skripsi dengan judul sebagaimana
tersebut di atas, adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan kejelasan
tentang pandangan Hasan al Banna dan Yusuf al Qardhawy tentang konsep
daulah.
2. Untuk mengetahui alasan-alasan
yang di gunakan oleh Hasan al Banna dan
Yusuf Qaradhawy dalam menentukan pandangannya.
Adapun kegunaan dari penyusunan skripsi ini, antara lain;
1.
Untuk memperluas cakrawala
pandang sekaligus berpartisipasi aktif dalam mengembangkan pemikiran, guna
menambah khazanah kepustakaan sesuai dengan disiplin ilmu yang dibidangi
penulis.
2.
Untuk sebagai sumbangan
alternatif pemikiran dalam mengantisipasi munculnya problematika konsep
daulah
3.
Untuk memenuhi tugas- tugas
akademik, dan melengkapi syarat memperoleh gelar sarjana dalam bidang Hukum
Islam
D. Telaah Pustaka
Dari sekian skripsi itu, tidak ada skripsi yang secara
khusus menelitian pemikiran Hasan al Banna dan Yusuf al Qardhawy yang sama- sam
ekstrem mewakili arus pemikiran agama Islam yang legal formal dan etis
kontekstual dengan penelitian ini akan lebih tegas menemukan titik konflik
kedua arus pemikiran tentang Daulah Islamiyah.
Skripsi Abdul Amin Fakultas Syari’ah IAIN Su-Ka Yogyakarta
(2002) Judul: “Negara Islam studi
komparatif atas pemikiran Abul A’la Maududi dan Nurchalis Madjid” Skripsi
ini membahas tentang pencetus Negara Islam yang legal- formal yang dipelopori
Abul A’la Maududi dengan Nurchalis Madjid mewakili kelompok muslim pembela
Negara Islam yang etis dan kontekstual. Skripsi Lalu Rizqan Jaya Fakultas
Syari’ah IAIN Su-Ka Yogyakarta (2002) Judul “Masyarakat muslim dalam Konteks Politik Islam Kontemporer: studi
Pemikiran Fazlur Rahman dan Hasan al Banna. Skripsi ini hanya
menekankan pada aspek
formalistik–legalistik dari Islam dalam konteks Negara bangsa dewasa ini.
E. Kerangka Teoritik
Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik
masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan- hubungan manusia
dalam masyarakat dan menrtibkan gejala- gejala kekuasaan dalam masyarakat itu.
Dengan adanya Negara yang merupakan organisasi dalam sesuatu wilayah dapat
memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya
dan dapat menetapkan tujuan- tujuan dari kehidupan bersama.[15]
Ibn Khaldun membuat suatu analogi bahwa kehidupan negara
ibarat suatu organisme, ia tumbuh, dan kemudian mencapai pada puncak
kejayaannya.setelah itu ia mengalami suatu proses “ketuaan “ atau menurun dan pada
akhirnya lenyap. Lebih jauh lagi ia menemukan ada tipologi negara dengan tolok
ukur kekuasaan, ia membagi negara menjadi dua kelompok (1) negara dengan ciri
kekuasaan alamiah (Mulk Tabi’i ) dan (2) negara dengan ciri kekuasaan politik
(Mulk Siyasi ) tipe negara yang pertama ditandai oleh kekuasaan yang sewenang-
sewenang ( despotisme ) dan cenderung kepada “hukum rimba” tipe negara yang
kedua dibagi menjadi tiga macam yaitu (1) negara hukum atau nomokrasi Islam
(siyasah diniyah ), (2) negara hukum yang sekuler (siyasah aqliyah ), dan (3)
negara a- la “Republik” Plato” (siyasah madaniyah ).[16]
Mengenai bentuk negara dan sistem pemerintahan menurut
Samidjo, yang dimaksud dengan bentuk negara adalah yang menyatakan susunan atau
organisasi negara secara menyeluruh, mengenai struktur negara yang meliputi
segenap unsur- unsurnya, yaitu daerah, bangsa dan pemerintahan.dengan kata lain
bentuk- bentuk negara melukiskan dasar-
dasar negara, susunan tata tertib suatu negara berhubungan dengan organ tinggi
dalam negara itu, dan kedudukan organ itu dalam kekuasaan negara.
Sedangkan bentuk pemerintahan khusus menyatakan struktur
organisasi dan fungsi pemrintahan saja dengan tidak menyinggung struktur
daerah, maupun bangsanya. Dengan kata lain bentuk- bentuk pemerintahan
melukiskan bekerjanya organ- organ itu sejauh organ- organ itu mengikuti
ketentuan- ketentuan yang tetap.[17]
F. Metode Penelitian
Metode sebagai suatu rumusan atau cara tertentu secara
sitematika adalah untuk menanggapi dan mengkaji suatu masalah yang dimaksudkan
agar sebuah karya ilmiah ( dari suatu penelitiaan ) dapat mencapai apa yang
diharapkan dengan tepat dan terarah dengan menggunakan metode ilmiah[18]
Adapun metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah :
1.
Jenis Penelitiaan
Jenis penilitian
pada skripsi ini bersifat literatur atau penelitiaan kepustakaan,
artinya obyek utama yang diteliti adalah buku- buku kepustakaan yang
berhubungan dengan permasalahan yang menjadi obyek penelitian.
2.
Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian
yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu keadaan menurut apa adanya pada saat
penelitian ini dilakukan[19]
atau menemukan informasi seluas- luasnya tentang keadaan tertentu[20]
karena penelitian ini bersifat deskriptif, maka penulis hanya menguraikan apa
adanya dari pendapat dan pandangan Hasan al Banna dan Yusuf al Qaradhawy
mengenai konsep daulah.
3.
Pendekatan Masalah.
Pendekatan yang akan digunakan dalam masalah ini adalah
pendekatan sosio- histories yaitu suatu proses terus menerus, kritis dan
terorganisasi untuk menganalisis dan memberikan interpretasi atas fenomena
sosial yang mempunyai hubungan saling
berkaitan. Sedangkan histories yaitu membuat rekontruksi secara sistematis dan
obyektif dari kajian atau peristiwa di masa lalu dan cara mengumpulkan,
mengevaluasi memverifikasi dan memsitensiskan data menuju fakta dengan
kesimpulan yang kuat.
4.
Teknik Pengumpulan data.
Karena jenis penelitian ini adalah penelitian literal,
maka teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah dengan cara menelusuri
dan mencari sebanyak mungkin data- data yang dianggap masih relevan dengan
masalah yang akan dibahas. Adapun sumber
data yang akan digali dalam penelitiaan ini adalah:
1.
Sumber data Primer: Majmu’ah Rasail al Imam Hasan al- Banna dan Min
Fiqhid Daulah Fil- Islam Yusuf al- Qaradhawy.
2.
Sumber data Sekunder yaitu buku- buku yang terkait pada obyek yang akan
dibahas.
5.
Metode Analisis Data
Analisis data adalah proses menyusun mengkategorikan
data mencari pola tema dengan maksud memahami maknanya.[21]
Sedangkan metode analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Metode Deduktif, yaitu dengan
cara menganalisis data umum dan kongkrit yang mempunyai kesamaan dan untuk di
ambil suatu kesimpulan khusus.[22]
2. Metode Komparatif, metode yang
dipakai untuk menganalisis data- data yang berbeda dengan cara membandingkan
antara pendapat- pendapat yang yang dijadikan sumber- sumber, untuk demikian
dapat diketahui persamaan dan perbedaannya.
G. Sistematika Pembahasan
Dalam penulisan ini, penulis akan menggunakan pokok-pokok
pembahasan secara sistematis yang terdiri dari lima bab dan pada setiap bab terdiri dari
sub-sub bab sebagai perinciannya.
Adapun sistematika pembahasan adalah sebagai berikut:
Bab satu merupakan pendahuluaan yang berisi latar
belakang, pokok masalah, tujuan dan kegunaan, telaah pustaka, kerangka
teoritik, metode penelitian dan diakhiri dengan sistematika pembahasan.
Bab dua berisi tentang tinjauan umum seputar Daulah yang
meliputi pengertian, teori Daulah, dan historisitasnya.
Bab tiga tentang biografi dan pandangan Hasan al- Banna dan Yusuf Qaradhawy mengenai
Daulah Islamiayah.
Bab empat berisi analisis, komparatif dari
pandangan Hasan Al Banna dan Yusuf al
Qaradhawy mengenai Daulah Islamiyah, sehingga dapat diketahui persamaan dan
pebedaan dari pandangan kedua tokoh tersebut
Bab lima
merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan sebagai jawaban dari
permasalahan yang dibahas, dan diakhiri dengan saran-saran.
[1] J.H Rapar, Filsafat Politik Plato, cet. Ke- 1 ( Jakarta : cv.
Rajawali, 1991 ), hlm 62
[2] Muh. Tahir Azharry, Negara Hukum: Suatu studi tentang prinsip-
prinsipnya dilihat dari segi hokum Islam, implementasinya pada periode Negara
Madinah dan masa kini, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm. 11
[3] Affan Gaffar, Politik Indonesia Transisi Meuju Demokrasi, (
Yogyakarta: Pustaka Pelajar 1999 ), hlm. 2
[4] ( Qs al Baqarah 179 )
[5] Gaffar Aziz. A, Berpolitik untuk Agama missi Islam, Kristen, dan
Yahudi tentang politik, cet.ket-1 ( Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2000 ), hlm. 10
[6] ( Qs.an Nisa’ 58 )
[7] Munawwir sjadzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran Sejarah, dan
Pemikiran cet.ke V ( Jakarta: UI- Press, 1993 ), hlm 115
[8] Yusuf al- Qardhawy, Fiqih Daulah dalam Perspektif al-Qur’an dan
Sunnah, Penerjemah: Kathur Suhardi, cet.ke- 1 ( Jakarta: Pustaka al-Kausar,
1997 ), hlm.9
[9] …..
[10] Qs. al- Baqarah (2): 85
[11] Dr. Yusuf al Qaradhawy, Fiqih Tajdid dan Shahwah Islamiyah, Kajian
Kritis Tentang Reaktualisasi dan Kebangkitan Islam, terj: Nabhani Idris,
cet.ke- 1 ( Jakarta: Islamuna Press, 1997 ), hlm. 252
[12] Yusuf al Qaradhawy, Pedaoman bernegara dalam perspektif Islam, Alih
Bahasa: Kathur Suhardi ( Jakarta: al- Kautsar, 1999 ), hlm.38
[13] Yusuf al Qaradhawy, Pedaman….hlm.23
[14] Bahkan Esposito mengkategorikannya sebagai pemikir kontemporer
Mesir yang independent, setara dengan tokoh- tokoh semacam Muhammad Gazali dan
Fahmi Huwaydi, ensiklopedi Oxford :
Dunia Islam Modern, John L Esposito, Alih Bahasa Tim Penerjamah Eksiklopedi, ( Jakarta : Mizan, 2001 )
Jilid. V, hlm. 56
[15] Amiruddin M. Hasbi, Konsep Negara Islam menurut Fazlur Rahman,
cet.ke- 1 ( Yogyakarta : UUI Press, 2000 ),
hlm.87
[16] Ibid, Azhary, Negara Hukum……..hlm.9-10
[17] Ibid, Hasbi, Konsep Negara……..hlm. 36
[18] Sutrisno Hadi, Metode
Research,cet. ke- 28 (Yogyakarta:Andi Offset, 1995), hlm.4
[19] Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, cet. ke- II (Jakarta
Rineka Cipta 1993 ), hlm 309
[20] Taliziduhu Ndraha Desain Riset dan Teknik Penyusunan Karya Tulis
Ilmiah, cet. ke- I (Jakarta: Bina Aksara,1987 ), hlm 39
[21] S. Nasution, Metode
Penelitian Naturalistik Kualitatif, (ed). ke-I (Bandung:Tarsito, 1998 ),
hlm. 142
[22] Ibid, hlm. 42
Tidak ada komentar:
Posting Komentar